"Saya dah tak kuat!" teriak Aini sembari mencoba menarik tangannya dari genggaman si lelaki.
Cukup membuahkan hasil dari lengkingan suaranya. Meski genggaman tidak terlepas namun pemuda itu menghentikan larinya.
"Apa sebenarnya yang awak nak ni? Penat tau tak!" marah Aini. Matanya sedikit mengedarkan pandangan. Ia tidak tahu saat ini berada di mana, tepatnya pinggiran hutan. Hatinya menjadi kacau. Bagaimana cara kembali ke rumah nanti?
"Minta maaf banyak-banyak, saya--" kata-kata si pemuda tidak dilanjutkan saat melihat gadis berjilbab hitam itu memegangi kepala dan segera menangkap tubuhnya sebelum benar-benar ambruk ke tanah.
***
Malam semakin gelap, Aini belum juga sadar dari pingsan. Tubuhnya tergeletak lunglai di atas daun pisang dengan kepala berbantalkan tas ransel si pemuda.Tidak ada lampu sama sekali. Cahaya bulan bintang pun tidak bisa menembus rindangnya pokok besar di tengah hutan itu. Hanya api unggun sederhana menjadi penerang sekaligus penghangat mereka berdua.
Bau ikan bakar yang sangat menggoda membuat Aini ingin membuka mata. Lapar sekali, teriak pasukan cacing di perutnya.
"Bangun, segarkan mukamu di sungai itu, ayo kita makan sama-sama."
Mendengar suara seorang pemuda Aini langsung membuka mata lebar-lebar, terduduk dan memastikan tidak ada yang kurang dari dirinya.
Pemuda itu tersenyum melihat tingkah lucu Aini, "Tenang, saya bukan penjahat," ucapnya santai.
"Awak siapa?"
"Sebelumnya minta maaf karena menarik paksa Cik ...,"
"Aini."