Mohon tunggu...
widyastuti jati
widyastuti jati Mohon Tunggu... Dosen - Dosen UIN Salatiga

mengagumi keindahan alam dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Gerimis di Bulan Januari

26 Januari 2023   16:37 Diperbarui: 26 Januari 2023   16:53 385
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

            "Kapan-kapan kita harus ke sana," ucap Setiyono sang ketua.

            "Setuju!!" seru anak buahnya serentak. 

***       

            Para ibu PKK sangat antusias ketika Fatimah dan Vidia mengajarkan ketrampilan dari bahan sederhana untuk membuat bunga atau hiasan,  membuat snack sederhana bolu singkong pandan dan menghias hantaran lamaran. Kedatangan mahasiswa KKN sangat diharapkan oleh orang tua dan remaja desa. Mereka menganggap para mahasiswa itu serba bisa. Bahkan mereka diundang untuk mengisi pengajian ibu-ibu. Untung Fatimah adalah anak Kiai yang memiliki pondok, sehingga dia bisa mengisi pengajian ibu-ibu. Bahkan teman-teman KKN dari desa lain sering mengajak Fatimah untuk mengisi pengajian ibu-ibu atau mengajar les bahasa inggris anak-anak SMP dan SMA karena Fatimah dari Fakultas Bahasa dan Sastra Inggris.

Banyaknya permintaan untuk mengisi pengajian dan les bahasa Inggris baik dari desanya maupun desa-desa lain membuat Fatimah kewalahan. Untung ada Stephanus yang selalu dengan senang hati mengantar dan menunggu ketika Fatimah memberi ceramah dan les bahasa Inggris dengan Honda CB 100 nya. Kebaikan dan perhatian Stephanus sangat mengesankan Fatimah, demikian pula Stephanus, dia sangat terpesona dengan  ceramah dan sikap Fatimah ketika mengajar yang penuh kesabaran. Dia rela menunggu dan mendengarkan ceramah Fatimah yang sederhana tetapi bisa diterapkan sehari-hari oleh para ibu. Senyum Fatimah  selalu mengembang, suaranya   lembut tapi mampu menguatkan dan menyentuh hati , sikapnya yang lembut dan  anggun, memukau siapa saja yang mendengarkan. Ada rasa yang sama tapi tidak bisa terungkap di antara mereka karena ada tembok pemisah yang sulit untuk ditembus.

Fatimah, putri seorang kiai yang memiliki pondok besar. Dia satu-satunya putri kiai yang sekolah umum. Kakak-kakaknya semua  belajar di pondok. Sesudah PGA mereka melanjutkan di IAIN, sementara Fatimah sekolah di SMA Negeri dan UNDIP.

Sementara Stephanus lulusan Seminari Magelang yang  melanjutkan studinya di Undip. Cita-citanya sejak kecil adalah menjadi seorang pastur , semua kakaknya mendukung sehingga dia sekolah di SMA Seminari Mertoyudan Magelang. Sejak remaja  sudah bertekad untuk tidak dekat dengan wanita dan tak sekalipun  merasa tertarik dengan wanita apalagi selama pendidikan di seminari, tekadnya makin bulat untuk menjadi pastur. Ketika masuk di Fakultas Ekonomi Undip dia tidak merasa khawatir untuk jatuh cinta meski  mempunyai banyak teman wanita. Demikian pula teman-teman gerejanya yang sebagian juga wanita. Kebaikan dia kepada semua teman adalah wujud dari pelayanannya, dia belajar untuk menjadi seorang yang penolong dan berbuat baik bagi sesamanya, apa pun agamanya.

Namun begitu dia bertemu Fatimah, ada perasaan yang tidak bisa dimengerti yang sulit dia enyahkan. Mata teduh, senyum manis, keramahan dan kesabarannya seperti magnit yang tidak bisa dia lupakan. Semakin lama bergaul dengan Fatimah, makin dalam rasa sayang dan kagumnya pada wanita sederhana tapi sangat memesona itu.

Perasaan yang sama ada di hati Fatimah, dia berjanji pada ayahnya ketika  dia belajar di sekolah umum dia harus menjaga diri, tidak boleh dekat dengan lelaki apalagi pacaran. Seperti kakak-kakaknya, yang mencarikan jodoh adalah ayahnya. Salah satu syarat calon suaminya adalah dia harus hafal Al Qur'an! Sikap Stephanus yang penolong, toleran, cerdas, supel dan mudah bergaul membuat Fatimah jatuh hati tapi dengan sekuat tenaga dia usir rasa itu.

***

            Akhirnya kelima mahasiswa KKN itu bisa menyempatkan dirinya untuk berpetualang menuju bukit di mana terdapat sepasang air terjun. Motor mereka titipkan di rumah penduduk. Sesuai dengan petunjuk bapak tua, mereka harus mengikuti jalan setapak yang  terjal dan  mendaki bukit. Mereka sudah menyiapkan bekal di ransel masing-masing.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun