“919574111124…” jawab saya. Rupanya dia ngetes nih, untung meskipun mengarang saya sudah mencatat nomor itu.
“Oke, benar Pak. Jadi selanjutnya Bapak kami beri tugas pergi ke ATM sekarang juga. Tolong henponnya jangan dimatikan ya Pak, soalnya saya akan pandu dari sini.”
“Tidak dimatikan? Wah gimana kalau basah Pak, soalnya gerimis Pak, takut henpon rusak,” dan sampai pada titik ini saya sudah mulai merasa jago berakting.
“Bapak masukin kantong atau bagaimana lah, yang penting jangan dimatikan. Sekarang berapa jarak ke ATM dari rumah Bapak?”
“Emm, sekitar tujuh menit Pak, naik motor.”
“Oke sekarang juga Bapak berangkat ke ATM, ingat henpon jangan dimatikan,”
“Iya, iya Pak, saya berangkat sekarang…”
Demi memuluskan adegan, terpaksa saya pun mengambil motor dan mengendarainya seolah-olah pergi ke ATM. Padahal saya cuma muter di depan rumah dan pencet-pencet klakson sedikit supaya tambah meyakinkan, terdengar lewat henpon di kantong.
Eh, ternyata nggak sadar sambungan henpon sudah putus dan sudah ada tiga panggilan tak terjawab dari Pak Budi, eh Bambang. Saya pun mengirim SMS padanya untuk menghubungi kembali.
“Halo Assalamualaikum Bapak, sudah di ATM?” tanyanya.
“Sudah Pak, saya di ATM ini, tapi…”