Mohon tunggu...
Wijanto Hadipuro
Wijanto Hadipuro Mohon Tunggu... Penulis - Peneliti dan penulis

Saya pensiunan tenaga pengajar yang senang menulis tentang apa saja. Tulisan saya tersebar di Facebook, blogspot.com, beberapa media masa dan tentunya di Kompasiana. Beberapa tulisan sudah diterbitkan ke dalam beberapa buku.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Pola Sistemik Korupsi di Indonesia Menurut Artikel di Jurnal Ilmiah Internasional

2 Februari 2025   13:30 Diperbarui: 2 Februari 2025   13:41 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Untuk menjadi pegawai negeri sipil di Indonesia, seorang calon pegawai harus lulus dari ujian masuk. Namun, wawancara yang dilakukan oleh Blunt, dkk. pada pegawai di bidang kesehatan menunjukkan bahwa responden rata-rata mengetahui ada pegawai yang diterima dengan membayar sejumlah uang atau memberikan 'hadiah' kepada calo. Jumlahnya bervariasi antara Rp. 35 juta sampai Rp. 120 juta. Kekerabatan juga bisa meloloskan mereka dari tes masuk, atau paling tidak mengurangi jumlah uang yang harus dikeluarkan. Meskipun tidak banyak fakta yang diungkap, wawancara dengan pegawai di sektor pendidikan juga menunjukkan fakta yang tidak jauh berbeda.

Hal yang sama juga terjadi bukan hanya pada tahap rekrutmen, tetapi juga pada penempatan pegawai, pemindahan dan promosi pegawai. Istilah 3D mewakili praktek-praktek korupsi di kedua bidang ini, yaitu Dekat, Dulur (Saudara), dan Duit.

Korbannya adalah masyarakat yang menerima layanan, karena layanan dilakukan oleh pegawai yang tidak kompeten atau yang tidak berorientasi untuk melayani masyarakat, tetapi lebih berorientasi pada usaha untuk mengembalikan modal atau hanya pada memuaskan atasan.

Wawancara yang dilakukan pada tahun 2011 ini, beberapa di antaranya sudah teratasi, terutama di bidang rekrutmen calon pegawai negeri sipil yang sudah dilakukan menggunakan tes berbasis komputer dan skor dapat dilihat secara langsung secara real time.

Lalu?

Penelitian ilmiah yang sudah terbukti validitas hasilnya, seperti keempat artikel jurnal tersebut, tentu akan membantu aparat berwenang untuk mencegah dan memberantas korupsi. Sebagai contoh, pintu masuk yang paling tepat untuk membongkar kasus korupsi adalah pimpinan proyek untuk kasus korupsi di sektor irigasi. Pengawasan untuk mencegah terjadinya korupsi untuk program raskin sebaiknya terkonsentrasi pada desa yang penduduknya jarang dan secara etnis heterogen.

Yang agak sulit memang untuk sektor kehutanan, karena kasus korupsinya bersifat kolusif, dimana pihak penyuap dan yang disuap akan saling melindungi. Tetapi dengan mengetahui potret sistemik korupsi baik di sektor kehutanan maupun sektor irigasi seperti yang digambarkan dalam kedua artikel ilmiah di atas, seharusnya penegak hukum lebih mudah untuk membongkarnya, tetapi tentunya harus dengan kemauan dan keberanian yang besar, karena kasus korupsi yang bersifat kolusif bisa berkembang kemana-mana.

Yang menarik adalah usaha yang telah dilakukan pemerintah dalam rekrutmen Calon Pegawai Negeri Sipil yang saat ini menggunakan tes berbasis komputer dan tersedianya livescore, sehingga lumayan sulit untuk dimanipulasi. Instansi yang lain, seperti Polri dan TNI dengan berbagai penyesuaian dapat mengadopsi pendekatan yang sama.

Pekerjaan rumahnya adalah tentang bagaimana dengan penempatan, promosi jabatan dan transfer atau pemindahan pegawai. BUMN sudah mulai melakukan perbaikan dengan menyusun Key Performance Indicator yang dapat digunakan sebagai alat penilaian kinerja untuk mutasi, transfer dan tentunya promosi jabatan.

Pekerjaan rumah masih banyak, tetapi pekerjaan rumah bisa lebih mudah dilakukan jika semakin banyak potret sistemik korupsi yang ada di Indonesia. Harapannya ke depan aparat penegak hukum, khususnya KPK, dapat mendorong makin banyak penelitian tentang kasus korupsi yang sistemik yang terjadi di Indonesia. Mudah-mudahan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun