Mohon tunggu...
Dias Denpasar
Dias Denpasar Mohon Tunggu... pegawai negeri -

ingin belajar menulis,,

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Mei

22 September 2015   22:17 Diperbarui: 22 September 2015   22:29 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Mei, 1993

 

“Tidak bisakah kau tinggal barang sebentar ?” suara pinta yang pelan keluar dari bibir yang mungil itu.

“Bukankah aku sudah tinggal begitu lama ?” tanya  lelaki muda yang sedang asik memandang kapal kapal jauh di seberang sambil tersenyum di kulum.

“Ya sudah.. pergi saja”

“Ngambek ?”

“Tidak..!”

“Hahahaaa… tambah cantik kalau cemberut”

“Ahhh… “ Mentari beringsut, seolah hendak berdiri.

Dengan gesit Lintar meraih tangan Mentari, memaksanya duduk kembali . Tangan Lintar memeluk pinggang Mentari yang terduduk dengan cembrut disebelahnya. Sesekali Lintar menoleh gadis di sebelahnya.

Matahari baru saja tenggelam. Sinar matahari diganti cahaya lampu lampu di pelabuhan dan kapal kapal fery yang sedang bersandar. Kesibukan di pelabuhan sedikit berkurang . Penumpang tidak terlihat berdesakan lagi seperti tadi siang.

“Kita pulang.. “ujar lelaki muda itu pada akhirnya setelah beberapa lama kebisuan ada diantara mereka berdua.

“Aku ingin pergi.. “sahut Mentari sedikit mendesah . Terasa benar kegelisahan dalam kalimatnya.

“Aku tinggal lebih lama atau engkau akan pergi ?” tanya Lintar dibuat serius. Senangnya melihat wajah gadis di sebelahnya bertambah cemberut.

“Ahhh… aku serius. Kau tau bukan , ayah tidak suka hubungan kita”

“Aku tau “

“Lalu.. tidakkah kau takut ?”

“Takut untuk apa ?”

“Ah.. entahlah.. perasaanku tidak enak saat engkau tidak disini”

“Tidak ada yang akan terjadi Tari, aku janji delapan bulan lagi kita menikah”

Mentari diam. Tapi ujung jarinya tak berhenti mengorek ngorek lantai tempatnya berdiri. Seakan lantai itu bisa meredam kegelisahan hatinya.

“Delapan bulan terlalu lama Lintar , aku tidak tau apa yang akan terjadi selama itu”

“Jangan berpikir negative, tidak baik. Percaya saja, setelah ini kita akan selalu bersama”

Mentari menarik nafas, seakan dengan itu kegelisahannya menguap ke udara dan meninggalkan perasaan damai di hatinya. Angin mulai terasa dingin saat mereka beranjak meninggalkan dermaga .

 

**

Mei 2007

 

Ting .. sms masuk, Lintar mengambil hp yang terletak di atas meja kerjanya. Tanpa nama, hanya sebuah nomor . ‘apa kabar ?’  itu kalimat yang tertulis dalam sms . Lintar mengernitkan dahi.

‘ini siapa ?’ balasnya

‘kita bertemu tadi siang’

‘siapa ?’

‘Mentari’

Ohhhh…  iya.. Lintar tidak mnyangka sms masuk dari Mentari. Mereka bertemu tadi siang tanpa sengaja.

Ting , sms masuk lagi ‘ haloooo.. pasti lagi bengong ya ?’

‘hahahaa.. tau aja’

Percakapan mengalir lewat sms . Tentang keluarga, tentang anak anak, lalu tentang masa lalu. Betapa keadaan begitu kejam kepada cinta mereka, dan kini itu mereka tertawakan bersama, mungkin dengan rasa sedikit terharu

‘Nasib mempermainkan kita’ sms Mentari

‘Andai saat itu komunikasi selancar sekarang, andai ada hp’ balas Lintar

‘Andai ada banyak provider seluler yang menawarkan banyak gratisan’

Hahahaa.. mereka tertawa getir dari tempatnya masing masing.

‘Suratku sampai padamu bukan ?’ sms Mentari. Akhirnya dia menanyakan sesutau yang bertahun tahun membuatnya penasaran.

‘Ya.. surat itu sampai setelah berlayar seminggu dan menungguku datang dari hutan selama sebulan’

‘ohhh.. ‘

‘Pasukan kami sedang patroli di hutan untuk mengawasi beberapa gerakan pemberontakan di perbatasan’

‘Aku menyesal tidak bisa menolak ayahku’

‘Kamu tidak salah, aku yang salah tidak membawamu serta’

‘Mungkin sudah nasib kita’

‘Kamu bahagia ?’

**

Mei  2008

 

Happy Wedding Day . Tulisan itu terpampang di depan pintu masuk sebuah rumah dengan foto seorang lelaki dan perempuan yang tak lagi muda. Mungkin usianya sekitar empat puluhan . Para tamu mengalir sejak pagi , datang dan pergi memberi selamat pada pasangan baru yang sedang duduk dalam ruangan di temani kerabat dan delapan anak mereka.

“Kamu bahagia ?” tanya Lintar . Mentari mengangguk malu. Usianya tak muda lagi, bukan saatnya lagi untuk bermanja manja seperti anak muda. Tapi binar di matanya tak bisa disembunyikan

“Lihat ma.. anak anak kita juga bahagia” 

“Mereka punya bapak dan ibu lagi “

“Apakah kita akan memiliki anak lagi ?”

“Genit ..” Mentari mendelik menyuruh Lintar diam, “malu sama anak anak pa”

 

Malam semakin larut. Tak ada yang tau rahasia Tuhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun