Mohon tunggu...
Bambang Wibiono
Bambang Wibiono Mohon Tunggu... Buruh - Buruh Sarjana | Penulis Bebas | Pemerhati Sosial Politik

Alumnus Ilmu Politik FISIP Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Weton, Primbon, dan Lampu Merah

22 Juni 2020   12:27 Diperbarui: 23 Juni 2020   22:14 567
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mbah Bejo hanya senyum manggut-manggut mendengar curhatan cucu kesayangannya.

"Gini lho Tong, menurut riwayat, orang Jawa itu sejak dahulu kala terkenal titen. Ngerti titen? Titen itu, teliti, cermat, telaten dalam mengamati sesuatu hal. Itu lho kaya peneliti-peneliti di laboratorium yang kerjaannya ngamati tikus. Aneh-aneh aja. Tikus dari kecil sampai besar sampai diternak. Kadang masing-masing tikus disuntik. Diamati reaksinya. Reaksinya ada yang mati, ada yang tidak. Disuntiknya pun dengan cairan yang berbeda. Teruusss aja diamati dengan percobaan beberapa tikus sampe beberapa waktu lamanya. Kurang lebih begitulah titen. Diamat-amati secara seksama", Mbah Bejo mulai mendongeng sekalian menjelaskan soal kegundahan si Otong.

"Nah terkait soal primbon yang isinya perhitungan-perhitungan weton tentang perjodohan lah, kehidupan lah, pekerjaan dan sebagainya itu, kurang lebih hasil dari laku titen mbah-mbah moyang kita dahulu. Berdasarkan banyak kasus yang dialami, kok ya orang yang lahir hari Sabtu saat menikah dengan orang yang lahir hari Kamis jauh lebih banyak mengalami celaka, kesulitan, bahkan tak sedikit yang mengalami kematian sebelum mencapai cita-cita bersama. Jadilah ditarik kesimpulan rumus: hari Sabtu akan celaka jika menikah dengan hari Kamis." Mbah Bejo menjelaskan panjang lebar.

"Tapi kan Mbah, takdir di tangan Tuhan. Kita gak pernah tahu. Jadi kenapa harus melarang-larang dan seolah menganggap dengan hari ini baik, hari itu tidak?" si Otong protes.

"Betul sekali Tong. Ini kan hanya sebagai ikhtiar saja. Kamu percaya takdir baik dan buruk di tangan Tuhan?" tanya Mbah Bejo.

"Percaya. Karena dalam Islam, Allah lah yang menentukan qada dan qadar" jawab Otong mantap percaya diri.

Mbah Bejo menepuk-nepuk pundak Otong dengan senyum. 

"Bagus Tong. Kamu harus pegang keyakinan itu. Tinggal yakinkan ibu bapakmu bahwa kamu siap menerima resikonya, apapun" Mbah Bejo memberikan dukungan.

Tersungging senyum di bibir Otong. Tidak salah pikirnya, si Mbah meskipun pemegang tradisi dan kepercayaan kejawen, tetapi lebih terbuka dan moderat. Sangat berbeda dengan kedua orang tuanya.

"Mau ke mana Mbah?" tanya Otong saat melihat si Mbah menunggangi motornya.

"Kalau kata orang Sunda mah, mau ngabuburit. Sore ini adalah hari baik. Mau menikmati suasana sore. Ikut ndak kamu Tong?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun