Mohon tunggu...
Wilaga Azman Kharis
Wilaga Azman Kharis Mohon Tunggu... -

mahasiswa semester 5 minat menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Beberapa Waktu di Neraka

22 Agustus 2011   15:58 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:33 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keempat orang tersebut kemudian melakukan “hom-pim-pa”. Mereka memutuskan yang sedikit jumlah warna tangannya sama dengan yang lain, mendapat undian memanggil kepala dukun. Orang keempat yang beruntung tidak berlama-lama bertahan di bilik itu. Orang pertama, kedua, dan ketiga tinggal dan mulai sibuk membangunkan teman-teman yang lain.

“Hei, aku masih tidak yakin itu bayi setan,”

“Keras kepala! Kalau dia manusia, mungkinkah teman-teman kita hilang kesadaran seperti ini?”

“Benar, benar. Tidak mungkin dia ini manusia. Lihatlah wajahnya saja. Dia masih bayi, tapi alisnya sudah tebal dan panjang. Ujungnya malah sudah menyentuh telinga. Telinganya pun lebar dan turun, seperti anjing. Sementara hidungnya seperti kucing, giginya sudah mulai tumbuh dan lebih mirip serigala, tangannya berbulu seperti seekor simpanse. Belum lagi tangisannya seperti dengkuran babi. Apalagi kalau bukan setan?”

“Tapi, rahim yang merawatnya selama ini wanita, bukan? Tentu kalian mengenal Ratih. Dia teman kita sejak kecil,”

“Ah, paling Ratih bermain apa dengan setan atau Ratih sedang sial, jejaka tampan di matanya jati diri sesungguhnya adalah setan,”

“Aku tetap tidak habis pikir..,”

“Ya, ya, aku mengerti. Tapi, inilah kenyataan, bukan?”

“Bukan, bukan itu. aku tak habis pikir. Bayi ini tidak pernah meminta dia dilahirkan dalam bentuk seperti ini. Bahkan, kita pun tidak pernah meminta jadi manusia, lalu kenapa harus jadi seperti ini dia?”

Sampai badai reda, tidak ada dialog lagi setelah itu. Orang pertama dan orang ketiga terjebak juga dalam badai. Badai dalam hati mereka.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun