------------
Kemudian muncul kejadian ke 2, tidak jauh dari hari dimana saya ditegur oleh dokter hematologi onkologi.Â
Saya menerima konsul pasien anak, dengan leukemia relaps (kambuh), dokter anak hematologi onkologinya meminta saya untuk mengatasi infeksi di mulutnya dulu sebelum masuk kemoterapi ulang.Â
Kondisi rongga mulut pasien ini sungguh membuat saya sedih, baru berusia 5 tahunan dengan gigi susu yang rusak semua, dengan gusi yang bengkak.Â
(saya masih sedih setiap kejadian ini, dan saya masih belum bisa memaafkan diri saya 100%)
Trombosit pasien masih 100rb an, yang mana secara teori tidak ada resiko pendarahan pada prosedur pencabutan. Singkat cerita saya lakukan lah itu pencabutan pada gigi sisa akar pada gigi susu yang infeksi pada gigi atas dan bawah.Â
Pencabutan berjalan lancar dan seingat saya juga pendarahan yang terjadi masih dalam kadar wajar. Â Namun sesampainya pasien di ruang bangsal anak, terjadi pendarahan masif pada gusi. Saya menuju ke ruangan bangsal mengecek kondisi pasien.Â
Memang pendarahan keluar terus, mungkin karena kondisi peradangan gusinya itu yang membuat pendarahan sulit dikontrol.Â
Pukul 4 sore, sesaat sebelum saya pulang, saya dihubungi oleh dokter jaga bahwa pendarahan gusi sudah berhasil di atasi. Namun pukul 4.30 saya dihubungi oleh sekertaris SMF bahwa pasiennya masuk PICU, dan pukul 17 masuk chat dengan awalan "Innalillahi wa Inna Ilaihi Raji'un", saya menangis..
Memang pasien ini meninggal bukan karena pencabutan giginya, tapi kemungkinan karena tersedak bekuan darah yang kemudian menyebabkan terjadinya gagal nafas.
saya merasa kembali gagal..