Mohon tunggu...
Widiya Puspita Sari
Widiya Puspita Sari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa/i

saya seorang ENTP

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Review Book Hukum Islam Dinamika Seputar Hukum Keluarga

12 Maret 2024   22:05 Diperbarui: 13 Maret 2024   04:52 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Kehadiran KHI sebagai hukum materiil bagi peradilan agama sudah sejak lama menjadi pemikiran dan usaha Departemen Agama. Dengan penunjukan pelaksana proyek pembangunan hukum islam melalui Yurisprudensi melalui Yurisprudensi dengan inilah dilakukan berbagai kegiatan yang mengarah krpada tersusunnya KHI, seperti penelitian terhadap "kitab kuning" penelitian yurisprudensi putusan Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama, wawancara dengan ulama se-Indonesia, studi banding ke beberapa negara timur tengah, kemudian diakhiri dengan pengolahan data dan lokakarya tingkat nasional pada tanggal 2-5 Februari 1988 yang diikuti oleh para ulama, ahli hukum, cendikiawan, dan para tokoh masyarakat. Hasil lokakarya inilah yang kemudian dikenal dengan Kompilasi Hukum Islam (KHI). Setelah sejarah KHI selanjutnya ada sumber penyusunan KHI. 

Sumber utama dalam merumuskan KHI adalah Al-Qur'an dan Sunnah. Prinsip-prinsip umum yang terkandung dalam kedua sumber hukum Islam dapat dikembangkan sesuai dengan perkembangan zaman dan keadaan disuatu tempat. Ada empat pihak yang terlibat dalam proses pembentukan KHI yaitu: birokrat Depag dan Hakim Agung MA, ulama dan cendekiawan. 

Langkah pertama dalam yang digunakan dalam penyusunan KHI adalah dengan cara melakukan pengkajian terhadap kitab-kitab fiqh Islam oleh para cendekiawan yang sudah diakui kepakaran dibidang ilmunya, mereka adalah dosen yang ada dilingkungan perguruan tinggi Islam. 

Lalu langkah kedua adalah para ulama di sepuluh ibu kota provinsi di Indonesia untuk membuktikan koherensitas dengan norma hukum yang ada dalam masyarakat. Langkah ketiga yang dilakukan adalah jalur yurisprudensi Peradilan Agama dari sejak jaman Hindia Belanda dulu sampai saat penyusunan KHI. 

Langkah keempat adalah studi perbandingan mengenai pelaksanaan dan penegakan hukum Islam di negara-negara Muslim. Kemudian poin terakhir pada bab ini adalah Sistematika KHI yang pertama memuat tentang ketentuan-ketentuan hukum perkawinan (munakahat) yang kedua memuat tentang hukum warisan (faraidh) dan hukum perwakafan (wakaf). 

Dalam setiap buku ketentuan spesifikasi bidang hukum terbagi dalam bab-bab dan masing-masing bab dirinci lagi kedalam bagian-bagian diurutkan sesuai dengan pengelompokan buku.

    Pada bab 3 buku ini memuat tentang Hukum Perkawinan. Dalam KHI menyebutkan dalam pasal 2 bahwa pernikahan merupakan suatu akad yang sangat kuat untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. Poin pertama pada bab ini adalah Khitbah sebagai janji melaksanakan perkawinan. 

Khitbah ini merupakan janji untuk menuju pada pernikahan namun berdasarkan pada pasal 13 belum ada akibat hukumnya, maka prinsip-prinsip Islam harus tetap dilaksanakan yaitu mereka yang sudah bertunangan belum dapat berkumpul berdua sampai berlangsungnya akad nikah. 

Dalam sub bab ini dijelaskan pula tentang wanita yang boleh dikhitbah dan adapula ganti rugi pembatalan nikah. Kemudian poin kedua yaitu Hukum Perkawinan dalam Kerangka Hukum Islam. Dalam hukum perdata diatur tentang perihal tentang hubungan-hubungan kekeluargaan yaitu dapat berupa hubungan yang berupa harta kekayaan dan suami isteri dan hubungan perwalian. 

Pada UU Nomor 1 Tahun 1974 dan KHI Tahun 1991 pada buku I mengandung 7 asas yaitu asas membentuk keluarga yang bahagia dan kekal, asas keabsahan perkawinan didasarkan pada hukum agama dan kepercayaan bagi pihak yang melaksanakan perkawinan, asas monogami terbuka, asas kedua mempelai telah matang jiwa raganya, asas mempersulit terjadinya perceraian, asas keseimbangan hak dan kewajiban antara suami isteri dan asas pencatatan perkawinan. 

Menurut KHI dan undang-undang perkawinan menyatakan bahwa perkawinan sah apabila dilakukan berdasarkan ketentuan hukum islam dan perkawinan ini harus tercatat dibawah pengawasan Pegawai Pencatat Nikah untuk menjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat dan perkawinan yang tercatat ini mempunyai kekuatan hukum. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun