Mohon tunggu...
Laksamana Fadian Z.R.
Laksamana Fadian Z.R. Mohon Tunggu... Politisi - A writer, Debater, Philantrophist

Mawapres Utama UM 2019 YSEALI Alumni

Selanjutnya

Tutup

Gadget

Bagikan: Sebuah Startup dan Konsep Karya Laksamana FZR untuk SDGs Zero Hunger dan Bumi Hijau

2 Juni 2019   13:34 Diperbarui: 2 Juni 2019   13:41 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Bonus demografi untuk Indonesia emas 2045 tidak akan menjadidistopia indah semata. Sebab menurut buku Proyeksi Penduduk Indonesia 2015-2045yang disusun oleh Bappenas[1] dan BPS[2],bonus demografi akan ditemani dengan lonjakan populasi menembus 300 juta jiwa (Bapennas, 2018).  Dari sekian besar angka populasi ini, ada dua ironi yang membuat kita skeptis terhadap prediksi kejayaan Indonesia 2045. Pertama, semakin banyak populasi berarti semakin banyak kebutuhan pangan.

Fakta membuktikan bahwa lahan pertanian semakin tergeser dengan proyek pembangunan real-estate, ditambah dengan merosotnya minat generasi pemuda digital native untuk menjadi petani atau nelayan (Susilowati, 2016). Padahal, Indonesia telah meratifikasi masterplan ketahanan pangan sebagai poin kedua SDGs 2030 sejak 2 Agustus 2015 (Ishartono, 2016). Patutkah kita beroptimis apabila generasi pembangun Indonesia emas 2045masih belum terpenuhi gizi sebagai perkembangan intelejensinya?

Kedua, berkenaan dengan peningkatan output limbah, hal ini terjadi karena surplus populasi yang lahir hingga 2045 akan menghasilkan beragam polutan tambahan. Data Kementrian Lingkungan Hidup menyebutkan bahwa sisa makanan (sampah dapur) menjadi penyumbang limbah terbesar Indonesia (Amir, 2016).

The Economist Intelligence Unit 2016 juga menganugerahkan Indonesia sebagai negara dengan limbah makanan terbesar nomor dua di dunia (Bisara, 2017). Jumlah makanan yang terbuang sia-sia (Food waste) mencapai 13 juta ton. Angka fantastis itu dapat memenuhi kebutuhan makan 11% dari populasi Indonesia atau sekitar 28 juta dari 250 juta penduduk. Angka 28 juta hampir setara dengan keseluruhan penduduk miskin di Indonesia tahun 2018 (BPS, 2018). Sungguh ironis bukan?

Implikasi negatif dari food waste tidak selesai disitu. Memproduksi makanan memiliki operational cost yang sangat besar. Pasalnya, produksi melibatkan subsidi tani, impor sebagai penyebab defisit neraca dagang, hingga hyper-farming yang menghasilkan pencemaran limbah pupuk-pestisida (Brigita, 2013).

Pembuangan makanan akan meningkat sebab bisnis kuliner kian meroket dengan tren kebiasaan Eating out (Yuliawati, 2018), dan cukup miris apabila makanan layak konsumsi disimpan hingga membusuk atau dibuang, sedangkan sebagian masyarakat lain kelaparan hingga anaknya terjangkit stunting. Melihat problematika yang mengancam seluruh strata masyarakat menuju 100 tahun Indonesia, sebuah digital platform yang bernama "BagiKan!" kami kembangkan untuk mengatasi masalah redistribusi makanan sebagai kebutuhan pokok dan limbah makanan secara bersamaan, dengan mudah dan efisien.

"BagiKan!" datang dengan terobosan teknologi platfrom berbasis Global PositioningSystem (GPS) yang dapat diakses lewat aplikasi, website, dan sms-gateway. "BagiKan!" secara sederhana menghubungkan user yang memiliki makanan/bahan makanan baik dalam keadaan utuh, sisa, atau tidak layak makan untuk diditribusikan kepada pihak yang membutuhkan dengan lokasi akurat. Dalam platfrom ini, semua dapat berbagi, baik sebagai donatur makanan ataupun distributor.

Kondisi makanan yang didistribusikan antara lain seperti makanan berlebih yang masyarakat hasilkan secara tak terduga seperti penjualan usaha kuliner yang tidak sesuai target, bahan masakan dan makanan yang tersisa setelah hajatan dan acara organisasi, ataupun murni memasakkan untuk yang membutuhkan tanpa repot melakukan survei.

Pendistribusian makanan dengan kondisi tersebut dapat melewati skema jual dengan harga minimalis, atau didonasikan dalam bentuk amal. Sedangkan bagi makanan sisa tidak layak makan dan membasi, maka makanan tersebut akan disalurkan ke user "BagiKan!" Seperti Usaha KecilMenengah (UKM) produsen pelet ikan dan ternak, hingga petani yang membutuhkanbahan pupuk. BagiKan memiliki urgensi yang sangat tinggi sebab berbagai upayadi sektor ketahanan pangan dan reduksi limbah masih mengalami jalan buntu.

Pertama, urgensi "BagiKan!" Muncul disaat dua program unggulan pemerintah bernama KRPL[3] dan BEKERJA[4] sebagai upaya ketahanan pangan danpemenuhan kebutuhan gizi masih mengalami kendalaoperasional (Putri et al., 2015). Hal ini terjadi sebab prioritas negara sungguhlah banyak,apalagi organisasi relawan (NGO[5])berbagi makanan seperti HungerBank yang kapabilitas operasinya rendah.

Rendahnya kapabilitas ini dikarenakan tidak menentunya bantuan donatur,keterbatasan tenaga lapangan, sulitnya penyimpanan distribusi makanan terpusat,dan sulitnya pemetaan target donasi makanan yang terpencar. Berbeda dengan HungerBankyang berjalan secara konvensional, GiFood datang dengan solusi berbagi makananonline. Hanya saja, platform hanya terbatas di situs website dan bekerja dengancara sharing makanan lewat linimasa seperti Facebook yang tidak menjajikankeberlanjutan program.

Begitupun upaya pengendalian output limbah makanan. Telah lama iklan masyarakat menggaungkan gerakan 3R dan #ZeroWaste. Akan tetapi tidak ada ada platform yang memfasilitasibudaya 3R terutama dengan limbah makanan. Regulasi pengolahan limbah yang ditujukanke tiap unit usaha kuliner juga tidak memungkinkan, apalagi mengatur pengolahanlimbah tiap unit rumah tangga. Pada akhirnya, limbah makanan itu akan tercampurdengan sampah lainnya di TPA karena "simpan & buang" akan mejadilingkaran setan di masyarakat digital yang serba instan.

Dari dua upaya yang belum memiliki efek signifikan tersebut, "BagiKan!" Hadir dengan konsep berbagi dalam platform digital demi memudahkan redistribusi pangan dan menjadi ujung tombak dalam menggapain Indonesia Emas 2045 dengan generasi intelektual dan sehat. Cara kerja platform "BagiKan!" Mengikuti bagan alur berikut:

Tentu diperlukan kanal distribusi agar seluruh masyarakat di wilayah rural sekalipun mendapatkan akses redistribusi makanan. Untuk merealisasikan keefektivan distribusi, "BagiKan!" Hadir dengan pilihan mode distribusi sesuai rekomendasi tabel dibawah ini:

Model Distribusi

Mekanisme Distribusi

Deksripsi Model

Mode I

Makanan / bahan makanan diambil oleh  pihak (user) yang membutuhkan secara langsung ke lokasi GPS yang ditentukan  oleh si pemilik makanan setelah proses upload

Mode ini merupakan cara paling mainstream agar usaha restoran atau  user "BagiKan!" yang ingin  mendonasikan / menjual makanannya dapat diakses oleh pihak terdekat. User  sebagai pihak yang membutuhkan makanan dapat melihat beragam pilihan maknaan  di "Radar Makanan" dan dapat melakukan filter hasil berdasarkan jarak dan  kategori makanan.

Notifikasi juga akan muncul setiap kategori favorit  dibagikan oleh user donatur dalam radius terdekat. Sedangkan bagi pihak yang  tidak memiliki gadget dapat diberitahu oleh masyarakat yang mendapat  notifikasi pihak pemberi makanan di sekitarnya. User kebanyakan akan berasal  dari kalangan mahasiswa kost atau masyarakat umumnya yang telah sadar akan  potensi ancaman limbah makanan. Metode ini juga cocok bagi usaha kuliner yang  ingin menjual makanan sisa layak untuk dijual dengan harga minim.

Mode II

Makanan  / bahan diambil oleh pihak aktivis organisasi kemasyarakatan, karang taruna,  hingga user biasa yang mendedikasikan dirinya sebagai pihak distributor dan  diteruskan ke pihak yang membutuhkan

Metode  ini merupakan cara termudah untuk menyalurkan donasi makanan tanpa harus  melakukan visitasi ke lembaga yang membutuhkan satu per satu. Makanan instan  atau kaleng juga dapat didistribusikan lewat mode II ke daerah 3T ataupun  daerah pasca bencana. Skenario distribusi NGO ke institusi seperti pondok  manula sangatlah vital, sebab akan ada tahap "ageing population" dimana populasi non-produktif diatas 60 akan  mendominasi piramida penduduk. Ageing population terjadi disaat bonus  demografi berakhir pada transisi 2035. Mirisnya, tidak semua masyarakat tua  memiliki bekal investasi khusus atau anak yang menemani. Sehingga, bantuan  pokok berupa makanan atau bahan sangatlah berharga.

Mode III

Makanan / bahan diantarkan langsung  oleh pihak pemberi  makanan ke titik  pilihan yang telah direkomendasikan lewat GPS oleh masyarakat sekitar

Masyarakat yang menemui keluarga tidak  mampu atau anak yatim misalnya dapat menentukan titik GPS dari kediaman  mereka. Dalam metode distribusi ini, donatur juga dapat terhubung langsung  dengan ojek online untuk delivery makanan dari titik yang direkomendasikan  user lain.

Dalam memaksimalkan kinerja "BagiKan!" dan partisipasi masyarakat, beberapa tahap akan dikakukan, antara lain:

1) Sosialisasi

Sosialisasi dilakukan oleh staff developer "BagiKan!" per wilayah  untuk menjelaskan tujuan dan gambaran masyarakat setelah "BagiKan!" dicanangkan. Sosialisasi berfungsi sebagai socialengineering yang ditujukan ke tiap organisasi (NGO) kemasyarakatan dan kepemudaan seperti karang taruna, aktivis hijau, serta organisasi sekolah dan kampus.

Sosialisasi juga dilakukan lewat video dan infografis di youtube, instagram, hingga Facebook dengan bantuan targetedadvertisement yang menjajikan segmentasi target marketing akurat. Tak lupa pula kampanye online "BagiKan!" dengan bantuan Search Engine Optimatization (SEO) agar "BagiKan!" masuk ke hasil pencarian teratas Google demi mencapai tren masyarakat.

Pesan sosialisai yang disampaikan mengandung tiga hal,rekonstruksi paradigma memakan "makanan sisa", pembangkitan  empati, dan training tata teknis penggunaan platform. Rasa empati masyarakat digugah tidak hanya dengan menggunakan influencer digital, penggambaran deru kemiskinan dan situasi TPA kita sekarang,  tetapi juga dengan memperlihatkan data ketidakseimbangan distribusipangan,  data stunting dimana 1 dari 3 balitakekurangan asupan proprosional (Foodbank, 2018), termasuk pula peningkatanekstrim sampah makanan tahunan beserta implikasinya.

Dengan adanya visualisasipeningkatan sampah makanan yang terbuang percuma, rekonstuksi paradigma"makanan sisa" yang identik dengan "kaum marjinal yang meminta-minta" akanterubah karena berbagi makanan tidak lagi ditujukan sebagai belas kasihan,tetapi merupakan bentuk bentuk kesadaran diri untuk konservasi alam bersama.

2) Pemberian Insentif

Strategi pemberian insentif berupa point reward bernama "Karma Point" (KP) dilakukan agar masyarkat berlomba-lomba untuk berpartisipasi dalam penggunaan platfrom secara berkelanjutan. Insentif diberikan kepada user yang paling aktif berkontribusi dalam operasional "BagiKan!" dengan kategori yang digambarkan di tabel berikut:

No

Jumlah hadiah  KP

Aktivitas User yang Dilakukan

1.

10 KP

User yang membagikan  makanan/bahan makanan dalam bentuk amal

2.

9 KP

Mendistribusikan  makanan dari pihak donatur ke pihak yang membutuhkan

3.

8 KP

Menentukan titik  lokasi GPS pihak prioritas "BagiKan!"  yang paling membutuhkan makanan demi referensi distribusi "mode III". Titik  rekomendasi tersebut diperuntukan untuk rumah keluarga dhuafa, serta insitusi  seperti pondok pesantren, yatim piatu, dan lanjut usia.

4.

5 KP

Melengkapi informasi  detil makanan yang akan didonasikan meliputi status kehalalan, kategori  makanan, estimasi waktu kadaluwarsa, kandungan alergen, lemak, dan bahan  aditif lain. Hal ini dilakukan agar masyarakat percaya akan keamanan makanan  yang didonasikan.

5.

1 KP

Mendonasikan makanan  3x berturut -- turut selama satu hari, serta melakukan sharing informasi "BagiKan!" ke sosial media

Tabel II. DiagramPemberian Karma Point beradasarkan Kategori Kontribusi

Insentif berbentuk Karma point dapat ditukarkan dengan beragam barang layaknya uang digital. Antara lain seperti: beragam merchandise "BagiKan!" dengan pesan subliminal persuasif, buku tentang globalwarming dam krisis sosial, atau penukaran poin menjadi amal yang didistribusikan oleh "BagiKan!" nanti.

Dengan begitu, reward yang didapat dari penukaran poin bukan hanya untuk kepuasan pribadi, tetapi juga mengedukasi masyarakat lain dengan pesan yang yang disampaikan lewat buku hingga merchandise kaos hingga perabot rumah tangga. Edukasi akan membentuk individu yang peka terhadap perkembangan bumi dan ketahanan pangan, sehingga ia berpotensi mengajak yang lain untuk menggunakan "BagiKan!".Dengan demikian efek domino positif akan dicapai.

3) Pengamanan kualitas makanan

Strategi pengamanan kualitas makanan dilakukan untuk memastikan makanan atau bahan makanan yang didistribusikan dalam keadaan aman dikonsumsi atau diolah.P

arameter makanan layak ialah seperti terhindar dari kontaminasi mikroba, alergen tertentu, hingga waktu simpan yang tidak terlalu singkat. Maka, beberapa fitur preventif ditambahkan. Pertama, setiap user akan melakukan proses upload makanan, akan terdapat infografis pop-up yang menghimbau user untuk melakukan 3 langkah OHC (Observasi,Hirup, Cicip) yang dilengkapi pula dengan grafis daya tahan tiap jenis makanan.

Kedua, akan terdapat tracking (pelacakan) GPS dari data personal user donatur setiap proses distribusi. Apabila ada laporan makanan yang ternyata terkontaminasi maka donatur mendapat teguran untuk mengikuti mekanisme penggunaan aplikasi di penggunaan selanjutnya dan mendapat reduksi Karma Point. Teguran yang  berulang kali akan berdampak ke proses blokir sementara akun hingga user mengkonfirmasi kesalahan yang ada. Apabila ada unsur kesengajaan kontaminasi di kasus yang sangat jarang terjadi, maka tindak hukum dipermudah dengan tracking GPS user tersebut. Sehingga, efek deterrence/jera akan menghindarkan penyalahgunaan "BagiKan!" untuk kepentingan amoral.

"BagiKan!" tentunya tidak akan muncul begitu saja sebagai platform mainstream nasional. Masterplan strategis selama dua tahun dilakukan agar "BagiKan!" mendominasi diskursus masyarakat mengenai solusi limbah makanan.

Gambar II. Masterplan Pengembangan "BagiKan!"

Indonesia 2045 diprediksi menjadi kekuatan ekonomi nomor empat di dunia menurut kacamata PriceWater House Coopers (PWC) (PWC, 2017). Akan tetapi kekuatan ekonomi tidak akan berarti apabila tidak diimbangi dengan preservasi ekologi sebagai tumpuan hidup, dan juga ketahanan pangan yang inklusif. Platform "BagiKan!" adalah katalis Indonesia 2045 yang menemui babak baru hiper-industrialisasi 4.0, dimana kerusakan ekologi dan kesenjangan "borjua (masyarakat akar rumput)" dengan "proletar (automatisasi)" mulai terpampang nyata. "BagiKan!" tidak akan menjadi konsep abstrak, melainkan platfrom implementatif yang didukung dengan pertumbuhan pengguna internet di Indonesia yang pesat, sekitar 1 juta user tambahan per tahun dengan proyek Palapa ring. 

Platform berbagi makanan ini akan menggugah kemanusiaan, emansipasi dan kepekaan sosial masyarakat Indonesia modern untuk menjawab tantangan ketahanan pangan dan reduksi limbah domestik. Bahkan, walau terdapat makanan sisa tidak layak makan, "BagiKan!" Akan meredistribusikan food waste tersebut kepada beragam usaha pakan ternak dan petani untuk mensejahterahkan produsen lumbung pangan yang jarang kita apresiasi. Dengan pergerakan "BagiKan!", beban dinas lingkungan pemerintah juga akan terkurangi dalam memilah sampah organik makanan dengan plastik karena semua telah terpisah sendirinya saat didistribusikan oleh "BagiKan!".

Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan RasKin yang kurang terasa dampaknya akan terbantu dengan platform kemanusiaan ini. "BagiKan!" akan membawa ketahanan pangan, menciptakan generasi sehat dan cukup gizi. Ketiga hal itu menjadi pilar untuk mencapai generasi emas sebagai garda terdepan Indonesia emas 2045.  Denganbegitu, niscaya Indonesia 2045 akan menjadi puncak kejayaan, bukan distopiasemata.

DAFTARPUSTAKA

Amir, 2016. Statistik Sampah. Tersedia di:

http://sampahmasyarakat.com/2016/03/21/statistik-sampah/. [Diambilpada 24 Desember 20.00 WIB]

Bapennas, 2018. Peluncuran Buku Proyeksi PendudukIndonesia 2015-2045 untuk

Pengambilan KebijakanBerbasis Data Akurat. Tersedia di: https://www.bappenas.go.id/id/berita-dan-siaran-pers/peluncuran-buku-proyeksi-penduduk-indonesia-2015-2045-untuk-pengambilan-kebijakan-berbasis-data-akurat/. [Diambilpada 24 Desember 10.00 WIB]

BPS, 2018. Percentage of Poor People March2018 Decreased to 9.82 percent.

Tersedia di : https://www.bps.go.id/pressrelease/2018/07/16/1483/persentase-penduduk-miskin-maret-2018-turun-menjadi-9-82-persen.html [Diambilpada 24 Desember 10.00 WIB]

Brigita, et al., 2013. FOOD WASTE MANAGEMENTANALYSIS IN BANDUNG

CITY. Jurnal Teknik Lingkungan. Volume 19 Nomor 1, April 2013: 34-45

Foodbank, 2018. Fakta Foodbank. Tersedia di:

foodbankindonesia.org/?fbclid=IwAR1b0ggxtOr-HqAqSHu6melYI0-azkAS-AmbKVd5GJDCzCL2Wyy3-B3otos. [Diambilpada 24 Desember 10.00 WIB]

Fresher, 2017. Farm Runoff And The Worsening AlgaePlague. Tersedia di:

https://phys.org/news/2017-11-farm-runoff-worsening-algae-plague.html [Diambilpada 24 Desember 10.00 WIB]

Putri, et al., 2015. EVALUASI KEBERLANJUTAN KAWASANRUMAH PANGAN

LESTARI (KRPL) DIDESA GIRIMOYO, KECAMATAN KARANGPLOSO, MALANG. Jurnal ProduksiTanaman Universitas Brawijaya Journal. Volume 6 (4).

Yuliawati, 2018. Tren Makan Milenial Peluang BisnisBuat Restoran Cepat Saji.

Tersedia di:https://katadata.co.id/berita/2018/03/06/tren-makan-milenial-peluang-bisnis-buat-restoran-cepat-saji. [Diambilpada 24 Desember 12.01 WIB]

Susilowati, 2016. Farmers Aging Phenomenon andReduction in Young Labor: Its

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun