Mohon tunggu...
dewi nurmaida susana
dewi nurmaida susana Mohon Tunggu... -

lembayung jingga di ujung senja dan rintik hujan yang menciptakan aroma harum tanah basah yang mendamaikan jiwa....dua hal yang kusuka^^

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Perpisahan (Ceren)

19 Mei 2011   10:07 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:28 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Apa yang kamu rasakan, saat kamu harus benar-benar kehilangan seseorang yang sangat berarti dalam hidupmu? Sanggupkah kamu bertahan? Atau mungkin kamu malah terpuruk dalam duka lara berkepanjangan? Sudah menjadi hukum alam bukan, setiap pertemuan pasti ada perpisahan. Hanya saja bagaimana perpisahan itu terjadi yang membedakannya. Perpisahan yang hanya sementara atau perpisahan yang abadi untuk selamanya.

Pagi itu langit Jakartaku diselimuti awan mendung kelabu, cuaca yang dingin membuat sebagian orang mungkin lebih memilih untuk kembali bersembunyi dibalik selimut tebal yang hangat. Tapi tidak denganku. Aku harus tetap semangat untuk berangkat kerja demi sekotak berlian.

Seperti biasa, aku duduk di depan warung Bu Enung menunggu bus jemputan datang. Harus kalian tahu, tempat kerjaku memberikan fasilitas jemputan untuk semua karyawannya. Pulang pergi. Tiba-tiba ponselku bergetar. Ada sms masuk. Hmmm, pagi-pagi begini sms dari siapa ya, tanyaku dalam hati. Cepat-cepat kubaca isi sms itu. Astagfirullah, aku tak percaya dengan isi sms itu. Mataku mulai basah. Aku menangis. Ku geleng-gelengkan kepala. Menghela nafas dan mencoba membaca ulang pesan itu. Siapa tahu tadi aku salah baca. Perlahan kubaca sms itu. Meresapi kata demi kata.

" Inna lillahi wa inna ilaihi roji'un, telah berpulang ke Rahmatullah teman, sahabat dan saudara kita semua, Muhammad Haykal pagi ini pukul 04.50 wib. Semoga amal ibadahnya diterima di sisi Sang Maha Pemilik Jiwa,................."

Aku tak sanggup membaca sms itu sampai selesai. Buliran-buliran bening itu semakin deras mengalir di pipi. Tangisku semakin menjadi.

" Kenapa Mae? Ko tiba-tiba nangis seh?", tanya Mba Rini padaku.

Aku masih sibuk dengan tangisku. Dalam isak tangis kucoba untuk berkata," teman kerjaku meninggal Mba. Pacarnya Ia."

Sama halnya denganku, Mba Rini pun terkejut. " Ia sahabatmu, Mae? Yang suka main ke sini?", Mba Rini kembali bertanya. Kali ini aku hanya sanggup mengangguk. Aku tak bisa berkata-kata lagi. Ya Allah, aku lupa! Apa kabarnya dengan sahabatku, Ia? Apa dia sudah tahu? Cepat-cepat ku mencari nama Ia di list contact ponselku. Lalu kucoba menghubunginya. Tut, tut, tut. Lama tak ada jawaban. Ah kemana Ia, kenapa lama sekali mengangkat teleponnya? Gumamku dalam hati. Kembali kucoba. Hasilnya tetap sama. Tulalit.

Bus jemputanku datang. Aku segera naik. Di dalam bus semua teman-temanku sedang membicarakan kabar kematian Haykal. Aku segera menghampiri Nayna, temanku, teman Ia dan teman Haykal juga. Aku duduk di sampingnya. Nayna merangkulku. Kami menangis. Sedih. Sakit. Tak tega membayangkan sahabat kami hancur. Terluka.

Suasana di kantor hiruk pikuk. Semuanya masih membicarakan Haykal. Haykal, teman kami yang ramah, sholeh, pendiam tapi juga jahil. Kami semua merasa sangat kehilangan. Sebenarnya aku masih punya satu pertanyaan tentang kematian Haykal. Kenapa tiba-tiba Haykal meninggal? Sakitkah? Ah bukannya kemarin aku masih melihat dia? Aku mencoba memutar memori otakku kembali ke hari kemarin. Ya ampun, mengapa aku baru sadar dengan perubahan sikap Haykal akhir-akhir ini? Perubahan itukah yang menjadi isyarat kalau dia akan meninggalkan kami semua? Ternyata memang benar empat puluh hari sebelum seseorang meninggal maka akan ada banyak perubahan dalam dirinya.

Masih melekat jelas dalam ingatanku, kemarin sikap Haykal sangat menjengkelkan. Dia seperti meledekku, mengajakku bercanda. Tapi saat aku membalas meledeknya, dia hanya tersenyum. Senyuman khas dengan lesung pipi miliknya. Hal yang sangat jarang terjadi. Biasanya kalau ledekannya berhasil membuatku uring-uringan, ledekan Haykal akan semakin menggila. Tapi tidak dengan kemarin. Ternyata kemarin adalah saat terakhir aku bertemu dengan dia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun