"Domatrix, besok kamu boleh kembali pulang ke kampungmu. Aku sudah bosan dengan gadis sepertimu." Begitu ucap sang Tuan Besar, dan hendak berlalu dari kamar "mereka". Malam ini dia ingin tidur di kamar tamu. Pelayan sudah merapikah dan memindahkan barang barangnya, sesuai perintahnya.
Domatrix melihat wajah suaminya yang menua dalam beberapa pekan saja. Kesedihan dan kelelahan yang tergurat pekat, sudah berapa lamakah dia bergulat dengan malam ?Â
Ada mata yang terluka disana. Dan Domatrix tahu semua penyebabnya.Â
Bisik bisik para pelayan sudah bercerita tentang kedatangan sang Tuan pada 2 malam sebelumnya. Juga bisik bisik bagaimana Sang Tuan berlalu dalam diam.
Pada ketulusan cinta Donjuhuate  yang menyeret hati Domatrix pada kedalaman samudra yang tak Domatrix tahu dimana tepinya, hatinya pun tenggelam , gelap yang nyaman, senyaman bayi dalam perut ibunya.
Kesedihan yang tergurat pekat dari wajah sang suami, entah mengapa menghapus semua rasa sedihnya. Ada cinta dimata lelaki itu, meski muda, Domatrix tahu seperti apa mata seorang yang mencintainya dalam kesungguhan dan ketulusan.Â
Untuk hati seteguh itu, Domatrix akan berjuang dan tetap bertahan, bersabar, hingga Cupid datang menancapkan api asmara pada geloranya. Atau hingga masa tak berujung , Domatrix tak tahu. Tak ada penyesalan , pada lelaki yang memiliki cinta, Â dia akan belajar apa arti cinta yang sesungguhnya.
"Jangan pergi Suamiku, berikan aku waktu untuk belajar mencintaimu"
Tak perlu Cupid disana, Saat hati bertemu dengan hati, panah asmara akan menemukan jalannya sendiri
Tawa kini bebas lepas, dalam rumah besar sang Tuan Besar. Nyonya besar tak perlu lagi berlagak menjadi seorang "Nyonya besar". Tak ada kasak kusuk pelayan , untuk menjadikannya boneka pameran.Â
Meski ada satu dua hal yang harus Sang nyonya perhatikan, tentu saja, namun hal itu selalu dapat dipelajarinya setiap saat, karena mereka akan selalu sabar mengajarkannya.