Mohon tunggu...
Wisnu  AJ
Wisnu AJ Mohon Tunggu... Wiraswasta - Hidup tak selamanya berjalan mulus,tapi ada kalanya penuh dengan krikil keliril tajam

Hidup Tidak Selamanya Seperti Air Dalam Bejana, Tenang Tidak Bergelombang, Tapi Ada kalanya Hidup seperti Air dilautan, yang penuh dengan riak dan gelombang.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Senandung Cinta dari Selat Malaka "16" (TMN 100 H)

30 Maret 2016   16:00 Diperbarui: 30 Maret 2016   16:27 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“ Iya bu”.

“ Bontot yang ibu siapkan udah kau bawa?”.

“ Belum bu, aku hampir lupa”. Azis masuk keruangan dapur dan mengambil bontot yang disiapkan oleh ibunya untuk dijalan. Bontot itu disiapkan oleh ibunya sebelum ia sholat Subuh. Ada nasi satu bungkus, ikan dan sayur, serta satu botol mineral teh manis, dan beberapa potong kue kering. Azis mengambil bungkusan besar itu dan membawanya keluar. Bungkusan itu diletakkannya distang sepedanya.

“ Bu, aku berangkat ?”, Azis mencium tangan ibunya. Ada tetesan bening yang sejuk membasahi tangannya. Azis tahu kalau ibunya itu menangis.

“ Iya, hati hati kau dijalan?”, Wanita separoh banya itu memeluknya dan mencium kepalanya.

Ada juga perasaan sedih dihati Azis. Walaupun jarak Sinaboi dengan kota Bagan Siapi Api hanya dua puluh lima kilo meter, bisa ditempuh dalam perjalanan satu jam, namun kepergiannya ini, meninggalkan rasa sedih yang sangat.

Dia mengayuh sepedanya meninggalkan rumahnya yang semakin jauh, dan meninggalkan Sinaboi secara perlahan lahan.. Angin yang bertiup dari laut Selat Malaka terasa begitu sejuk subuh itu, membuat Azis merasa segar. Jalanan dari Sinaboi menuju kota Bagan Siapi Api, masih terasa sepi, hanya satu dua kenderaan yang melintas. Dia sedikitpun tidak merasa takut dijalan yang sepi itu.

Diatas sepeda yang dikayuhnya, Azis terbayang akan masa masa ketika dia masih kecil bersama ayahnya. Kemanapun mereka pergi tidak pernah memakai sepeda, walaupun sepeda di kampungnya merupakan transport yang sangat penting. Keluarganya sewaktu ayahnya masih hidup, tidaklah merupakan keluarga yang kaya raya, tapi melainkan adalah keluarga yang sederhana dan berkecukupan. Termasuk dalam hal transport ayahnya membeli sepeda motor untuk mereka.

Tapi kini semua itu telah berakhir, seiiring dengan kepergian ayahnya untuk selama lamanya. Hidup memanglah seperti roda pedati, berputar pada sumbu dan rotasi pada garisnya. Hari ini mungkin kehidupan membuat kita lupa akan segala galanya, karena kita memiliki harta, kekuasaan, dan apa saja yang ada bisa untuk dibeli, karena uang yang kita miliki berlimpah.

Tapi mungkin besok, apa yang kita miliki telah musnah dengan sekejap mata. Benarlah apa yang dikatakan didalam kitab suci Al-Qur’an itu, segala sesuatu yang kita miliki adalah, merupakan amanah dan titipan yang diberikan oleh tuhan. Suatu saat titipan itu akan diambilnya kembali.

Jam satu siang Azis telah sampai di desa Sungai nyamuk. Iya memarkirkan sepedanya dihalaman sebuah Mushollah. Kemudian dia mengambil wudhuk, untuk melaksanakan sholat Dzuhur. Dia tampak  berdoa  dengan khusuk setelah sholat. Tak terasa air matanya menetes membasahi bajunya. Sesekali tangannya menyeka air mata yang menetes itu. Walaupun sesungguhnya dia telah mencoba untuk menahan rasa sedihnya, namun dalam doa yang dibacakannya, ternyata dia tak punya kekuatan untuk menahan airmatanya itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun