Mohon tunggu...
wily Spazio
wily Spazio Mohon Tunggu... -

Hobbi dan Ingin jadi Penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Barung-barung Bambu untuk Liza

21 Februari 2014   12:33 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:36 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

(Liza menggeleng) “Aku tak peduli dengan kelamnya masa lalumu. Aku hanya berharap agar masa depan kita nantinya akan lebih cerah.”

Joni

:

“Terima kasih Liza, kau memahami aku,” kata Joni seraya merangkul lengan Liza erat-erat.

Puas mengungkap perasaan masing-masing Joni dan liza beranjak dari tempat duduk. Mereka berjalan berkeliling lokasi pancuran tujuh sambil bergandengan tangan. Mereka menikmati keindahan alam dengan hati yang berbunga-bunga menghabiskan hari libur mereka hari itu.

********

Masa bakti Liza sebgai bidan desa di Tebing tinggi tak lama lagi akan habis. Itu artinya sebentar lagi Joni dan Liza akan berpisah. Ia akan pulang ke rumahnya di kota. Hatinya terasa galau. Di satu sisi, ia rindu pada papa dan mama beserta adik-adiknya. Di sisi yang lain berat hati Liza meninggalkan desa Tebing Tinggi. Banyak kenangan manis yang ia rasakan selama mengabdi di kampung ini. Dan di sini pula akan tinggal seorang pemuda dambaan hatinya. Namun ada sedikit yang menenangkan hatinya. Joni berjanji akan menemui Liza di kita suatu saat nanti.

Hari perpisahan itu dating. Joni ikut mengantar Liza di tepi sungai tempat Liza naik perahu temple untuk menyusuri sungai menuju kota. Lambaian tangan Joni melepas kepergiannya terasa menusuk hatinya. Berat rasa hati Liza meninggalkan Joni. Namun ia harus pulang, rindu dengan keluarga setelah tiga tahun ditinggalkannya. Ia memandang wajah Joni hingga hilang dari pandangannya ketika perahu temple yang ditumpanginya menyelusuri liku-liku sungai. Sepanjang perjalanan wajah Joni mengusik ingatannya. Tak terasa ia sudah sampai di pelabuhan kota.

Kedatangan Liza disambut gembira keluarganya. Papa dan mama Liza bergantian memeluk dan mencium Liza melepas rasa rindu setelah lama tak bertemu. Kesua adik Liza berjingkrak-jungkrak dan tertawa lepas menyambut kedatangan liza. Liza mendekati kedua adiknya lalu merangkkul dan mencium pipi mereka. “Waww kalian sudah besar sekarang. Kakak rindu kalian,” kata Liza. Kedua adiknya menghela tangan Liza ke dalam rumah. “Nih.. Kakak punya hadiah untuk kalian,” katanya sambil menyerahkan sesuatu yang sudah dipersiapkannya. Adik-adik Liza tampak senang. Mereka tertawa kegirangan.

Hari itu dihabiskan Liza untuk mengobrol dengan papa dan mamanya. Liza banyak bercerita tentang pengalamannya mengabdi di desa terpencil. “Kamu betah tinggal di sana,” ianya papanya. “Ternyata di kampong itu tidak sepeti yang aku duga sebelumnya. Warganya baik dan ramah. Mereka memperlakukan aku seperti anggota keluarga sendir,” jelas Liza. “Lalu, pemudanya bagaimana di situ,” sela mamanya pula. “Mereka juga baik-baik. Mereka sering membantu aku membersihkan pustu,” kata Liza memuji. “Nah..! Mama jadi curiga. Jangan-jangan diantara mereka ada yang melekat di hati kamu sehingga betah berlama-lama di sana,” kata mama Liza menggoda. “Ah… Mama ada-ada saja. Mau tau aja urusan anak muda,” balas Liza bercanda. Habis mengobrol dengan orang tua, Liza mengisi waktu dengan bermain-main dan bercengkrama dengan kedua adiknya. Tak terasa waktu magrib hampir tiba.

Usai shalat maghrib Liza makan malam bersama keluarganya. Sudah lama Liza tidak merasakan nikmatnya makan bersama. Usai makan mereka berkumpul di depan televisi hingga mata Liza terasa ngantuk. Liza pamit kepada papa dan mamanya untuk istirahat. “Permisi Pa… Ma. Aku istirahat duluan,” katanya pa,it sambil bangkit menuju kamarnya.Berkali-kali ia mencoba memejamkan matanya, namun belum juga mau tertidur. Wajah Joni mebayang-bayang diruang matanya. Namun karena lelah lama dalam perjalanan akhirnya Lizar tertidur juga.

Sudah seminggu Liza berada di rumah bersama keluarga. Itu berarti seminggu pula lamanya Liza tak bertemu Joni, sang kekasih yang ia cintai. Rasa rindu mulai mendera hatinya. “Bang Joni berjanji akan menemui aku, namun sampai kini belum juga ada beritanya,” keluhnya dalam hati. Jam di ruang keluarga menunjukkan pukul tiga siang. Liza duduk sendirian di depan TV. Tak ada acara yang menarik perhatiannya. Fikirannya masih tertuju kepada Joni. Nada suara panggilan berbunyi di ponselnya. Dengan malas ia mengangkatnya. “Oh…. Bang Joni rupanya.”

Liza

:

“Halo..! Assalamu’alaikum”

Joni

:

“Waalaikumussalam… apa kabar, sayang”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun