Langkahku menyusuri lorong senja sejauh tatapan mataku hanya merunduk
terngiang tertawamu  memiliki rasa kemenangan
seperti petir menyambar menghapus kepecayaan yang baruku ucapkan
kau menikmati dan  puas dengan kekalahanku
Â
Seperti ternista saat itu
Siang hari bagai malam yang gelap gulita
Pelangipun tampak kelabu
Angan ini seperti berjalan di awan gelapÂ
Tak mampu selamanya menapaki langkah ini saat jalan di lorong kehdupan
bahagiamu melihatku yang  jatuh tersungkur...
Waktu terasaÂ
Kelam tak mampu aku menerjemahkan apa yang terjadiÂ
dalam sebuah goresan dan angan bertanya-tanya apakah ini kebetulan ataukah  sengaja Â
Rentetan peristiwa bertubi-tubi menjatuhkan asaÂ
Pertahanan pikiran mengolah kebenaran berusaha untuk memahamiÂ
Semua pengap di dada
Kecewa di hatiku
Mati rasaÂ
Luka yang tak berdarahÂ
Menyayat kembali goresan ini yang sampai kapan aku mampu menyembuhkan?
Aku hanya merunduk dan menghindar saat  iniÂ
Jalan ini sudah ada yang memberikan aturan
Bujuk dalam hati
Nasehat dan nasehat hati datang
Berpetuah
Buktikan dengan cinta dan keimanan yang kau miliki dan keu percayai
setulus hati kau harus menerimanya
waktu akan menghapus jejak iniÂ
mengobati luka dengan kenikmatan lainÂ
Jalan indah yang diberikan Ilahi pada yang mampu menjalani
diri mencoba meredam laraÂ
Pada saatnya ada rasa lelah dan kesakitanÂ
Jatuh sampai membeku darah lebam, Â hanya derai air mata bila mengingat Â
Ribuan dusta yang datang dari orang terdekat  lebih dalam menyayatnyaÂ
Awan gelap menggelayut dalam anganÂ
Saat menjadi manusia lemah yang lain akan bahagia mungkin juga
Tatap lorong jalan itu masih legangÂ
Mungkin awan gulita saat ini peneduh
untuk menyampaikan keikhlasanÂ
berjuang ... Â Â
saat diam berbisikÂ
Bebaskan diri ... bujuk diri ...
tangis kebebasan akan datang mengganti
stand up .... Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H