Mohon tunggu...
ASSHYFA ZAHRA
ASSHYFA ZAHRA Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

hobbiku menilis, membaca dan traveling....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Rindu yang Tak Terbendung

17 Januari 2023   20:21 Diperbarui: 17 Januari 2023   20:44 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada suatu sore, ketika kami sekeluarga sedang duduk santai diteras depan rumah, sambil menunggu bedug maghrib setelah seharian berpuasa. Hari itu adalah hari ke 15 kami menjalankan ibadah puasa, tiba-tiba handphoneku berdering...

Kriiing...kriiing...kringgg...aku terlompat seketika, mendengar handphoneku yg sedang mengisi daya berbunyi. Aku segera menghampiri meja yang ada di pojok ruang keluargaku. Setelah kulihat ternyata tertulis kata ' my lovely mommy' aku segera mengangkat telpon itu...

"Assalamualaikum, ibu" .sapaku dengan bahagia

"Waalaikum Salam nak" sahut ibu diujung sana

"Apakabar ibu".tanyaku lagi

" Alhamdullilah nak, ibu masih diberikan kesehatan dan masih bisa menjalankan ibadah puasa " jelas ibu dengan suara yang sangat berat..

Aku tertegun mendengar suara yang sangat berat diujung sana . Aku tahu suara itu merupakan suara rindu dari seorang ibu yang mengharapkan kepulangan anak dan cucunya pada lebaran ini , sehingga kami semua bisa berkumpul disaat hari raya dirumah ibu. 

" Kamu apa kabar ,nak " tanya ibu 

"Alhamdullilah, bu. Kami disini sehat semua Bu." Jawabku singkat

" Anak-anak mu bagaimana, mereka puasa semua ya" tanya ibu lagi

" Alhamdullilah, Bu . Semua puasa kecuali Reyhan , puasanya masih setengah hari. Belum kuat sampai bedug." Sahutku dengan cepat..

" Oh ya nak , 15 hari lagi udah mau lebaran ya ,Kalo bisa mudik ya nak, ajak semua anak-anak dan suamimu ya. Biar kita bisa menyambut lebaran ini bersama-sama." Pinta ibu dengan suara lemah.

" Inshaallah Bu" jawabku singkat sambil mengusap mataku yang mulai memanas.

Karena aku sudah tahu bahwa kami tidak akan mudik lagi pada lebaran ini, edaran pemerintah sudah keluar tentang larangan mudik. Tapi aku tidak sanggup untuk menyampaikannya kepada ibu, aku tidak mau mendengarkan ungkapan kesedihan dari ibu.

" Abangmu juga akan mudik , jadi kita bisa kumpul semua" sela ibu lagi.

Sungguh sedih hatiku mendengar kata-kata ibu yang penuh kerinduan dan harapan agar bisa berkumpul dengan anak dan cucunya. Tapi apadayaku sepertinya harapan itu begitu sulit bagiku untuk mengabulkannya. Aku tinggal dikampung orang. Aku pergi merantau setelah aku menikah dan mengikuti suamiku bertugas disebuah kota kecil yang jauh dari keramaian. Tapi pada masa sebelum pandemi ini aku selalu berusaha pulang kampung untuk mudik. Yang mana seluruh keluarga besar kami akan berkumpul semua dirumah ibu. 

"Oh.iya bu, Abang sudah mengabari ibu untuk pulang lebaran ini. Syukurlah mudah-mudahan mereka bisa pulang semua" sahutku dengan kaget.

 Karena abangku tinggalnya juga jauh dari kampung kami. Jadi aku fikir Abangku juga tidak bisa mudik terhalang oleh peraturan pemerintah tentang larangan mudik ini. Ya Allah, sungguh aku tidak sanggup menyampaikan kebenaran ini kepada ibu. Aku tidak mampu untuk berterus terang kepada beliau tentang fakta yang sebenarnya. 

"Bagaimana dengan persiapan lebaran ibu, buat kebutuhan lebaran aku transfer aja ya.kalo Ibu mau beli mukena baru sama Adik aja biar bisa pilih sendiri modelnya" ujarku panjang lebar.

"Nggak usah mikirin kue lebaran, beli aja seperlunya" ujarku lagi

Karena aku tahu betul cara ibu menunggu kepulangan kami semua, beliau adalah orang yang paling sibuk mempersiapkan segala sesuatunya, mulai dari makanan , kue lebaran, makanan tradisional seperti lemang dan tape ketan hitam selalu tersedia menunggu kedatangan kami sampai dengan persiapan kamar buat kami semua di rumah ibu nanti. 

" Nggak usah transfer nak, ibu masih punya uang untuk keperluan ibu, pakai aja uang itu untuk keperluan kamu dan anak-anakmu. Kebutuhanmu lebih besar dari pada ibu apalagi mau mudik juga, nanti uang itu bisa dipakai untuk diperjalanan " jawab ibu dengan tenang.

" Uupppssd..ibu... Rejeki nggak boleh ditolak lho" sahutku dengan nada sedikit memaksa.

" Ibu nggak perlu kwartir , inshaallah sudah kami siapkan semua, diterima ya Bu" sambungku lagi.

Sudah kuduga ibu pasti menolak pemberianku karena beliau berfikir kebutuhan kami masih sangat banyak terutama untuk anak-anak kami yang masih sekolah semua. Menurut beliau uang pensiun yang diterima setiap bulannya sudah lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan beliau sehari-harinya. Tapi aku tetap memaksanya untuk menerima pemberian ku.

" Aku transfer ke rekening Adik aja, aku mohon terima ya Bu..." Pintaku lagi

" Sudahlah buat anak-anakmu aja. Pakai buat beli keperluan mereka ya..." Balas ibu dengan nada yang bijak.

Akhirnya aku terdiam sejenak. Ibu tetap tidak mau menerima pemberianku. Tapi aku tidak mau putus asa, dalam hati aku bergumam nanti langsung transfer aja fikirku. Tidak perlu didebatkan lagi. Kalo dibilang lagi pasti beliau menolak lagi, ah sudah lah ...

" Jadi kapan rencananya kamu berangkat pulang kampung " sahut ibu mengejutkanku

" I.i...iya Bu...nanti kalo sudah dapat cuti lebaran kami pulang ibu" jawabku sekenanya. 

Padahal aku tahu tidak akan ada cuti lebaran , yang ada cuma libur pada hari H lebaran aja. Aku sungguh sedih karena beliau sangat rindu berkumpul bersama anak dan cucunya. Tapi semua itu mungkin belum bisa terwujud lebaran ini.

" Oh ya nak, nanti kalo udah dapat cuti lebarannya dikabari ya " sahut ibu lagi.

" Iya Bu, nanti dikabari" jawabku cepat tanpa kusadari mengalir bulir putih disudut mataku. Hatiku semakin tak menentu, fikiranku mengambang berusaha menutupi kegelisahanku yang sedang mencari cara untuk mengungkapkan keadaan yang sebenarnya, aku tak sanggup mendengarkan ungkapan kecewa itu dari mulut ibu. Ya Allah, bukan aku ingin membuat beliau sedih tapi situasi ini sungguh membuatku tak berdaya.

Aku berusaha mengalihkan topik pembicaraan kami. 

"Menu buka puasa nya apa bu, bikin Kolak nggak?" Tanyaku seraya mengalihkan topik pembicaraan.

Ada ikan bakar, sambal terasi dan lalapan, kangkungnya ditumis saos tiram " sahut ibu diujung sana.

"Wuihsss, mantap itu...pasti enak?" Jawabku dengan semangat.

Tak bisa dipungkiri ibu memang ahli dalam memasak. Hal inilah yang kadang membuat rindu itu menggebu-gebu ingin pulang kampung, karena ingin makan masakan ibu yang tiada tandingan itu. Bagi kami semua, Adk dan Abangku beserta anak-anak, kami selalu mengacungkan jempol setelah kami menikmati masakan ibu, beliau bukan chef tetapi sangat ahli dalam meracik bumbu masakan menjadi enak.

"Nanti kalo udah ngumpul kita makan bareng ya nak" sahut ibu kemudian.

Inshaallah Bu, mudah- mudahan Allah mengabulkan doa kita , Aamiin" ujarku 

Yo sudah nak, udah mau bedug...ibu mau siap-siap berbuka ya..? Sahut ibu mau menutup pembicaraan.

"Oh iya Bu...selamat berbuka puasa ya, assalamualaikum Bu?" Ujarku sembari menutup telpon.

"Waalaikum Salam." Jawab ibu diujung sana.

****

Di keheningan malam aku terjaga dari tidurku, masih terngiang oleh ku ucapan ibu yang penuh harap, aku tak mampu lagi memicingkan mataku barang sekejap pun sampai alarm yang ku setel dihandphone berbunyi, menandakan bahwa aku harus menyiapkan makan sahur kami.

Aku masih belum menemukan cara untuk menyampaikan bahwa kami tidak bisa lagi pulang untuk kedua kalinya. Sementara ibu dikampung sudah sangat berharap dengan kepulangan kami semua.karena sudah dua kali kami tidak berlebaran bersama ibu dikampung.

Berhubung kami semua kakak Adik bekerja pada instansi pemerintah jadi kami harus patuh kepada aturan yang diterbitkan oleh pemerintah. Hal inilah yang membuat dilema pada kami semua, kami tidak bisa melakukan apapun di luar aturan tersebut.semoga ada keajaiban dan dengan izin Allah semua aturan bisa sedikit longgar, sehingga kami bisa mengobati rindu ibu .

Aku mencoba berdiskusi dengan suamiku tentang mudik ini, dan solusi yang diberikan pun tidak jauh berbeda dengan apa yang aku fikirkan. Menurutnya kami memang belum bisa pulang mudik lebaran ini meskipun ini sudah untuk kedua kalinya, apa boleh buat katanya, kita harus memberitahu ibu tentang kondisi yang sebenarnya. Sehingga ibu bisa mengerti dengan situasi dan kondisi yang sedang di alami oleh kami semua. Ya Allah , sebenarnya aku tak tega menyampaikannya, tapi mau bagaimana lagi, aku harus melakukannya. 

***

Siang itu setelah menunaikan sholat Zuhur , aku mencoba menghubungi ibu dengan handphoneku. Yang mana sebelumnya sudah kususun kata- kata yang tepat untuk menyampaikan perihal ketidak pulangkan kami ini. Aku berada diantara keraguan memberi tahu atau tidak informasi edaran pemerintah tentang larangan mudik. Aku tidak tega melihat ibuku sedih dan kecewa untuk kedua kalinya. Karena ibu sudah sangat berharap untuk berkumpul bersama anak dan cucunya pada lebaran ini. Ya Allah , kuatkanlah aku, sungguh aku tak tega. Berikanlah keajaiban untuk kondisi kami ini.

Kriiing...kringg...kring....

"Assalamualaikum, ibu" sapaku memberi salam ibu

" Waalaikum Salam, nak" jawab ibu diujung sana.

" Apa kabar, ibu" tanyaku lagi

"Alhamdulillah, sehat . Kamu apakabarnya di sana, anak- anakmu gimana, Mereka

 masih berpuasa kan?" Jawab ibu dengan panjang lebar.

"Alhamdullilah, bu.kami semua baik-baik aja disini". Sahutku sambil menenangkan diri.

"Oh ya nak, kata pak guru yang tinggal disebelah rumah kita ini, ada peraturan larangan mudik lagi ya?" Kata ibu dengan sedikit kecewa.

Dalam hati aku berkata,"Alhamdullilah ya Allah, ibu sudah tahu semua permasalahan ini, aku tidak perlu lagi merasa bersalah".

" Benar Bu, edarannya udah keluar, besar kemungkinannya kami tidak bisa mudik lagi tahun ini" sahutku cepat.

" Kalo peraturannya seperti itu, ya sudah ikuti aja, ibu tidak apa-apa kok" jawab ibu Dengan nada yang agak kecewa.

" Iya Bu, inshaallah kita bisa berkumpul bersama lagi, meskipun bukan pada lebaran ini" jawabku dengan suara yang berat.

" Iya ngak apa-apa, nak. Kamu baik- baik disana ya, jaga anakmu baik-baik. Suatu hari, kalo diizinkan Allah kita pasti berkumpul" sahut ibu panjang lebar menasehatiku meskipun ibu sangat sedih dan kecewa dengan kondisi seperti ini. Tapi beliau sangat sabar dan ikhlas menerima semuanya.

"Iya Bu, ibu yang sabar ya, jaga kesehatan ya Bu" sahutku dengan suara serak 

"Ibu nggak apa-apa " jawab ibu cepat.

"Kami rindu ibu, kami semua sayang ibu, ini berat bu" ujarku sambil sesenggukan.

"Nggak usah sedih, ibu baik- baik aja di sini, nanti kita juga bisa berkumpul lagi"jawab ibu sambil menghiburku.

" Iya Bu, maafkan kami semua ya, Bu. Kami belum bisa membahagiakan ibu" ucapku sambil menangis.

" Kamu sering menelpon aja, ibu udah senang kok" balas ibu dengan bijak

" Inshaallah , Bu" sahutku singkat

" Sudah ya nak, ada tamu ni" jawab ibu ingin menutup pembicaraan kami.

" Iya Bu , assalamualaikum" sahutku

" Waalaikum Salam" jawab ibu

Aku tahu ibu sangat sedih, tapi beliau sangat sabar dan begitu bijak menanggapi masalah ini, beliau begitu pengertian dan tak mau menyulitkan posisi anak-anaknya, beliau tak menuntut banyak hal terhadap anaknya. Terima kasih ibu, engkau adalah wanita terhebat yang ada di dunia ini.

Akhirnya aku bisa lega menyambut hari kemenangan ini, meskipun di hatiku menggelayut rindu yang luar biasa. Ternyata RINDU itu memang berat, makanya kasihkan aja sama Dilan.

Written by Bundaku WIDIA ASTUTI, S.Pd 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun