" Tinggal disini, kakak bisa juga bahagia. Seperti aku. "
" Ayah tak mungin bangga jika aku tinggal disini, " ucap sang kakak lirih tapi menghujam.
Kini tak ada kalimat lain yang bisa diucapkan dari mulut sang adik sebab Sang Ayah tak pernah setuju dengan jalan hidupnya.
" Petani-petani bodoh itu tak butuh orang sepintar kau ! " Kalimat dari sang ayah masih teriang-ngiang di telinganya.
Akhirnya sang adik menyerahkan semua dokumen yang diminta sang kakak, sembari berucap, " Tempat ini selalu terbuka untuk kakak. "
***
Disebuah kota besar yang ada diseberang pulau, lelaki itu memulai hidup baru. Dengan identitas baru, dia mulai melamar kerja. Tak mudah mendapatkan kerja walau berbekal ijazah dengan nilai memuaskan. Tapi tak juga sulit, bagi mereka yang pantang menyerah dan mau bekerja keras. Pekerjaan rendahan dengan gaji kecil, akhirnya dia peroleh.
Berbekal pengalaman kerjanya di masa lalu, lelaki itu dapat melaksanakan seluruh pekerjaannya dengan sangat baik. Atasannya pun sangat puas. Berbekal tekadnya untuk kembali sukses, lelaki itu pun mulai merangkak ke atas walau perlahan.
Dengan bangga dia mengirimkan buah tangan dan surat kepada ayahnya. Kini sang ayah tersenyum bahagia kala lelaki itu menelepon berkirim khabar.
Dengan bangga lelaki itu mengirimkan surat dan hadiah kepada anaknya. Kepada mantan istrinya dia berjanji akan rutin mengirim uang untuk membiayai sekolah anaknya.
Sedikit kebanggaan telah membuatnya semakin percaya diri. Lelaki itu mulai membangun jaringan pergaulan. Ini tak sulit. Penjara telah mengajarkan dia cara bergaul dengan beragam orang. Dari orang kaya, pejabat hingga penjahat kelas teri. Dari orang licik dan serakah hingga orang yang tertindas tanpa bisa berbuat apa-apa.