Selain itu, gagasan Gembel lainnya adalah melatih anak-anak petani menjadi Q Grader dan juga Barista.
Dengan melatih anak - anak petani menjadi Q Grader dan Barista, bisa dibayangkan sumber daya manusia anak petani kopi ke depan akan mampu menjadikan kopi Gayo sebagai kekuatan ekonomi yang tinggi karena kopi tidak lagi dijual mentah berupa greenbeans.
Selama ini margin market tersebut keuntungannya diambil pengusaha asing. Masalahnya adalah, maukah pengurus koperasi koperasi melakukan hal ini dan keluar dari titik aman yang hanya membangun fisik dari uang petani kopi?
Selain pada koperasi, Gembel juga berharap para eksportir kopi Gayo juga mulai ikut membantu percepatan pembangunan  manusia  petani kopi dengan mendidik anak petani.
" Jika semua pihak yang terlibat dari perdagangan kopi ini mengambil peran langsung, maka kesenjangan antara petani dan pengusaha bisa mulai dikurangi", tegas Sadikin Gembel.
Sementara itu, Gembel juga sangat mendukung upaya Pemda Bener Meriah yang dikatakan Wabup, Tengku Syarkawi Abdussamad. Menurut menurut Syarkawi, Para mahasiswa dari Bener Meriah akan dilatih enterprenership, khususnya menjual kopi Gayo.
Para mahasiswa anak petani kopi ini ke depan dilatih berdagang komoditi andalan ini sebagai penyumbang PAD.
Hal ini , ujar Gembel , senada dengan apa yang disebutnya dengan  "Kopi Ransel". Dijelaskan, mahasiswa Gayo yang sedang merantau mulai meraup rupiah dengan cara berjualan kopi Gayo.
Kopi Gayo yang sudah terkenal karena rasa dan aroma khasnya, dijual mahasiswa Gayo anak petani kopi dimana saja mereka berada.
Bermodalkan ras Ransel seperti layaknya kuliah, semua peralatan kopi dari saji manual ditempatkan dalam tas dan bebas dibawa kemana saja dan kapan saja.
"Segmen pasarnya sangat luas , biaya murah, sehingga bisa dilakukan siapa saja ", papar Gembel.