Ketiga, bila dipaksakan agar tetap masuk STM maka akan semakin menyusahkan kedua orang tuanya. Penghasilan sang ayah sebagai seorang mekanik bengkel dan sang ibu pedagang asongan tak cukup memenuhi semua kebutuhan pendidikan Yanto dan adik-adiknya.
Lewat pergumulan yang panjang, akhirnya Yanto dengan lapang dada dan ikhlas terhadap takdir yang telah digariskan padanya untuk berhenti melanjutkan ke bangku STM.
Rasa sayang terhadap adik-adiknya mengalahkan cita-cita Yanto menjadi seorang mekanik handal. Tak mengapa putus sekolah demi masa depan adik-adik, timbal Yanto.
Kehidupan Baru di Luar Bangku Sekolah
Sejak putus sekolah niat yang tersimpan dalam relung hati Yanto hanya satu, yakni bekerja keras untuk membantu kedua orang tua untuk menamatkan pendidikan adik-adiknya minimal hingga bangku SMA.
Awalnya Yanto bekerja di mebel yang berhubungan dengan berbagai jenis struktur yang terbuat dari kayu. Bekerja dengan giat, namun apa yang dijerjakan tidak dihargai.
Berjalan-nya waktu tidak semua kerja keras dan pengorbanan yang dilakukan olehnya berbalas sesuai harapan dan dirinya semakin tertekan. Kesabaran tiba di titik jenuh, sehingga batin kehilangan rasa damai sejahtera.
"Karena saya sudah merasa tidak damai sejahtera akhirnya saya memilih untuk berhenti kerja dan mencari pekerjaan lain," ungkap Yanto mengisahkan perjalanan hidupnya kepada penulis.
Tak Patah Arang Tetap Berusaha
Berhenti bekerja dari tempat sebelumnya, dianggap Yanto sebagai hadiah terbaik karena ada kesempatan untuk bekerja keras pada pekerjaan yang lebih layak.
Ada dua pintu, yang satu tertutup dan satunya lagi terbuka. Yanto bersama seorang sahabatnya patungan memulai usaha  berjualan es di salah satu sekolah di kawasan Depok Jawa Barat.Â
Dua sahabat itu sangat giat mengerjakan pekerjaan ini. Selain punya penghasilan sendiri, Yanto juga dapat membantu perekonomian orang tua lewat aktivitas  produktif tersebut.