Semula kelima mahasiswa itu begitu ceria, menikmati segarnya udara pagi, rimbunnya pepohonan serta suara-suara binatang yang bersaut-sautan. Namun semakin tinggi mereka berjalan, keceriaan mereka berkurang. Vidia, si centil yang cantik menyerah.
      "Capek sekali ... aku disini saja ya?"
      "Wah sayang dong, tinggal dikit lagi,  kita istirahat dulu sebelum melanjutkan perjalanan," kata sang ketua.
 Keempat anak buahnya pun menurut, mereka beristirahat sambil menikmati bekal.
      "Fatimah, kamu capek? Jangan dipaksakan," ucap Stephanus sembari mendekati Fatimah.
      "Dikit, tapi aku senang, pengin banget lihat sepasang air terjun," jawab Fatimah seraya minum air putih.
      "Cie..cie...pasangan serasi kita. Tapi awas lho kalau kalian ke sana cinta kalian nggak bakalan menyatu, kata bapak tua lho!" ledek  Vidia.
Stephanus dan Fatimah hanya tertawa. Cinta? Apakah mereka jatuh cinta? Pikir Stephanus dan Fatimah. Setelah beristirahat sejenak, mereka melanjutkan perjalanan.
      Lelah mereka hilang ketika sampai di puncak bukit. Sepasang air terjun menyambut  kedatangan mereka dengan suara gemuruhnya yang sudah terdengar dari jauh. Airnya yang bening dan  berkilau seolah mengajak  untuk mendekat dan berendam di sana. Kicauan burung yang merdu pun terdengar, tanaman dan bunga-bunga liar tumbuh dengan subur, menambah eksotiknya tempat ini.
      "Kita harus lapor, Pak Kepala Desa, Pak Camat dan Pak Bupati, bahwa  tempat ini sangat bagus untuk tempat wisata" kata Stephanus.
      "Ya setuju sekali, ow ya Fatimah kameranya dikeluarkan!" perintah Setiyono.