Mohon tunggu...
WIWIT PUTRI WIGATI
WIWIT PUTRI WIGATI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Nama : WIWIT PUTRI WIGATI/NIM : 43222010029/Program Studi : AKUNTANSI S1/Fakultas Ekonomi dan Bisnis/Mata Kuliah : PENDIDIKAN ANTI KORUPSI DAN ETIK UMB/Dosen Pengampu : Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak/UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA

Tugas

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

TB2 - Diskursus Kepemimpinan Serat Wedhatama KGPAA Mangkunegara IV Pada Upaya Pencegahan Korupsi

11 November 2023   17:25 Diperbarui: 11 November 2023   17:46 543
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

NAMA                                    : WIWIT PUTRI WIGATI

NIM                                        : 43222010029

PRODI                                    : AKUNTANSI S1

MATAKULIAH                    : PENDIDIKAN ANTI KORUPSI DAN ETIK UMB

DOSEN PENGAMPU         : Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak

KAMPUS                               : UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA

Biografi Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara IV

Edit from Canva
Edit from Canva

K.G.P.A.A. Mangkunegara IV atau Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara IV dalam aksara jawa (ꦏꦚ꧀ꦗꦼꦁꦓꦸꦱ꧀ꦠꦶꦦꦔꦺꦫꦤ꧀ꦄꦢꦶꦥꦠꦶꦄꦂꦪꦩꦁꦑꦸꦟꦒꦫ꧇꧔꧇) lahir pada tanggal 3 Maret 1811. Beliau adalah Adipati keempat Mangkunegaran yang memerintah dari tahun 1853 sampai 1881. Mangkunegara IV lahir dengan nama Raden Mas Soediro. Mangkunegara IV adalah anak ketujuh dari Kanjeng Pangeran Harya Hadiwijaya I dan Bandara Raden Ajeng Sekeli yang merupakan anak dari Mangkunegara II.

Sejak kecil R.M. Soediro diasuh langsung oleh kakeknya K.G.P.A.A. Mangkunegara II, tetapi setelah berusia 10 tahun diserahkan kepada Kanjeng Pangeran Rio, yang kelak maik takhta menjadi K.G.P.A.A. Mangkunegara III, serta diangkat sebagai putranya. Pada usia 15 tahun, beliau masuk menjadi Prajurit Infanteri Legiun Mangkunegaran, yang 3 tahun kemudian mendapat pangkat kapten. 

Semasa itu beliau senantiasa bersama ayahanda angkatnya (waktu itu belum naik takhta), dititahkan untuk mengikuti tugas-tugas perang kakeknya K.G.P.A.A Mangkunegara II, antara lain; Perang di Cirebon, Palembang, Diponegaran. Oleh karena itu beliau selalu mendapatkan tanda jasa dan bintang jasa, sedangkan pangkatnya dalam Legiun cepat meningkat pula. Akhirnya ketika berpangkat Mayor Infanteri, beliau diangkat menjadi Ajudan merangkap Pepatih Dalem Mangkunegaran oleh ayahanda angkatnya. Tidak lama kemudian diangkat menjadi Pangeran, dengan sebutan K.P.H. Gondokusumo, yang selanjutnya dinikahkan dengan putri sulung K.G.P.A.A. Mangkunegara III, bernama Bendara Raden Ajeng Doenoek.

Setelah K.G.P.A.A. Mangkunegara III wafat, beliau diangkat sebagai penggantinya pada tanggal 14 Rabiulawal Jimawal 1791 atau 24 Maret 1853, yang sementara itu masih bergelar K.G.P.A.A. Prabu Prangwadono, Letnan Kolonel Infanteri Legiun Mangkunegaran. Ketetapan memangku gelar K.G.P.A.A. Mangkunegara IV, saat beliau berusia 47 tahun, pada hari Rabu Kliwon tanggal 27 Sura Jimakir 1786 atau 16 Agustus 1857. Semasa beliau bertahta, banyak mendapatkan pujian dan anugerah berupa bintang jasa dari kerajaan Austria, Jerman, Belanda atas karya-karya dan jasa-jasa beliau dalam mengembangkan, serta mengemudikan pemerintahan Mangkunegaran. Semasa pemerintahan beliau, Mangkunegaran mengalami zaman keemasan, baik dalam bidang ekonomi, sosial maupun kebudayaan, yang disebut Kala Sumbaga.

Sumbaga bermakna termashur dan sangat sejahtera, dan tepatlah jika dikatakan, bahwa beliau adalah pembina utama kemashuran nama, serta peletak dasar daripada kekayaan kerabat Mangkunegaran, baik di dalam maupun di luar negeri. Pada masa itulah perkebunan kopi dan tebu mulai diselenggarakan hampir di seluruh wilayah Kadipaten Mangkunegaran. K.G.P.A.A. Mangkunegara IV, jelas adalah seorang negarawan dan sekaligus usahawan agung, dan lebih daripada itu, beliau pun adalah seorang seniman dan filsuf besar. 

Kemampuan beliau sebagai seorang seniman dan filsuf besar. Kemampuan beliau sebagai seorang seniman dan filsuf besar itulah, telah mewariskan sesuatu yang sangat berharga, tidak hanya bagi kerabat Mangkunegara saja, tetapi juga sebagai masyarakat luas di luar lingkungan Mangkunegaran. Warisan tersebut berupa karya-karya sastra karangan beliau dalam bentuk puisi (tembang), hingga kini masih sangat digemari dan dikagumi, antara lain berjudul; Tripama, Manuhara, Nayakawaea, Yogatama, Pariminta, Pralambang, Lara Kenya, Pariwara, Rerepen Prayangkara, Rerepen Prayasmara, Sendhon Langenswara, dan yang paling terkenal sebuah karya sastra filosofis adalah Wedhatama.

Betapa termashurnya Kitab Wedhatama dan betapa harumnya K.G.P.A.A. Mangkunegara IV, sebagai seorang penyair dan filosof besar, dapat dibuktikan dengan beberapa pendapat di bawah ini:

  • Meskipun Wedhatama itu kecil dan tipis, namun isinya padat dan lengkap serta luas jangkauannya. Kata-katanya mengandung makna yang dalam, dan susunan kalimatnya sangat menarik untuk didengar, sehingga menggertakan perasaan dan dapat dijadikan sarana penggemblengan serta pembinaan jiwa/watak. Hal itu merupakan pertanda, bahwa Wedhatama adalah ciptaan seorang insan utama, yang mendapat tuntunan Tuhan.
  • Seluruh hasil ciptaannya menyangkut kebutuhan manusia, sebagai dasar pengetahuan tentang Kodrat Illahi, sebagai tuntunan dalam pendidikan, kesusilaan, keluhuran budi, keagamaan serta kesempurnaan hidup.
  • Dalam deretan penyair jaman baru, K.G.P.A.A. Mangkunegara IV termasuk paling unggul dalam bidang bahasa, serta kemashuran tata kalimatnya. Oleh karena itu, dalam kelompok para pencipta puisi tingkat tinggi, beliau menduduki tempat yang pertama.

Pada akhirnya karangannya, Dr. Th. Pigeaud mempertegas pendapatnya dengan menyatakan, antara lain: "Oleh karena itu, dalam sejarah Kesusastraan Jawa, beliau mendapat tempat utama, yang hingga kini dan seterusnya akan tetap diingat dan dikenang orang".

Kemashuran dan dan keharuman nama K.G.P.A.A Mangkunegara IV, tidak hanya terletak dalam karya-karya sastranya semata. Namun begitu pula dengan wayang kulit pusaka Mangkunegaran, yaitu Kyai Sebet, pagelaran Wayang Madya, opera Langendriyan, pementasan fragmen epos Ramayana dan Mahabharata, serta lain-lainnya yang terkenal dengan nama Beksan Wireng, dan masih ada beberapa macam tarian kreasi baru khas Mangkunegara. Model jas yang disebut Jas Langenharjan, yang hingga kini menjadi perlengkapaan mutlak bagi busana kebesaran mempelai peia terutama di daerah Surakarta, semua itu hasil karya cipta beliau.

Karya dan Jasa- jasa K.G.P.A.A. Mangkunegara IV

Dalam menjalankan pemerintahan Mangkunegaran, beliau adalah seorang yang mandiri, penuh dengan inisiatif dan daya cipta, antara lain:

1. Di Bidang Pemerintahan

Beliau meneliti dan mempertegas kembali batas-batas wilayah antara Kadipaten Mangkunegarab dengan milik Kasunanan Surakarta denga Kasultanan Yogyakarta (desa-desa Ngawen di dalam wilayah Kasultanan Yogyakarta, adalah milik Kadipaten Mangkunegaran waktu itu).

2. Di Bidang Kemiliteran

Beliau mewajibkan setiap kerabat Mangkunegaran yang telah dewasa, dan mereka yang hendak menjadi pamong praja, terlebih dahulu harus menjalani pendidikan militer selama 6-9 bulan lamanya.

3. Di Bidang Sosial Ekonomi

Diciptakan berbagai usaha komersial yang menjadi sumber pendapatan Kadipaten seisinya, di samping memberikan lapangan kerja sebanyak mungkin dan seluar-luasnya bagi rakyat daerah Mangkunegaran. Usaha-usaha tersebut antara lain;

a. Mendirikan pabrik-pabrik gula di Tasikmadu, Colomadu, Gembongan

b. Pabrik sisal di desa Mentotulakan

c. Pabrik bungkil di desa Polokarto

d. Pabrik bata dan genteng di desa Kemiri

e. Perkebunan-perkebunan karet

f. The, kopi, kina di lereng gunung Lawu sebelah barat

g. Kehutanan di daerah Wonogiri

h. Mendirikan perumahan-perumahan untuk disewakan baik di dalam kota Surakarta sendiri, maupun di luar kota antara lain di Semarang (daerah Pindirikan).

4. Di Bidang Sosial Budaya

Sebagai manifestasi daripada keluhuran leluhurnya dan layaknya sutu kerajaan yang berdikari (walaupun kecil), pemerintahan dilengkapi dengan segala macam peralatan kerajaan seperti;

a. perhiasan-perhiasan (rijkssieraden),

b. meja kursi yang berukiran,

c. berbagai jenis lampu duduk dan gantung,

d. arca-arca,

e. permadani-permadani,

sampai pada peralatan kebutuhan rumah tangga (sendok, garpu, gelas, cangkir, dll), semua itu dipesan dan dibelinya dari luar negeri yakni, Italia, Jerman, Persia dan negara-negara lainnya. Sungguh tidak berlebihan, bila segala sesuatunya tersebut serba indah, megah, mistis, dan memesona siapapun saja yang melihatnya. Hingga kini sebagian besar, segala sesuatunya tersebut masih dapat disaksikan di dalam istana Mangkunegaran.

K.G.P.A.A Mangkunegara IV, wafat pada hari Jumat Wage tanggal 6 Sawal Jimakir 1810 atau 8 September 1881, dalam usia 75 tahun dan bertahta selama 25 tahun. Putra/putri beliau sebanyak 32 orang, 10 orang diantaranya telah wafat waktu masih kecil, dan dua orang putranya berturut-turut naik takhta sebagai K.G.P.A.A Mangkunegra V dan VI.

Pengertian Kepemimpinan

Edit from Canva
Edit from Canva

Menurut Kadarusman (2012) kepemimpinan (Leadership) dibagi tiga, yaitu:

1. Self Leadership 

Self Leadership adalah memimpin diri sendiri agar jangan sampai gagal menjalani hidup dengan cara mengembangkan visi, tujuan, dan strategi untuk mencapai keberhasilan dalam kehidupan pribadi maupun profesional.

2. Team Leadership

Team Leadership didefinisikan sebagai memimpin orang lain, yang memahami dengan jelas apa tanggung jawab kepemimpinannya, memahami dengan jelas apa tanggung jawab kepemimpinannya, memahami dengan jelas keadaan bawahannya, dan bersedia berkomitmen terhadap tuntutan dan konsekuensi dari tanggung jawab tersebut.

3. Organizational Leadership 

Organizational Leadership ialah, pemimpin yang dapat memahami kemajuan organisasi di mana ia berpartisipasi dan dapat memenuhi tanggung jawabnya sebagai pemimpin organisasi dengan menciptakan visi dan misi juga mengembangkan organisasinya dengan lebih baik. Serta membangun perusahaan yang terpercaya bagi masyarakat di tingkat lokal, nasional, dan internasional.

Secara umum, kepemimpinan adalah kemapuan memimpin dalam mengendalikan, mengarahkan, dan mempengaruhi pikiran, emosi, atau perilaku orang lain untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Hal ini terlihat dari keberhasilan seorang pemimpin dalam menginspirasi orang lain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang sangat bergantung pada wewenang, serta kemampuan pemimpin dalam memotivasi setiap bawahan, rekan kerja, dan atasan pemimpin.

Kepemimpinan terkadang dipahami hanya sebagai kekuatan untuk menggerakan dan mempengaruhi orang lain. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi orang, khususnya ancaman, imbalan, kekuasaan, dan persuasi. Dengan ancaman, bawahan akan takut dan menuruti segala perintah dari atasan.

 Kepemimpinan Serat Wedhatama KGPAA Mangkunegara IV

Secara semantik, Serat Wedhatama berasal dari tiga suku kata yaitu : Serat, Wedha, dan Tama. Serat adalah karya yang berbentuk tulisan. Wedha adalah pengetahuan atau ajaran dan tama berasal dari kata utama yang artinya baik, tinggi atau luhur. Dapat ditarik kesimpulan bahwa Serat Wedhatama adalah sebuah karya yang berisi pengetahuan untuk dijadikan bahan pengajaran dalam mencapai keutamaan dan keluhuran hidup (Wibawa: 2010:10).

Menrurut K.G.P.A.A. Mangkunegara IV dalam Serat Wedhatama mengangkat tentang ajaran kepemimpinan, menekankan kepemimpinan sebagai kepemimpinan yang berdasarkan pada kaidah-kaidah budaya, khususnya budaya Jawa, agar pemimpin tidak kehilangan jati diri bangsa. Seorang pemimpin harus menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan sebagai wujud ketaatan kepada Tuhan-Nya. Kepemimpinan religus atau Satria Pinandhita Sinishan Wahyu merupakan refleksi sifat kepemimpinan tersebut, menjawab Jangka Jayabaya mengenai ciri pemimpin "Panca Pa Manunggal" (lima pa yang bersatu) yang merupakan keterpaduan serta keselarasan jiwa atau ruh, yaitu; Pandhita (pendeta), Pangayom (pelindung), Panata (manajer), Pamong (pelayan), Pangreh (pemimpin).

Jawaban di dalam Serat Wedhatama adalah cita-cita luhur Prabu Jayabaya yang dikaji oleh K.G.P.A.A. Mangkunegara IV di dalam Serat Wedhatama, dan kemudian dijadikan sebuah ajaran sebagai sarana untuk mencapai kepemimpinan religius atau pengembangan karakter Satria Pinandhita Sinishan Wahyu, yang diyakini masyarakat Jawa sebuah harapan atau cita-cita yang tertulis sebagai perwujudan agar bangsanya tidak kehilangan arah dalam menjalani tujuan kehidupan, baik itu dalam bermmasyarakat ataupun bernegara.

Kandungan nilai-nilai yang berkaitan dengan kepemimpinan dalam Serat Wedhatama

Dalam Serat Wedhatama, terdapat beberapa nilai-nilai yang berkaitan dengan kepemimpinan. Pemimpin atau penguasa diharapkan untuk meneladani dan mengamalkan nilai-nilai tersebut guna menciptakan tata kelola yang baik dan memberikan contoh yang positif kepada rakyat. Beberapa nilai-nilai tersebut antara lain:

1. Kesederhanaan (Nyider Batin)

Pemimpin dihimbau untuk hidup dengan sederhana dan tidak terjebak dalam kemewahan yang berlebihan. Sifat kesederhanaan menjadi contoh bagi rakyatnya, sehingga dapat menciptakan hubungan yang lebih dekat antara pemimpin dan rakyat.

2. Keadilan (Adil)

Pemimpin diharapkan bersikap adil dalam mengambil keputusan dan menyelesaikan masalah. Keadilan menjadi dasar bagi stabilitas dan harmoni dalam masyarakat.

3. Keteladanan (Ajining Kendhat)

Pemimpin diharapkan menjadi teladan bagi rakyatnya dalam segala hal. Sikap dan perilaku pemimpin dapat memberikan inspirasi positif kepada masyarakat, sehingga tercipta suasana harmonis dan produktif.

4. Kesetiaan (Nyawang)

Pemimpin diharapkan setia kepada nilai-nilai moral dan prinsip-prinsip yang dipegang teguh. Kesetiaan terhadap nilai-nilai tersebut akan menciptakan kepercayaan dari rakyatnya.

5. Kepemimpinan yang Bijaksana (Pangastuti)

Pemimpin diharapkan memiliki kebijaksanaan dalam mengambil keputusan dan menanggapi situasi yang kompleks. Kepemimpinan yang bijaksana akan membawa kestabilan dan kemajuan bagi masyarakat.

6. Kemurahan Hati (Welas Asih)

Pemimpin diharapkan memiliki hati yang luas dan kemurahan hati terhadap rakyatnya. Sikap ini menciptakan kebersamaan dan rasa keadilan di tengah masyarakat.

7. Kerendahan Hati (Alim/Urip Lan Woso)

Pemimpin dihimbau untuk memiliki sikap rendah hati dan tidak sombong. Sikap ini akan membuat pemimpin lebih terbuka terhadap masukan dan aspirasi rakyatnya.

Pemimpin yang menerapkan nilai-nilai tersebut diharapkan dapat menciptakan pemerintahan yang baik, adil, dan berkelanjutan, serta dapat membawa kesejahteraan bagi masyarakatnya. Nilai-nilai tersebut mencerminkan konsep kepemimpinan yang berlandaskan pada moral dan etika, sejalan dengan tujuan Serat Wedhatama dalam memberikan petunjuk hidup yang baik dan benar.

Konsep kepemimpinan religius Jawa dalam Serat Wedhatama

1) Pemimpin harus memegang kuat Tri Prakara (tiga hal) yang disebut Tri Winasis, yaitu:

a. Kepandaian atau ilmu pengetahuan yang dimaksud, adalah kepandaian lahir dan batin (agama) bertujuan untuk kebahagiaan dunia dan akhirat.

b. Wirya atau Keluhuran (kedudukan) yang bertujuan seorang pemimpin diharuskan memiliki wibawa yang tinggi.

c. Kebahagiaan atau kekayaan disebutkan dalam kaitannya dengan "kesejahteraan batin", yaitu kekayaan hati yang hakiki, yang bertujuan untuk menyempurnakan kehidupan manusia baik di dunia maupun di akhirat.

2) Etika pemimpin menurut Serat Wedhatama, yaitu:

a. Mengenai tata krama (sopan santun).

b. Ajaran untuk selalu bersifat rendah hati.

c. Menghilangkan sifat ragu-ragu.

d. Ajaran larangan untuk bersikap sombong dan takabur.

e. Ajaran keteladanan yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW, dan Pangeran Senopati mengenai pokok ajaran-ajarannya.

f. Mengenai ajaran cinta kasih.

g. Ajaran untuk menghindari keserakahan.

h. Ajaran 3 (tiga) pegangan hidup para pemimpin (satria) Jawa, yaitu:

- Rela, artinya pengorbanan, persetujuan, atau tindakan tanpa paksaan.

- Sabar, artinya menahan diri dari tindakan atau reaksi negatif di tengah-tengah cobaan, kesulitan, atau tekanan.

- Ikhlas, artinya keadaan atau sikap ketulusan hati dalam melakukan sesuatu, tanpa menyimpan maksud atau motif tertentu selain untuk mencari ridha Tuhan atau untuk kebaikan bersama.

3) Konsep syarat untuk mencapai kepemimpinan religius yang tersirat dalam Serat Wedhatama, yaitu :

a. Menjauhi nafsu angkara.

b. Memahami ilmu kejiwaan dan kebatinan dalam mempelajari ilmu pengetahuan sebagai pegangan hidup di dunia dan di akhirat. Dengan menguasai Triloka (tiga alam, yaitu:

- Alam dunia (lahiriah).

- Alam astral (perasaan).

- Alam kelanggengan atau mental (angan-angan).

dan Tri Winasis sebagai syarat hidup seorang pemimpin, yaitu:

- Wirya (keluhuran/kekuasaan, yaitu berusaha bekerja semaksimal mungkin untuk mencapai kedudukan.

- Harta (kesejahteraan), yaitu mendapatkan modal yang halal semaksimal mungkin.

- Cindikia atau ilmu pengetahuan (kepandaian), yaitu berusaha mendapatkan ilmu pengetahuan.

c. Melaksanakan sembah raga, cipta, jiwa dan rasa, yaitu:

- Sembah raga (meningkatkan ilmu pengetahuan secara wajar)

Sembah raga bersifat lahiriah yang dilakukan dengan syarat pertama dengan air (air wudu) dan kewajiban melaksanakan salat 5 waktu yang dilakukan tetap dan tekun, bertujuan untuk menyegarkan atau menyehatkan badan jasmani dan menenangkan atau mententramkan hati.

- Sembah cipta (konsentrasi/fokus)

Sembah cipta atau sembah kalbu, yaitu menyembah Allah SWT, yang bertujuan untuk membersihkan kalbu (hati) dari penyakit hati, dengan syarat utama mengurangi hawa nafsu dan pensuciannya menggunakan air (wudu).

- Sembah jiwa (tawakal lahir batin atau berbakti kepada Tuhan)

Sembah jiwa merupakan sembah yang sudah tidak bercampur mengenai persoalan lahiriah maka disebut sebagai "laku batin". Sembah ini yang di tunjukkan kepada "sukma". Sembah ini boleh dikatakan penting sebab mempunyai hubungan dengan batin.

- Sembah rasa atau "sembah rasa sejati"

Merupakan sembah terakhir yang mempunyai tingkatan yang paling tinggi diantara sembah lainnya. Sembah ini bukan rasa yang bersifat lahiriah seperti, pahit, asin, manis, sakit, senang, dan sebagainya. Tetapi rasa sejatinya rasa, rasa yang paling halus yang menguasai segala rasa-rasa lahiriah, yang dapat merasakan hakekat kehidupan.

Isi Serat Wedhatama 

Edit from Canva
Edit from Canva

Serat Wedhatama yang ditulis oleh Mangkunegara IV terdiri dari 5 pupuh, yaitu Pangkur, Sinom, Pocung, Gambuh, dan Kinanthi.

1. Pupuh Pangkur (14 pupuh, I-XIV), membahas tentang figur manusia yang baik dari segi identitas, ilmu, dan karakternya.

2. Pupuh Sinom (18 pupuh, XV-XXXII), membahas tentang hak dan kewajiban spiritual kehidupan manusia.

3. Pupuh Pocung (15 pupuh, XXXIII-XLVII), membahas tentang persyaratan dasar hidup seorang manusia berupa pentingnya perjuangan dan pengetahuan untuk mendapatkan kekuasaan, kekayaan, dan keahlian untuk menempuh lautan kehidupan di dunia.

4. Pupuh Gambuh (35 pupuh, XLVIII-LXXXII), membahas tentang pemahaman dasar agama Islam untuk mendapatkan kasih dan karunia dari Allah SWT.

5. Pupuh Kinanthi (18 pupuh, LXXXIII-C) membahas tentang ajaran dan konsep dalam menjalani kehidupan di dunia ini dengan baik.

Isinya adalah falsafah hidup seperti hidup bertoleransi, menganut ajaran agama dengan bijaksana, bagaimana menjadi manusia yang sempurna dan bagaimana menjadi pribadi yang berkepribadian dermawan.

Konsep dan Pengertian Korupsi 

Edit from Canva
Edit from Canva

Hampir setiap hari kita mendengar tentang tindakan korupsi, baik yang dilakukan oleh penyelenggara negara maupun pelaku ekonomi lainnya, dan keadaan ini telah merambah ke setiap elemen kehidupan manusia. Situasi yang mengkhawatirkan ini telah dicari solusinya oleh Pemerintah maupun lembaga-lembaga lainnya untuk memperbaiki kasus korupsi, namun korupsi belum dapat terselesaikan degan baik.

Meskipun upaya pencegahan yang dilakukan pemerintah telah dilakukan secara maksimal, salah satunya adalah dengan dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia disingkat KPK, yang dibentuk pada tanggal 29 Desember 2003 berdasarkan kepada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002. Ada pula tindak pidana korupsi telah dijelaskan dalam 13 buah pasal dalam UU No. 31 Tahun 1990 dan UU No. 20 Tahun 2001. Dari segi hukum, tindak pidana korupsi pada umumnya mencakup unsur-unsur seperti perbuatan melawan hukum, penyalahgunaan kekuasaan, kesempatan atau sarana, memperkaya diri sendiri atau orang lain, usaha atau badan usaha lain, dan menimbulkan kerugian pada negara atau perekonomian negara.

Memahami arti korupsi dari akar etimologis. Kata "korupsi" berasal dari bahasa Latin.

a. Corruption (kata benda): hal merusak, hal membuat busuk, pembusukan, penyuapan, kerusakan, kebusukan, kemerosotan.

b. Corrumpere (kata kerja): menghacurkan, merusak, merusak bentuk, memutarbalikkan, membusukkan, memalsukan, memerosotkan, mencemarkan, menyuap, melanggar, menggodai, memperdayakan.

c. Corruptor (pelaku): perusak, pembusuk, penyuap, penipu, pengoda, pemerdaya, pelanggar.

d. Corruptus-a-um (kata sifat): rusak, busuk, hancur, tidak utuh, tidak murni, merosot, palsu.

Arti etimologis tersebut mengungkapkan gambaran tentang adanya kondisi keutuhan, kebaikan, dan kebenaran nyata yang telah merosot, dan kemerosotan itu merupakan akibat perbuatan seperti menyuap, menipu, memalsukan, merusak bentuk, dan semacamnya. Pelakunya disebut corruptor.

Menurut Syed Hussein Alatas dalam bukunya "Corruption and the Disting of Asia" menyatakan "bahwa tindakan yang dapat dikategorikan sebagai korupsi adalah penyuapan, pemerasan, nepotisme, dan penyalahgunaan kepercayaan atau jabatan untuk kepentingan pribadi". Menurut Hussein Alatas, wujud suatu perilaku korupsi dapat dikatakan jika mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

1. Korupsi senantiasa melibatkan lebih dari satu orang;

2. Korupsi pada umumnya melibatkan keserbarahasiaan, kecuali ia telah begitu merajalela, dan begitu mendalam berurat berakar, sehingga individu-individu yang berkuasa, atau mereka yang berada dalam lingkungan tidak tergoda untuk menyembunyikan perbuatan mereka;

3. Korupsi melibatkan elemen kejiwaan dan keuntungan timbal balik;

4. Mereka yang mempraktikan cara-cara korupsi biasanya berusaha untuk menyelubungi perbuatannya dengan berlindung di balik pembenaran hukum;

5. Mereka yang terlibat korupsi adalah mereka yang menginginkan keputusan-keputusan yang tegas, dan mereka yang mampu untuk memengaruhi keputusan-keputusan itu;

6. Setiap tindakan korupsi mengandung penipuan;

7. Setiap bentuk korupsi adalah suatu penghianatan kepercayaan;

8. Setiap bentuk korupsi melibatkan fungsi ganda yang kontradiktif dari mereka yang melakukan tindakan itu;

9. Suatu perbuatan korupsi melanggar norma-norma tugas dan pertanggungjawaban dalam tatanan masyarakat.


Secara umum, korupsi adalah tindakan penyalahgunaan kekuasaan atau jabatan untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau kelompok, seringkali dengan cara yang tidak sah atau tidak etis. Korupsi dapat terjadi di berbagai tingkatan, baik di sektor publik maupun di sektor swasta. Korupsi dapat mencakup berbagai bentuk, mulai dari suap, nepotisme, kolusi, hingga pencucian uang. Berikut adalah beberapa konsep dan pengertian terkait korupsi:

1. Penyalahgunaan Kekuasaan

Korupsi sering kali terjadi ketika seseorang yang memiliki kekuasaan atau tanggung jawab di dalam suatu organisasi atau institusi menggunakan kekuasaannya untuk keuntungan pribadi atau kelompoknya, dan bukan untuk kepentingan umum.

2. Suap

Suap adalah bentuk korupsi di mana seseorang memberikan atau menerima hadiah atau imbalan dengan maksud untuk mempengaruhi tindakan atau keputusan seseorang yang memiliki wewenang atau kekuasaan.

3. Nepotisme

Nepotisme terjadi ketika seseorang yang memiliki kekuasaan memberikan perlakuan istimewa kepada anggota keluarganya atau orang-orang terdekatnya dalam hal pengangkatan atau pemberian posisi atau kontrak.

4. Kolusi

Kolusi terjadi ketika dua pihak atau lebih bekerja sama untuk mencapai kepentingan bersama, seringkali dengan mengorbankan pihak ketiga atau kepentingan publik.

5. Pencucian Uang

Pencucian uang melibatkan penggunaan dana yang diperoleh secara tidak sah, misalnya melalui korupsi, dan berupaya menyembunyikan asal usul dana tersebut secara tidak sah.

6. Kurangnya transparansi

Korupsi sering dikaitkan dengan kurangnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan dan kebijakan publik.Ketidaktransparanan memudahkan terjadinya praktik-praktik korupsi karena tindakan tersebut dapat disembunyikan dari perhatian publik.

7. Kerugian bagi Pembangunan

Korupsi dapat memiliki dampak yang merugikan bagi pembangunan suatu negara. Dana yang seharusnya digunakan untuk pembangunan infrastruktur, kesehatan, pendidikan, dan sektor publik lainnya dapat disalahgunakan, menghambat pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

8. Pelanggaran Etika dan Hukum

Korupsi adalah pelanggaran terhadap norma-norma etika dan seringkali juga merupakan pelanggaran hukum. Banyak negara memiliki undang-undang yang melarang dan menghukum tindakan korupsi.

Pemberantasan korupsi menjadi fokus utama banyak pemerintah dan organisasi internasional karena dampak negatifnya yang dapat merugikan stabilitas sosial, ekonomi, dan politik suatu negara. Upaya-upaya pencegahan dan penindakan terhadap korupsi melibatkan langkah-langkah transparansi, perbaikan sistem hukum, penguatan lembaga anti-korupsi, dan pembentukan kesadaran masyarakat.


Masalah Subjek Dalam Tindak Pidana Korupsi 

Masalah subjek dalam tindak pidana korupsi melibatkan pihak-pihak yang terlibat atau terlibat dalam pelaksanaan atau peran dalam tindakan korupsi. Subjek-subjek ini dapat mencakup individu atau kelompok yang terlibat dalam tindakan korupsi. Beberapa masalah subjek yang seringkali muncul dalam konteks tindak pidana korupsi melibatkan:

1. Pejabat Publik

Pejabat publik sering menjadi subjek utama dalam tindak pidana korupsi karena mereka memiliki kekuasaan atau kewenangan dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan sumber daya publik. Pejabat publik yang terlibat dalam penerimaan suap, nepotisme, atau kolusi dapat menjadi subjek pidana korupsi.

2. Swasta dan Bisnis

Pihak swasta atau perusahaan juga dapat menjadi subjek dalam tindak pidana korupsi, terutama ketika mereka terlibat dalam memberikan atau memberikan suap kepada pejabat publik untuk mendapatkan keuntungan bisnis yang tidak sah.

3. Perantara atau Perantara Bisnis

Agensi atau individu yang bertindak sebagai perantara atau perantara bisnis dalam proses transaksi atau kesepakatan bisnis juga dapat terlibat dalam tindak pidana korupsi. Mereka mungkin membantu menyembunyikan transaksi suap atau memfasilitasi pertukaran ilegal yang merugikan kepentingan umum.

4. Masyarakat Sipil

Meskipun lebih jarang, ada kasus di mana anggota masyarakat sipil atau kelompok aktivis juga terlibat dalam tindak pidana korupsi. Misalnya, mereka dapat menerima suap atau memanfaatkan posisi mereka untuk keuntungan pribadi.

5. Media

Dalam beberapa kasus, media atau wartawan dapat terlibat dalam tindak pidana korupsi, terutama ketika mereka menerima suap atau memberikan informasi palsu untuk keuntungan tertentu.

6. Pihak Ketiga atau Penghubung

Individu atau lembaga yang bertindak sebagai pihak ketiga atau penghubung dalam transaksi korupsi juga dapat menjadi subjek. Mereka dapat membantu memfasilitasi atau menyembunyikan tindakan korupsi.

7. Individu di Sektor Keuangan

Individu di sektor keuangan, seperti bankir atau akuntan, juga dapat terlibat dalam tindak pidana korupsi ketika mereka membantu menyembunyikan atau memfasilitasi aliran dana ilegal yang terkait dengan tindakan korupsi.

Penting untuk diingat bahwa tindak pidana korupsi melibatkan hubungan yang kompleks antara berbagai pihak, dan seringkali penanganan kasus korupsi memerlukan kerja sama antara lembaga-lembaga penegak hukum, regulator, dan masyarakat sipil. Proses penegakan hukum harus dilakukan secara adil dan transparan untuk mencapai keadilan dalam menangani masalah subjek tindak pidana korupsi.

Korupsi dalam Perspektif Good Governance

Good governance atau tata kelola yang baik adalah konsep yang berkaitan erat dengan prinsip-prinsip pemerintahan yang efektif, transparan, partisipatif, dan berorientasi pada keadilan. Korupsi dalam perspektif good governance dianggap sebagai salah satu hambatan serius terhadap pencapaian good governance. Berikut adalah beberapa aspek korupsi dalam konteks good governance:

1. Transparansi

Good governance menekankan pentingnya transparansi dalam kebijakan publik, pengelolaan sumber daya, dan pengambilan keputusan. Korupsi menghambat transparansi karena melibatkan tindakan-tindakan yang tidak terbuka dan dapat merugikan kepentingan umum.

2. Akuntabilitas

Salah satu prinsip good governance adalah akuntabilitas, yaitu kewajiban untuk bertanggung jawab atas tindakan dan keputusan. Korupsi merusak akuntabilitas karena seringkali pelaku korupsi tidak bertanggung jawab atas tindakan mereka dan dapat menghindari pertanggungjawaban.

3. Partisipasi Masyarakat

Good governance mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam proses pengambilan keputusan. Korupsi dapat menghambat partisipasi ini dengan menciptakan lingkungan di mana kepentingan pribadi lebih diutamakan daripada kepentingan masyarakat.

4. Ketertiban Hukum

Good governance memerlukan ketertiban hukum yang kuat untuk melindungi hak dan keadilan. Korupsi dapat merusak ketertiban hukum dengan mempengaruhi proses peradilan dan membuat hukum tidak adil.

5. Efisiensi dan Efektivitas

Good governance menuntut efisiensi dan efektivitas dalam penggunaan sumber daya. Korupsi dapat merugikan efisiensi dan efektivitas karena sumber daya yang seharusnya digunakan untuk kepentingan umum dapat dialihkan untuk kepentingan pribadi.

6. Pemberantasan Kemiskinan

Good governance bertujuan untuk mengurangi ketidaksetaraan dan kemiskinan. Korupsi dapat menyebabkan pemanfaatan sumber daya yang tidak adil, merugikan lapisan masyarakat yang lebih miskin, dan menghambat upaya pemberantasan kemiskinan.

7. Kepemimpinan yang Bersih

Good governance menekankan pentingnya kepemimpinan yang bersih dan berintegritas. Korupsi merusak citra kepemimpinan dan dapat menghasilkan kebijakan yang tidak sesuai dengan kepentingan umum.

Upaya pemberantasan korupsi menjadi bagian integral dari implementasi good governance. Langkah-langkah seperti pembentukan lembaga anti-korupsi, peningkatan transparansi, penegakan hukum yang adil, dan partisipasi aktif masyarakat merupakan strategi yang umumnya diadopsi untuk mencapai good governance dan mengurangi tingkat korupsi dalam suatu negara atau organisasi.

Hubungan Kepemimpinan Serat Wedhatama dalam Upaya Pencegahan Korupsi 

Berikut ini merupakan penerapan ajaran Serat Wedhatama dalam upaya pencegahan korupsi:

1. Pemimpin harus memiliki sifat jujur dan dapat dipercaya. Pemimpin yang jujur akan selalu berkata dan bertindak jujur, sehingga tidak akan berani menerima suap atau melakukan korupsi lainnya.

2. Pemimpin harus memiliki sifat adil dan bijaksana. Pemimpin yang adil akan selalu bersikap adil terhadap semua orang, sehingga tidak akan melakukan korupsi demi kepentingan pribadi atau kelompoknya

3. Pemimpin harus memiliki sifat luhur budi dan keteladanan. Pemimpin yang memiliki budi pekerti yang luhur akan selalu bersikap baik dan hormat kepada semua orang, sehingga akan menjadi panutan bagi bawahannya.

Dengan menerapkan ajaran-ajaran Serat Wedhatama dalam kepemimpinan, maka upaya pencegahan korupsi dapat menjadi lebih efektif.

DAFTAR PUSTAKA 

Yudiaatmaja, F. (2013). Kepemimpinan: konsep, teori dan karakternya. Media Komunikasi FPIPS, 12(2).

KOMARUDIN, A. (2014). Konsep Kepemimpinan Jawa KGPAA Mangkunegara IV (Studi terhadap Serat Wedhatama) (Doctoral dissertation, UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA).

Serat wedhatama: mandiri caraka trah Mataram. (2010). Indonesia: Narasi.

Herry-Priyono, B. (2018). Korupsi: melacak arti, menyimak implikasi. Indonesia: PT Gramedia Pustaka Utama.

Putri, D. (2021). Korupsi Dan Prilaku Koruptif Tarbiyah bil Qalam: Jurnal Pendidikan Agama dan Sains, 5(2).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun