Mohon tunggu...
Wild flower
Wild flower Mohon Tunggu... -

Tukang baca yang sedang berusaha merangkai kata.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cinta Lelaki Tua

17 Juli 2016   07:53 Diperbarui: 17 Juli 2016   08:59 350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Cinta tak mengenal usia

Saat hati beresonansi pada frekuensi yang sama

Disanalah cinta bertemu dan dipertemukan. Wild Flo.

Pertemuan

Ada debar yang menggeletar liar, saat mata tuanya memandang keluguan wanita muda dihadapannya.

Mata yang membenamkan jiwa yang dahaga, pada sumur tak berdasar. Menyeret Donjuhuate untuk melakukan suatu perbuatan yang mungkin tercela,  dengan membeli "cinta" dan merenggut "kemudaan" seorang gadis, untuk dimilikinya utuh.  

Dosakah bila si Tua menginginkan dan mencintai gadis semuda itu ? 

15 tahun umur Sang Gadis, namun otak Donjuhuate tak mampu berpikir jernih, hatinya sudah menyeretnya masuk dalam sumur. Sumur tak berdasar, yang kedalamannya tak mampu tersentuh matahari. Gelap, gelap yang entah mengapa ingin tetap dijaganya, agar tak terbangun lagi ole usikan suara apapun , yang mungkin mengganggunya dalam proses transaksi itu. Membeli Cinta dengan "ratusan" hektar Tanah. 

Transaksi yang membuatnya di"puja" bak raja, oleh orang tua dan keluarga Domatrix, namun entah mengapa ada satu luka pada pemilik mata "sedalam sumur" itu. Luka seperti budak yang tertangkap , dan tak mampu membebaskan kemerdekaan dirinya sendiri.

Luka itu menariknya ke permukaan sesaat, sedikit sinar saja, membuat hatinya teraduk, haruskan ku batalkan transaksi ini? Namun Salahkah aku, aku mencintainya , aku ingin memilikinya, apakah si Tua tak boleh mencintai si Muda ?

Melihat di balik Cermin dengan kesedihan yang sama

Donjuhuate ingin memberi kejuatan pada Sang Istri  tercinta. Dalam perjalanannya mencari dan menjual barang dagangan, dia menemukan sebuah kalung dengan batu Safir biru  , kebiruaan yang mengingatkan Donjuhuate pada mata Domatrix. 

Tak sabar ingin segera memberi kejutan, dipercepatnyalah jadwal perjalanan bisnisnya. Bergegas menuju ke kamar, untuk kemudian mengendap-endap  perlahan menuju Kamar mereka , alih-alih memberikan "surprise", langkahnya malah terhenti, pada bayangan wajah dibalik cermin. 

Wajah yang begitu sedih, dengan tangis satu satu tanpa suara. Tangis Domatrix, begitu sunyi, namun menyekapnya erat dalam keheningan bisu Sang Sumur.

Baju Batik lusuh, Baju yang dipakai Domatrix kali pertama perjumpaan mereka, mengingatkannya lagi pada awal kisah. 

Dulu mata Sang Gadis begitu lugu, begitu bahagia, mata yang mampu menyeretnya pada sumur tak berdasar. 

Kini mata Sang Istri tetap indah, tetap lugu, namun ada luka disana. Kepedihan yang membuatnya "bersalah" dan tak lagi bisa terhanyut dalam sumur itu.

Diam diam Donjuhuate, mengendap-endap lagi, lalu pergi. Sepelan kedatangannya , demikian pula lalunya, hanya diam yang tersisa, pada air mata yang masih bergulir satu -satu di kaca.

Donjuhuate mengisyaratkan pada pelayan, agar tak mengatakan satu katapun. Lalu pergi entah kemana.

Membebaskan meski hati ini tak rela

Donjuhuate berkelana bersama malam. Berjalan tanpa tujuan dengan memegang seuntai kalung berbatukan Blue Safir , batu untuk pujaan hatinya. Kalung yang semula ingin diberikan demi melihat senyum dan tawa istrinya, kini hanya tergengam ditangan. 

Bila ku kalungkan lagi ini pada lehernya, dia akan semakin terjerat dalam "perbudakanku". Begitu suara hatinya berkata.

Sedih adalah bagian malam, saat mata tak mampu terpejam dan dipaksa untuk terus menghadapi realita. Dan Sedih itu kini setia menemani sang Donjuhuate. Dinginnya malam yang sedingin hatinya membuat mereka berpeluk rapat  dalam kehangatan atau tanpa rasa apapun, kebas.

Haruskan ia terus kumiliki dengan paksa ?

Akukah tuan yang memperbudak wanita untuk mencinta ?

Serendah itukah aku , Si Tuan besar  Donjuhuate Blutix, sampai aku harus memaksakan sebentuk cinta, hanya dengan uang semata ?

Kenapa Malam harus bersua dengan Pagi, Kenapa Aku tidak dilahirkan pada umur yang sama dengannya ? Cintakah dia padaku bila aku tak setua ini ? Kenapa pada gadis sebelia itu kau berikan sumur yang menengelamkan jiwaku ? Kenapa tidak pada para wanita yang berlomba-lomba untuk mendapatkan "Aku dan hartaku "  atau "Cintaku ?"

Mengapa ?

Hanya hembusan cemara dengan ribuan bintang yang berpedar sunyi, Meninggalkan Donjuhuate sendiri dalam petarungan jiwa seorang lelaki.

Berikan aku waktu untuk mencinta

Dua hari kemudian, Donjuhuate pulang sesuai jadwal yang disampaikan pada istrinya. Berpura-pura tak ada apapun yang terjadi sepanjang waktu itu, dia tersenyum dan memeluk istrinya. Memberikan kalung Blue Safir itu , tanpa menunjukan gejolak apapun, hanya pemberian biasa, seperti caranya memberikan baju baju mewah dan semua aksesorisnya. 

Istrinya tak perlu tahu , bagaimana malam tak jua mau merenggut matanya , agar terpejam sejenak melepas lelah dan derita. Cukup lelaki tua saja yang menanggung semua derita itu. Istrinya masih terlalu muda, untuk menyesap kepahitan hidup.

Bila dulu keegoan dan cinta membuatnya terlupa dan memaksakan kehendak, maka kini pada kedalaman cinta, ia akan melepas istrinya agar terbebas dari "sangkar" yang dibuatnya.

"Domatrix, besok kamu boleh kembali pulang ke kampungmu. Aku sudah bosan dengan gadis sepertimu." Begitu ucap sang Tuan Besar, dan hendak berlalu dari kamar "mereka". Malam ini dia ingin tidur di kamar tamu. Pelayan sudah merapikah dan memindahkan barang barangnya, sesuai perintahnya.

Domatrix melihat wajah suaminya yang menua dalam beberapa pekan saja. Kesedihan dan kelelahan yang tergurat pekat, sudah berapa lamakah dia bergulat dengan malam ? 

Ada mata yang terluka disana. Dan Domatrix tahu semua penyebabnya. 

Bisik bisik para pelayan sudah bercerita tentang kedatangan sang Tuan pada 2 malam sebelumnya. Juga bisik bisik bagaimana Sang Tuan berlalu dalam diam.

Pada ketulusan cinta Donjuhuate  yang menyeret hati Domatrix pada kedalaman samudra yang tak Domatrix tahu dimana tepinya, hatinya pun tenggelam , gelap yang nyaman, senyaman bayi dalam perut ibunya.

Kesedihan yang tergurat pekat dari wajah sang suami, entah mengapa menghapus semua rasa sedihnya. Ada cinta dimata lelaki itu, meski muda, Domatrix tahu seperti apa mata seorang yang mencintainya dalam kesungguhan dan ketulusan. 

Untuk hati seteguh itu, Domatrix akan berjuang dan tetap bertahan, bersabar, hingga Cupid datang menancapkan api asmara pada geloranya. Atau hingga masa tak berujung , Domatrix tak tahu. Tak ada penyesalan , pada lelaki yang memiliki cinta,  dia akan belajar apa arti cinta yang sesungguhnya.

"Jangan pergi Suamiku, berikan aku waktu untuk belajar mencintaimu"

Tak perlu Cupid disana, Saat hati bertemu dengan hati, panah asmara akan menemukan jalannya sendiri

Tawa kini bebas lepas, dalam rumah besar sang Tuan Besar. Nyonya besar tak perlu lagi berlagak menjadi seorang "Nyonya besar". Tak ada kasak kusuk pelayan , untuk menjadikannya boneka pameran. 

Meski ada satu dua hal yang harus Sang nyonya perhatikan, tentu saja, namun hal itu selalu dapat dipelajarinya setiap saat, karena mereka akan selalu sabar mengajarkannya.

Tawa sang Nyonya tak lagi semu, ada jiwa disana. Siapakah yang tak akan tertawa gembira, saat kebahagiaan menjadi miliknya ? 

Saat Di pesta, Sang Nyonya tampil begitu  mempesona. Membuat decak kagum para tetamu, dan membuat hati Sang Tuan besar , besar seperti balon. Bukan kecantikan  Sang Istri, yang membuat sang Donjuhuate bangga, Ada Kebanggan lain , yang tak tahu bagaimana dijelaskannya. Kini hatinya terbebas,  dia tak lagi merasa bersalah dengan "cinta". Dia tak lagi menjadi tuan yang harus membeli dan memperbudak cinta. Kini dia Tuan atas diri sang Nyonya, atas seijin sang Nyonya sendiri.

Saat cinta membebaskan

disitulah dia mengikat hati sang pencinta dalam keabadian.  Domatrix.

Tamat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun