Selain itu, ketakutan korban untuk melapor merupakan api dalam sekam yang membakar kemanusiaan dalam diam. Kita punya banyak produk hukum yang melindungi warga negara dari kejahatan, juga lembaga penegak hukum yang berjenjang dari level kabupaten hingga ibu kota negara. Tapi, jika perempuan korban kekerasan seksual merasa begitu takut melaporkan apa yang dialaminya, maka bagaimana kita bisa tahu sebanyak apa kasus kekerasan seksual yang terjadi, dan dipendam dalam diam oleh korban.
Kita pun berhak bertanya sejauh mana korban menolong dirinya sendiri dalam menjalani trauma yang parah karena kekerasan seksual yang dialaminya, sebab seringkali kekerasan seksual tidak meninggalkan jejak luka di tubuh korban sebagaimana yang terjadi pada korban perampokan, pembegalan atau pembunuhan.
Luka yang dialami korban kekerasan seksual ada di dalam dirinya dan itu akan membakar psikologinya jika tidak segera mendapatkan pertolongan, termasuk tidak lagi percaya bahwa dunia bisa menolong perempuan mendapatkan perlindungan dan keadilan.
HASIL RISET: 1 DARI 3 PEREMPUAN DI SELURUH DUNIA MENGALAMI KEKERASAN Â SEKSUAL
Kekerasan seksual sebenarnya kejahatan yang tua sebagaimana pembunuhan. Namun, saat seluruh manusia di dunia sepakat bahwa pembunuhan merupakan tindakan kriminal yang kejam dan mengerikan, hanya sedikit orang yang menganggap kekerasan seksual seperti pemerkosaan sebagai kejahatan kriminal yang mengerikan.
Kadangkala kekerasan seksual dianggap sebagai cara lelaki mendisiplinkan perempuan, menundukkan lawan yang kalah dalam peperangan, dan sebagai cara meraih kepuasan seksual bagi para psikopat. Bahkan mereka bilang korban menikmati pemerkosaan.
Kasus-kasus kekerasan seksual seperti pemerkosaan memang mengerikan. Tapi, mengapa bisa prevalensinya 1 dari 3 perempuan di seluruh dunia mengalami kekerasan fisik dan seksual? Apakah data ini mengada-ada atau bagaimana?
Apakah separah itu kondisi dunia dalam memperlakukan perempuan, seakan-akan kita ada di medan perang yang sama sekali tanpa perlindungan, bahkan untuk mendapatkan rasa aman atas tubuh sendiri?
Begini datanya secara global:
51% perempuan menjadi korban perdagangan orang (human trafficking)
2 dari 3 korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah perempuan
1Â dari 3 perempuan mengalami kekerasan fisik dan seksual sepanjang hidupnya
35% perempuan mengalami kekerasan fisik dan seksual dari pasangan
120Â juta anak perempuan dipaksa melakukan hubungan seksual
125 juta anak perempuan dan perempuan dewasa mengalami mutilasi alat genital
11% perempuan mengalami kekerasan seksual sejak berusia 15 tahun oleh pasangan dan orang asing
Saat membaca tulisan ini, mungkin pembaca akan mengerutkan kening dan mengingat-ingat keadaan sekitar, lalu bertanya: ah, masa iya perempuan mengalami penindasan sekejam itu? Perasaan di lingkungan tempat tinggalku semuanya baik-baik saja.
Hmm, kekerasan fisik dan seksual pada perempuan nggak terjadi di ruang publik secara terbuka, melainkan sebagian besar terjadi dalam tembok rumah, baik oleh pacar maupun suami atau anggota keluarga lelaki yang lain. Terutama dalam masyarakat yang sangat peduli dengan kehormatan dan nama baik keluarga, korban kekerasan seksual biasanya memilih tutup mulut, karena paham nggak akan ada orang percaya.
Misalnya, masa iya sih seorang suami melakukan kekerasan seksual pada istrinya sendiri. Kalau cerita ke bu RT malah bisa jadi bahan tertawaan. Makanya, data-data seperti ini hanya dimiliki oleh lembaga-lembaga yang memberikan pendampingan kepada perempuan korban kekerasan seksual.