Mohon tunggu...
dewi nurmaida susana
dewi nurmaida susana Mohon Tunggu... -

lembayung jingga di ujung senja dan rintik hujan yang menciptakan aroma harum tanah basah yang mendamaikan jiwa....dua hal yang kusuka^^

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Perpisahan (Ceren)

19 Mei 2011   10:07 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:28 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

" Jujur, aku pun tak mau seperti ini. Empat bulan yang kulalui tanpa kamu sudah seperti empat abad lamanya, apalagi sekarang, satu tahun Mae. Satu tahun aku harus jauh dari kamu, jauh dari keluargaku, jauh dari orang-orang yang aku sayangi, apa kamu pikir aku bahagia? Tidak, Mae. Aku tersiksa", kali ini Tegar mencoba berbagi rasa dengan Mae, kekasihnya. Rasa yang selama ini dia sembunyikan.

Mae terdiam. Dia belum melepas pelukan Tegar. Pelukan yang mungkin hanya bisa dia nikmati sekarang. Betapa egoisnya aku. Harusnya aku tak menangis. Harusnya aku kuat. Harusnya............

Ini saatnya Mae harus melepaskan Tegar.

" Jaga diri baik-baik ya sayang. Jaga kesehatan. Kerja yang rajin. Biar pundi-pundi tabungan masa depan kita makin bertambah. Jangan khawatir, aku akan selalu jaga amanah dari kamu. Menjaga hati dan cintaku hanya untuk kamu," Mae mencium tangan Tegar dengan takjim dan lembut.

" Kamu juga, baik-baik di sini. Tunggu aku pulang ya sayang," ujar Tegar sambil memberikan kecupan hangat di kening tambatan hatinya itu.

Tegar bergegas meninggalkan Mae. Langkahnya terasa berat. Dibalikkannya kembali tubuh tegap itu. Memandang Mae yang masih diam mematung. Mae tersenyum dan melambaikan tangannya. Tanda perpisahan. Melihat senyum manis itu hati Tegar sedikit lega. Tegar membalas senyuman itu.

Mae belum beranjak selangkahpun dari tempat berdirinya. Dia terus memandangi Tegar sampai sosok Tegar tak terlihat lagi dari matanya.

Ya Tuhan, inikah rasanya harus melepas kepergian seseorang yang kita sayangi? Sakit. Sedih. Padahal perpisahan ini hanya sementara, tapi aku merasa tak berdaya. Jadi ingat Ia, sahabatku. Yang harus benar-benar berpisah dengan kekasih hatinya untuk selamanya. Perpisahan yang abadi. Seharusnya aku bersyukur karena aku masih bisa mendengar suara Tegar lewat telepon, dan mengetahui kabarnya lewat sms ataupun email. Aku masih jauh lebih beruntung dari sahabatku, Ia.

Jakarta, 18 Agustus 2010

Pukul 23.15 wib

_coretanmaeda_

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun