“Ngapain ke sini?” tanya Olive sejurus kemudian.
“Mmm mau main,” jawab Edward kikuk.
Olive bengong lagi. Kejadian siang taditerlintas di kepalanya. Si pelit ini, yang tidak mengijinkannya barang sejenak melihat kertas ulangannya. Huh, sekarang bilang
mau main, emang aku temanmu? Gerutunya.
“Emang disini taman kanak-kanak apa? Kalau mau main di taman sana, sepak bola sama anak-anak kecil, bukan disini,” ujar Olive sewot.
Edward melongo. Melihat wajah tak berdosa Edward, Olive agak menyesal juga setelah mengucapkan kata-kata kasar itu. Gadis itu duduk, terdiam, termangu, bingung, menyesal dan berbagai hal berkecamuk di benaknya. Edward juga tak kalah bengong, cowok itu terdiam beberapa lama.
“Eh ka… kalau begitu aku pulang saja,” ujarnya kemudian. Olive memaki-maki dalam hati. Goblok lu Ol! Katanya mau diajari Fisika, kok “guru”nya lo bentak-bentak sih. Kesadarannya muncul tiba-tiba memenuhi kepalanya yang tadi sempat bleng.
“Eh…jangan, katanya aku mau diajari fisika?”
Edward terhenyak. “Kapan aku bilang?”
Lho…lho..gantian Olive terhenyak. Jadi yang sms itu bukan dia? Lantas siapa?
“Jadi bukan kamu yang sms?”
“Sms apa?” wajah Edward terlihat tak berdosa. Pupus sudah! Olive menepuk jidatnya! Jadi bukan Edward! Olive merasa malu bukan kepalang. Jadi ia ke ge eran sendiri menganggap si Dad ini Edward? Lantas siapa sih, dia? Pertanyaan itu sebentar saja terhapus dalam benak Olive. Bodoh amat, mau si Dad, mau si Edward, mau siapa kek, yang penting sekarang aku punya guru. He..he Olive tersenyum senang. Akhirnya si pelit ini mau juga mengajarinya.
So, hasil remidi fisika baru dibagikan. Olive tersenyum-senang senang. Matanya berbinar memandang Edward di sampingnya. Diberikannya hasil ulangannya pada Edward yang tersenyum melihat nilai yang tertera. Tak sia-sia, gumamnya pelan. Diliriknya gadis disampingnya dengan senyum dikulum.
Dan Olive merasa surprise saat pulang siang itu, Dad menelponnya.