Mohon tunggu...
Willem Nugroho
Willem Nugroho Mohon Tunggu... Lainnya - Seseorang yang belajar menulis.

.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Biarkan Sungai Bercerita

30 Juni 2021   13:59 Diperbarui: 30 Juni 2021   17:44 975
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
source: https://www.idntimes.com/travel/destination/zain-nurjaman/10-potret-kawasan-gunung-semeru-c1c2

source: https://www.wallpaperflare.com/small-house-in-the-rice-field-nature-and-landscapes-wallpaper-tvcxg
source: https://www.wallpaperflare.com/small-house-in-the-rice-field-nature-and-landscapes-wallpaper-tvcxg

" Wah enak itu. Emakmu tahu sekali kesukaan Abah". Sambil tertawa terbawa suasana.

"Mari makan, Bah." Ajak Tobari sambil tertawa kecil.

Suasana sawah membawa mereka bercerita panjang lebar mengenai banyak hal. Banyak warga sedang memisahkan gambah dari kulitnya. Diiringi suara lesung cahaya fajar menyusup masuk dari cela atap cakruk yang terbuat dari jerami. Sesekali warga dusun lewat ditempat mereka makan. Sapa dan aruh ramah warga dusun melengkapi setaip waktu yang bergulir.

Riuhnya keadaan terpecah oleh suara koin yang bertemu dengan kayu. Chik...chik...chik...suara ini terus berulang. Terlihat pria paruh baya dengan kaus oblong lusuh mendekat ke cakruk tempat Abah dan anaknya ini singgah.

Tanpa berpikir panjang Abah langsung mengambil kertas minyak dari tas tempat toples opor ayam berada.  Opor Ayam yang ada di toples dibungkuslah oleh Abah dan diberikan kepada pria paruh baya itu. Dengan cepat pria paruh baya itu berterimakasih dan segera pergi.

"Hmm, Bah. Kenapa kita harus memberikan semua semuanya kepada kakek itu". Tanya Tobari.

"Tobari kita sudah cukup. Pria paruh baya itu mungkin lebih membutuhkan, atau lebih kelaparan dari kita bukan? Kita jangan lupa untuk berbagi. Jawab Abah dengan santai dan menepuk pundak Tobari

Tobari hanya mengaguh mencoba merenungi apa yang yang dikatakan Abah.

 Angin membawa parmadani hijau seakan semakin mengudara dan menunjukan keelokannya sebagai tempat berlangsungnya daur hidup yang tidak berkesudahan. Hidup akan terus menua, dan yang baru terlahir.

**

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun