Mohon tunggu...
Wiwik Roslina
Wiwik Roslina Mohon Tunggu... Editor - Editor, Penanggung Jawab, Penulis

Aktif sebagai editor, KPJ, PJ, dan penulis dalam kepenulisan buku cerpen, puisi, pentigraf, syair, dan novel. Telah menelurkan belasan buku antologi dan novel yang berjudul "Akhir dari Impian Shinta". Penulis bisa disapa di nu.green.wee@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Duka di Balik Pengkhianatan Cinta

21 Januari 2025   16:39 Diperbarui: 21 Januari 2025   16:39 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Duka di Balik Pengkhianatan Cinta

karya: Wiwik Roslina

"Tuuut... Tuuut... Tuuut..." dering pesan suara dari gawai milik Ferry berbunyi.

"Tumbenan handphone Ayah ditinggal..." lirih Mitha.

Segera ia meraih gawai milik suaminya yang diletakkan di atas meja, tidak jauh dari tempatnya sedang duduk menikmati secangkir teh tubruk hangat di sore hari sepulang bekerja di sekolah swasta, sebagai tenaga administrasi.

Spontan wajah Mitha memerah, ubun-ubunnya memanas. Diremasnya handphone tersebut hingga hampir mencuat dari genggamannya.

"Ayah... main sini donk... Bawain bunda es campur, ya"

Masih di menit yang sama, masuk lagi chat dari kontak yang bernama Suprapto, "Ayah... Koq dibaca doank??"

Selang satu menit, layar handphone berubah dengan tulisan "panggilan masuk" yang tentu saja dari kontak yang bernama Suprapto itu.

Mitha menggeser gambar lingkaran merah ke arah atas, yang artinya telepon diterima. Tak sepatah katapun keluar dari lisan wanita gemuk dengan sebagian rambut berwarna abu-abu yang dulunya kembang desa.

"Ayah... Koq gak jawab chat bunda? Ayah tahu gak? Bunda lagi kangen banget sama Ayah, kesini donk, Yah... Bawain es campur, sekalian sama gorengan juga boleh, Yah!"

"Ayah lagi ada dimana? Lagi gak sama nenek lampir kan?"

"Ayah... "

"Ayaaahhh!!!" ucap wanita yang bernama Sundari dari balik gagang telepon dengan suara agak tinggi.

"Sudah selesai ngomongnya?" Mitha bertanya dengan suara datar, namun sesak yang amat sangat di dada.

Terkejutlah Sundari mendengar suara wanita yang sangat ditakutinya itu. Bak mendengar suara gemuruh petir, segera dimatikannya sambungan telepon itu.

"Ayah masih behubungan dengan Selvia?" tanya Mitha dengan tenang, mencoba menahan kecewa yang kini muncul lagi setelah sembilan tahun berlalu.

Bella yang tak sengaja mendengar ucapan sang Ibu ketika Ia baru membuka pintu, pulang dari kantor langsung melonjak ke arah sang ayah, "Apa?? Masih berhubungan? Maksudnya apa ini? Ayah pernah selingkuh dengan Bu Selvia?"

"Ooh, pantesan Ayah langsung gelagepan waktu Bella temuin di warung Bu Selvia! Jadi benar Ayah selingkuh sama Bu Selvia?" tanya Bella lagi dengan nada tinggi dan berapi-api.

Dengan tatapan kecewa dan benci, gadis tersebut menyorotkan kedua matanya yang mulai berembun ke arah pria selalu menjadi teladannya. Tak segan ia menarik lengan kiri kemeja ayahnya. Hancur sehancur-hancurnya hati si bungsu, sosok yang selama ini sangat ia banggakan, kini berubah 180 derajat, tak ada lagi respek dimata Bella kepada sang Ayah.

Ferry tertunduk malu, diam seribu bahasa. Wajahnya merah bak udang rebus. Hatinya berdegup kencang.

"Gak  apa-apa... Ayah kawinin saja dia! Ibu gak masalah, Bell... Kehidupan kita akan tetap baik-baik saja!" ucap Mitha seraya memeluk dan menepuk pundak putrinya.

Sontak Bella melepaskan rangkulan sang Ibu, mencium kedua pipi wanita yang sangat Ia sayangi, membisikkan kata "Don't worry, Mom! I'll be okay!" ke telinga sang Bunda, berlari menuju teras, lalu menstarter motor Beatnya dengan kencang.

"Beeell! Bellaaaa!!! Jangan pergiii..." Mitha berusaha meraih bungsunya, namun tak berhasil.

"Viiinn!! Keviiinnn!! Turuun!! Adikmu kabur!!" teriak Mitha tergopoh-gopoh menaiki anak tangga.

Ditinggal oleh anak rasanya jauh lebih sakit daripada dikhianati pasangan. Sudah kebal ia dengan kelakuan suaminya. Jika bukan karena mempertimbangkan perasaan anak-anaknya, sudah lama ia meninggalkan Ferry, si pria hidung belang.

Sepuluh anak tangga sudah ditapakinya, namun Kevin tak kunjung nampak di hadapannya.

"Brakk!" Mitha mendorong pintu kamar Kevin dengan sangat kencang. Kamar itu sepi, tak ada penghuninya.

Di bawah sana, Ferry masih saja berdiri kaku. Pandangannya kosong. Ia tak mengira kalau putri satu-satunya yang sangat dekat dengannya kini meninggalkannya dengan perasaan marah dan kecewa.

"Assalamualaikum!" suara keras dari luar pagar menyadarkan Ferry.

"Waalaikumsalam" jawab Ferry cepat menuju sumber suara tersebut.

"Pak Ferry! Gawat!! Bella kecelakaan!!" teriak Salim dengan sangat keras, saking kerasanya sampai terdengar dari lantai dua.

"Ya Allah, Bella!!" teriak Mitha histeris.

Buru-buru mereka bertiga menuju tempat Bella mengalami kecelakaan sampai lupa mengunci pintu dan pagar. Dari jarak sepuluh meter nampak sekujur tubuh tergeletak di atas aspal yang dikerubungi belasan massa. Pemandangan tersebut menggugah Mitha untuk berlari lebih cepat.

Dirangkulnya tubuh yang sudah kaku itu, "Bellaa!! Bellaa!! Jawab sayang!" teriak Mitha dengan suara parau.

Namun, jangankan menjawab, menggerakkan sedikit bagian tubuhnya saja tidak. Ferry mencoba mendeteksi keadaan bungsunya. Ia mendekatkan jarinya ke hidung bungsunya, lalu menekan nadi pada pergelangan sang anak gadis. Penasaran, Mitha ikut memeriksa, didekatkan telinganya ke dada Bella.

Terdengar samar suara dari kerumunan, "sepertinya sudah meninggal"

"Kasihan, baru belok langsung ketabrak truk, kenceng banget bawanya"

Kedua alis Mitha menyatu di tengah dahi, sorot matanya utuh ke arah wajah Ferry dengan intensitas dan ketidakpuasan. Tatapannya bagai pisau tajam yang menusuk langsung ke relung hati pria itu. Pupurnya melebar, menunjukkan adrenalin yang meningkat, disertai kerutan disudut matanya, memberikan kesan ketegangan dan kemarahan yang mendalam kepada pria yang kini sangat dibencinya, "Puas Kamu, Fer!"

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun