Aku baru terbangun oleh sebuah suara teriakan keras.
“Di luar masih ada empat lagi!”
Kudorong halus Luna agar berdiri tegak lagi, sebelum aku melesat ke depan menjebol pintu.
***
Aku pura-pura terhuyung saat dibimbing petugas polisi berseragam kaos “TURN BACK CRIME” itu. Dan Luna menyambutku dengan lega.
“Ya ampun, Fandy! Kamu baik-baik saja? Kamu tadi ngilang ke mana?”
“Saudara Fandy kami temukan di gudang belakang,” petugas reserse berkumis tipis itu menjelaskan. “Agaknya para pelaku memukulnya sampai pingsan lalu mengurungnya di sana. Istirahat dulu di sini ya. Anda berdua nanti boleh pulang sesudah memberikan keterangan pada petugas.”
Luna mengangguk. “Ya, Pak. Baik. Terima kasih.”
Reserse itu meninggalkan kami, ikut sibuk dengan rekan-rekannya melakukan olah TKP dan menanyai para mantan sandera. Dan aku meneruskan aktingku dengan duduk kepayahan sambil memegangi jidatku.
“A-ada apa? Apa yang terjadi barusan?” tanyaku pelan.
“Kita baru saja disandera. Ada serangan teroris kayak di Thamrin dulu itu!” sahut Luna cepat, lalu menatap ke arah lain. “Tuh breaking news-nya!”