Aku ingat ketika belum bersekolah, umurku sekitar enam tahun, aku mempunyai teman dekat. Rambutnya selalu di kepang dua. Wajahnya manis. Lily namanya.
Aku tidak tahu di mana Lily tinggal, yang jelas dia temanku yang setia. Pagi-pagi dia sudah ada di rumah menungguku bangun untuk main bersama, dan dia baru akan pergi pada saat aku hendak tidur di malam hari.
Suatu hari ketika sedang bermain dengannya, emak memanggilku untuk makan siang. Ketika aku bertanya kepada emak apakah temanku Lily boleh ikutan makan, emak mengiyakan. Namun saat aku memperkenalkan Lily kepada emak. Sorotan mata emak terlihat aneh. Emak melihatku seolah aku berkepala dua.
"Emak ini orang tua kamu, Digo! Tidak baik bercanda seperti itu ke emak!"
"Digo enggak bercanda kok mak! Ini Lily yang selalu main sama Digo!"
"Digo! Emak gak lihat siapa-siapa kecuali kamu. Sudah tutup mulut kamu! Ayo makan sana!" Teriak emak.
Walau pada saat itu aku tidak mengerti tapi menyadari bahwa ternyata cuma aku yang bisa melihat Lily. Semenjak itu aku tidak pernah bicara tentang Lily lagi ke emak maupun ke kak In.
Suatu ketika Lily datang bersama Ani tetangga sebelah. Lily kemudian mengajakku dan Ani pergi ke suatu tempat untuk melihat anak kijang.
Lama kami menunggu, tapi anak kijang tak juga muncul. Sementara aku takut di marahi emak bermain lama-lama di luar dan jauh dari rumah. Aku pun mengajak mereka pulang.
Namun Ani bersikeras untuk tetap tinggal di sana menunggu anak kijang datang. Lily bersedia menemani Ani. Sedangkan aku memilih kembali pulang ke rumah. Untungnya setiba di rumah, emak belum pulang kerja. Lega rasanya terhindar dari teguran emak.
Keesokan sore harinya aku mendengar percakapan emak dengan kak In.