"Selamat jalan, selamat berjuang ..."
Asti tiba-tiba menghentikan senandungnya. Ia merasa ada suara lain yang mengikutinya bernyanyi. Bulu kuduknya berdiri.
Seketika itu juga ia merasakan sentuhan melingkar di pundak kirinya. Perlahan ditoleh mukanya ke kanan. Ada Putri Parahyangan di sana.
Asti mengernyitkan dahinya. Mungkinkah itu suara anaknya? Asti sungguh tidak menyangka kalau Putri Parahyangan ternyata mampu menyanyikan lagu itu dengan sempurna.
"Aku sudah lama belajar banyak lagu-lagu perjuangan Indonesia yang sering Ibu nyanyikan waktu aku kecil dulu" bisik anaknya perlahan, dengan logat Belanda yang kental.
Mendengar itu, air mata Asti mengalir. Ia cuma bisa berharap Ayah dan Ibunya bangga, bukan terhadap dirinya tetapi putrinya, cucu mereka. Asti merasakan usapan halus jemari tangan Putri Parahyangan menghapus air mata yang mengalir di pipinya.
Asti memandang mata biru Putri Parahyangan dalam-dalam. Keduanya tersenyum dan serentak melantunkan bait akhir lagu.
"Bandung Selatan jangan dilupakan ..."
Widz Stoops , PC-USA 3.11.2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H