Mohon tunggu...
Willem Nugroho
Willem Nugroho Mohon Tunggu... Lainnya - Seseorang yang belajar menulis.

.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Biarkan Sungai Bercerita

30 Juni 2021   13:59 Diperbarui: 30 Juni 2021   17:44 975
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
source: https://www.idntimes.com/travel/destination/zain-nurjaman/10-potret-kawasan-gunung-semeru-c1c2

Tobari bersama Abah dan Emak sedang menikmati teh buatan  pagi ini. Teras rumah menjadi langganan dan tempat bagi keluarga ini untuk saling menyapa dan bertukar pikiran mengenai banyak hal.

Tiba-tiba. Suara alat berat yang datang dari ujung jalan memecah suasana, mengagetkan warga dusun, membuat burung terbang dari sangkarnya. Jalan dusun juga menjadi lebih memprihatinkan karenanya. Yang berlubang menjadi kubangan, dan yang berkubang semakin menjadi layaknya kolam.

" Mak kenapa alat berat itu datang ke dusun kita" Tanya Tobari sambil mengerutkan dahi.

" Kau tidak tau yaa? Bahwa Pak Waji telah menjual sawah dan rumahnya kepada orang berdasi, dan  gila materi, lalu akan pindah ke kota kabupaten. Mungkin rumah itu akan rata dengan tanah, lalu dibagun yang lebih mengikuti tren. Homestay." Ujar Emak dengan menggaruk kepala yang tidak gatal.

"Apa masudnya menjual bah?, bukanya tanah ini adalah milik para pendahulu dan kita yang dipercaya untuk menjaganya". Tobari bersungut-sungut.

"Bari... Bar. Dunia ini sudah jauh berbeda dari yang kau bayangkan. Kepemilikan tanah sekarang sudah bersertifikat, dan menjadi hak bagi pemiliknya untuk memenfaatkan itu. Yaa plus minus dari sertifikat tanah yang diberikan pemerintah. Disatu sisi memberikan legalitas dan  disisi yang lain... kau tahu sendirilah. " Abah memberi balasan diikuti dengan senyum tipis Emak

" Aku masih belum mengerti?" Tobari berlagak  sok serius.

Iyaa begini... intinya kita sebagai manusia harus bijaksana dalam menyikapi perubahan yang terjadi. Terkadang perubahan itu memang seturut kehendak kita, tapi terkadang juga sebaliknya. Apa kita mau marah? Marah kepada siapa? Thok berubahan itu pasti terjadi dan tinggal menunggu waktu saja bukan? Jadi kita yang perlu berubah juga". Jawab Emak sambil tersenyum.

 Abah mengulurkan tangan kedepan diikuti Emak diatasnya.

" Ayo, Rii " Ajakan Emak kepada Tobari dengan seyum ramah.

Tobari hanya terseyum, lalu mengulurkan tangannya juga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun