Dan sampai pada kesimpulan, walaupun terhitung cukup lama saya bekerja di RS Kanker ini, sudah 6 tahun saya bekerja, melihat bagaimana kondisi pasien kanker, masih banyak hal lain yang saya tidak tahu, dan harus saya terus menerus cari tahu.Â
-----------
Kembali ke saat ini dimana saya memutuskan menuliskan ini semua, saya sedang sedih, apalagi kalau bukan kematian pasien, dan kebingungan saya yang tampak tiada ada ujungnya,
 kok dikasih obat ini ga respon siiiiii???? aduh trombosit cuman 2 ribu, ANC rendah lagi, aiiihhhh bilirubin juga naik, infeksi dari mana ya, duuh giginya bisa gue cabut ga ya, tambal aja apa cabut ya, kalo ditambal terus infeksi gimana, kalo dicabut kira-kira pendarahannya gimana ya, luka cabutannya bakal nutup cepet gak ya, dan segudang pikiran  rumit saya mengenai pekerjaan sebagai dokter gigi.
-----------
Saat ini saya sudah tidak memiliki ambisi bekerja di klinik bonafit dan tampil cantik, rasanya penampilan saya berangkat ke RS tidak jauh berbeda waktu saya kuliah S1, celana jins dan kaos serta dengan sepatu sandal, tanpa make up.Â
Tentu saja jauh dari cita-cita saya dulu sewaktu awal lulus dokter gigi, tapi Allah sudah mengatur jalam hidup saya demikian adanya, dan saya bahagia si menjalaninya.Â
ya walaupun sering kali saya pulang ke rumah dengan muka kusut, dan di depan suami, saya mengatakan "aku lagi bete".
Dan saya sekarang sudah bisa lebih cuek dengan apa pendapat orang mengenai pekerjaan saya ini, spesialis penyakit mulut kok masih mau kerjain tindakan gigi, 3 serangkai: tambal cabut skeling. Â
Yang tau tentang pekerjaan saya kan saya sendiri, dan 1 hal yang saya baru sadari, kenapa teman-teman bisa berbicara seperti itu ya karena tidak mengalaminya langsung.
 Saya ada instagram khusus yang isinya tentang sharing kasus saya, boleh diintip di @drg.widyaapsari. :))