Mohon tunggu...
Wf Novitasari
Wf Novitasari Mohon Tunggu... Guru - Guru Biologi di SMA Negeri 6 Metro Lampung

Sang Pembelajar Sepanjang Hayat dan suka berbagi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Refleksi Eksploitasi Konsep Modul 3.3 (Pengolaan yang Berdampak Positif pada Murid)

3 Maret 2024   22:45 Diperbarui: 3 Maret 2024   22:51 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

TUGAS REFLEKSI EKPLORASI KONSEP MODUL 3.3

NAMA CGP: W.F. NOVITASARI

INSTANSI: SMA NEGERI 6 METRO

 

Refleksikan setiap situasi yang ada dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan di bawah ini:

1. Jenis kegiatan atau program apakah yang dideskripsikan tersebut (Apakah intrakurikuler, kokurikuler, atau ekstrakurikuler)?

2. Dalam setiap situasi, identifikasilah dibagian mana dan bagaimana guru mencoba mempertimbangkan 'suara'; 'pilihan'; dan 'kepemilikan' murid untuk mendorong tumbuhnya kepemimpinan murid.  Jelaskan jawaban Ibu/Bapak.

3. Dalam setiap situasi yang digambarkan di atas, apa dimensi Profil Pelajar Pancasila yang dikembangkan? 

Situasi 1

TK Cahaya memiliki sedikit lahan di samping halaman bermain sekolah yang belum dimanfaatkan. Saat ini, lahan tersebut bukan hanya terlantar namun juga memberikan pemandangan yang kurang apik karena menjadi tempat tumpukan barang-barang yang tidak terpakai. Pak Segar, guru TK B sangat prihatin dengan kondisi tersebut. Saat ia mengawasi dan mengamati murid-muridnya istirahat bermain, Pak Segar lalu mengajak beberapa murid-muridnya bercakap-cakap. Ia meminta ide dari murid-muridnya untuk mengetahui sebaiknya lahan yang luasnya terbatas tersebut digunakan untuk apa. Ia menanyakan apa saja yang mereka inginkan ada di halaman bermain sekolah mereka. Saat itu, murid-murid memberikan banyak sekali pendapat. Namun, di antara pendapat-pendapat yang diberikan oleh murid, ada salah satunya yang sangat menarik. Murid itu mengatakan bahwa ia ingin ada kebun di sekolah di mana ia nanti bisa menanam biji jeruk yang dimakannya. Pak Segar merasa ide murid tersebut sangat mungkin untuk diwujudkan dengan anggaran yang terbatas. Di kelas, Pak Segar lalu mengajak murid-murid untuk mendiskusikan lebih lanjut ide tersebut. Ternyata ide tersebut juga didukung oleh murid-murid yang lain. Ia lalu meminta murid-muridnya untuk menggambarkan seperti apa kebun impian mereka. Ia juga menanyakan jenis-jenis tanaman apa yang mereka ingin ada di kebun tersebut.

Dari hasil diskusi, Pak Segar tidak hanya mendapatkan ide tentang kebun seperti apa yang diinginkan oleh anak-anak, namun, anak-anak ternyata juga dapat mengusulkan bagaimana mereka dapat membantu mewujudkan kebun tersebut. Ada murid yang mengatakan akan membawa biji pepaya yang biasa ia makan di rumah untuk di tanam di kebun itu. Ide ini kemudian diikuti oleh anak-anak lain yang juga ingin membawa potongan jenis-jenis sayuran yang dapat ditanam kembali dari sisa potongan sayuran yang mereka konsumsi di rumah. Dengan bantuan pertanyaan-pertanyaan Pak Segar, anak-anak bahkan dapat memberikan gagasan bagaimana kebun ini bisa dirawat bersama oleh murid-murid. Seorang murid, yang ayahnya adalah petani bahkan akhirnya menawarkan akan mengajak ayahnya untuk membantu menyiapkan lahan tersebut supaya siap untuk ditanami, karena ia sering melihat ayahnya melakukan hal tersebut. Pak Segar lalu membawa ide murid-murid ini kepada kepala sekolah. Kepala Sekolah sangat mendukung ide tersebut dan meminta Pak Segar untuk mendiskusikan lebih lanjut ide ini dengan guru-guru kelas lain. Setelah dimatangkan, ide yang awalnya berasal dari usulan murid-murid tersebut akhirnya terwujud menjadi sebuah program yang kemudian disebut dengan "Program Kebun Cahaya". Setiap kelas di TK Cahaya kini memiliki kavling kecil di lahan yang tadinya terlantar tersebut dan secara bersama bertanggung jawab untuk merawatnya.

Jawaban:

1. Jenis kegiatan atau program yang dideskripsikan pada situasi 1 ini adalah kegiatan kokurikuler.

2. Identifikasi "suara murid":

- Murid-murid memberikan banyak sekali pendapat. Namun, di antara pendapat-pendapat yang diberikan oleh murid, ada salah satunya yang sangat menarik. Murid itu mengatakan bahwa ia ingin ada kebun di sekolah di mana ia nanti bisa menanam biji jeruk yang dimakannya. Pak Segar merasa ide murid tersebut sangat mungkin untuk diwujudkan dengan anggaran yang terbatas;

- Di kelas, Pak Segar lalu mengajak murid-murid untuk mendiskusikan lebih lanjut ide tersebut. Ternyata ide tersebut juga didukung oleh murid-murid yang lain;

- Pak Segar lalu meminta murid-muridnya untuk menggambarkan seperti apa kebun impian mereka. Pak Segar juga menanyakan jenis-jenis tanaman apa yang mereka ingin ada di kebun tersebut.

Identifikasi "pilihan murid":

- Anak-anak dapat mengusulkan bagaimana mereka dapat membantu mewujudkan kebun tersebut;

- Ada murid yang mengatakan akan membawa biji pepaya yang biasa ia makan di rumah untuk di tanam di kebun itu;

- Ide ini kemudian diikuti oleh anak-anak lain yang juga ingin membawa potongan jenis-jenis sayuran yang dapat ditanam kembali dari sisa potongan sayuran yang mereka konsumsi di rumah;

- Anak-anak dapat memberikan gagasan bagaimana kebun ini bisa dirawat bersama oleh murid-murid;

- Salah satu ayah murid adalah petani menawarkan akan mengajak ayahnya untuk membantu menyiapkan lahan tersebut supaya siap untuk ditanami, karena ia sering melihat ayahnya melakukan hal tersebut.

Identifikasi "kepemilikan murid":

- Kepala Sekolah sangat mendukung ide tersebut dab setelah dimatangkan, ide yang awalnya berasal dari usulan murid-murid tersebut akhirnya terwujud menjadi sebuah program yang kemudian disebut dengan "Program Kebun Cahaya";

- Setiap kelas di TK Cahaya memiliki kavling kecil di lahan yang tadinya terlantar dapat menjadi Kebun Cahaya dan secara bersama bertanggung jawab untuk merawatnya.

Penjelasan:

  sayuran). Murid juga telah diberikan pilihan sehingga mendorong keterlibatan dan membuat pengalaman belajar. Murid juga sudah terhubung (baik secara fisik, kognitif dan emosional) dengan apa yang telah mereka lakukan, terbukti dengan mereka terlibat aktif dalam membuat Kebun Cahaya dan bertanggung jawab bersama-sama untuk merawatnya.

3. Dimensi Profil Pelajar Pancasila yang dikembangkan adalah Beriman, Bertakwa kepada Tuhan YME dan Berakhlak Mulia (Akhlak kepada Alam), Kreatif, Bernalar Kritis, Bergotong Royong.

Situasi 2

Bu Ara mengajar di Kelas 1 SD. Di awal tahun ajaran baru, Ia ingin melibatkan murid-muridnya mengatur sendiri ruang kelas mereka. Bu Ara ingin murid-muridnya memiliki rasa kepemilikan terhadap kelas mereka sehingga mereka akan secara sadar menjaga dan memelihara kelasnya dengan baik. Ia kemudian meminta murid-muridnya untuk bekerja kelompok merancang layout kelas. Setiap kelompok diberikan selembar kertas dan mendiskusikan lalu memutuskan di mana mereka akan meletakkan loker, kursi, meja, tempat sampah, keranjang buku, lemari buku, meja guru, dsbnya. Karena murid-murid kelas 1 belum semuanya bisa menulis, maka mereka boleh menggambar. Setelah itu setiap kelompok akan menjelaskan layout kelas kelompok mereka di depan kelas. Murid-murid lain dapat memberikan pertanyaan tentang layout tersebut. Setelah semua kelompok melakukan presentasi, mereka kemudian harus memutuskan layout mana yang akan dipilih untuk diimplementasikan. Setelah dilakukan pemilihan, terpilihlah satu layout yang paling ingin diimplementasikan oleh murid-murid di kelas tersebut. Namun, Ibu Ara lalu menyadari bahwa layout pilihan tersebut menurut kacamata dia sebagai guru sepertinya adalah layout yang "paling sulit untuk dilakukan dan paling tidak efektif".

Namun karena itu yang paling banyak dipilih, Ibu Ara ingin sekali mewujudkan desain itu untuk menghargai pilihan murid. Ibu Ara sangat galau, karena ia tahu, kalau ia mewujudkan desain tersebut, kelasnya akan menjadi tidak rapi dan berantakan. Orang tua murid dan kepala sekolah juga pasti akan mempertanyakan. Ibu Ara pun akhirnya memutuskan untuk berbicara langsung kepada kepala sekolah. Di luar dugaan, kepala sekolah sangat mengapresiasi upaya Bu Ara menghargai pilihan murid-muridnya. Lewat proses diskusi dan dengan pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan oleh kepala sekolah, Ibu Ara akhirnya memutuskan untuk tetap mewujudkan layout tersebut dan akan mengevaluasinya setelah beberapa hari diimplementasikan. Proses evaluasi ini akan menjadi sebuah proses pembelajaran yang berharga buat murid. Setelah beberapa hari mengimplementasikan layout pilihan murid tersebut, Ibu Ara pun lalu mengajak murid-muridnya berefleksi dan menanyakan apakah menurut mereka, layout ini membantu mereka untuk belajar, bergerak dan berinteraksi dengan baik di kelas.

Bu Ara memberikan pertanyaan-pertanyaan reflektif untuk membantu siswa berefleksi. Ternyata murid-murid Ibu Ara juga merasa bahwa layout tersebut tidak efektif. Ada yang yang bilang tempat sampahnya ternyata kejauhan. Atau ternyata letak lemari bukunya menghalangi orang untuk melihat ke luar jendela. Setelah melakukan refleksi, Ibu Ara lalu mengajak murid-muridnya untuk memberikan saran bagaimana agar layout kelas mereka bisa lebih efektif. Berdasarkan masukan murid-murid, di minggu berikutnya layout kelas mereka pun diubah sesuai dengan hasil refleksi, sehingga menjadi lebih efektif.

Jawaban:

1. Jenis kegiatan atau program yang dideskripsikan pada situasi 2 ini adalah kegiatan kokurikuler.

2. Identifikasi "suara murid":

- Murid berdiskusi dalam kelompok dan memutuskan di mana mereka akan meletakkan loker, kursi, meja, tempat sampah, keranjang buku, lemari buku, meja guru, dsbnya;

- Setiap kelompok akan menjelaskan layout kelas kelompok mereka di depan kelas;

- Murid dapat bertanya tentang layout yang dipresentasikan oleh setiap kelompok, murid diberikan kesempatan memberikan pendapat/saran;

- Melibatkan murid dalam memberikan umpan balik terhadap hasil layout.

Identifikasi "pilihan murid":

- Karena murid-murid kelas 1 belum semuanya bisa menulis, maka mereka boleh menggambar;

- Setelah itu setiap kelompok akan menjelaskan layout kelas kelompok mereka di depan kelas dan kelompok melakukan presentasi;

- Ibu Ara mengajak murid-muridnya berefleksi dan menanyakan apakah menurut mereka, layout tersebut membantu mereka untuk belajar, bergerak dan berinteraksi dengan baik di kelas;

- Bu Ara memberikan pertanyaan-pertanyaan reflektif untuk membantu siswa berefleksi. Ternyata murid-murid Ibu Ara juga merasa bahwa layout tersebut tidak efektif. Ada yang yang bilang tempat sampahnya ternyata kejauhan. Atau ternyata letak lemari bukunya menghalangi orang untuk melihat ke luar jendela. Setelah melakukan refleksi, Ibu Ara lalu mengajak murid-muridnya untuk memberikan saran bagaimana agar layout kelas mereka bisa lebih efektif.

 Identifikasi "kepemilikan murid":

- Setiap kelompok diberikan diberikan kebebasan dan dapat memutuskan di mana mereka akan meletakkan loker, kursi, meja, tempat sampah, keranjang buku, lemari buku, meja guru, dsbnya;

- Murid memutuskan layout mana yang akan dipilih untuk diimplementasikan. Setelah dilakukan pemilihan, terpilihlah satu layout yang paling ingin diimplementasikan oleh murid-murid di kelas tersebut;

- Berdasarkan masukan murid-murid, di minggu berikutnya layout kelas merekapun diubah sesuai dengan hasil refleksi, sehingga menjadi lebih efektif (murid mengatur  layout kelas mereka sendiri).

Penjelasan:

Bu Ara sebagai guru luar biasa karena Bu Ara tetap mewujudkan desain yang telah dipilih murid untuk menghargai pilihan murid, meskipun Ibu Ara sangat galau, karena beliau tahu, kalau ia mewujudkan desain tersebut, kelasnya akan menjadi tidak rapi dan berantakan. Orang tua murid dan kepala sekolah juga pasti akan mempertanyakan. Namun setelah berbicara dengan kepala sekolah dan kepala sekolah ternyata sangat mengapresiasi upaya Bu Ara sehingga Bu Ara akhirnya memutuskan untuk tetap mewujudkan layout tersebut dan akan mengevaluasinya setelah beberapa hari diimplementasikan. Bu Ara tentu saja telah memberdayakan murid dan akhirnya memiliki kekuatan untuk mempengaruhi perubahan. Murid berkolaborasi dan belajar membuat keputusan. Suara murid telah ditumbuhkan melalui proses diskusi, memberikan pendapat dan juga memberikan ruang ekpresi untuk menjadi kreatif (misalnya murid memutuskan di mana mereka akan meletakkan loker, kursi, meja, tempat sampah, keranjang buku, lemari buku, meja guru, dsb.). Murid juga telah diberikan pilihan sehingga mendorong keterlibatan dan membuat pengalaman belajar. Murid juga sudah terhubung (baik secara fisik, kognitif dan emosional) dengan apa yang telah mereka lakukan, terbukti dengan mereka terlibat aktif dalam membuat layout  dan terbukti sangat efektif.

3. Dimensi Profil Pelajar Pancasila yang dikembangkan Kreatif, Bernalar Kritis, Bergotong Royong dan Mandiri.

Situasi 3

SMP Matahari setiap tahun memiliki program yang disebut "study wisata" untuk murid-muridnya di Kelas IX. Biasanya, kegiatan ini dirancang oleh guru di awal tahun ajaran dan dilaksanakan di akhir tahun ajaran. Walaupun kegiatan ini adalah kegiatan tahunan yang selalu dinanti-nantikan oleh murid-murid Kelas IX, namun sejak tahun lalu Pak Atap, salah satu guru kelas IX SMP Matahari merasa kegiatan ini akhirnya hanya menjadi kegiatan wisata rutin, yang lebih bersifat perayaan dan bersenang-senang. Murid-murid memang tampak senang, namun Pak Atap merasa bahwa murid-murid seharusnya dapat belajar lebih banyak lagi dari kegiatan studi wisata ini. Di awal semester, Pak Atap menyatakan kegelisahanya ini kepada kepala sekolah yang kemudian menyarankannya untuk membuat komite ad hoc yang disebut dengan Komite Studi Wisata Kelas 9, yang anggotanya adalah perwakilan guru dan murid. Pak Atap lalu mengajak 2 orang perwakilan guru dan 6 orang perwakilan murid dari masing-masing Kelas untuk menjadi anggota komite studi wisata tersebut (ada 3 kelas IX di SMP Matahari dan masing-masing kelas diwakili 2 orang). Karena pelaksanaan studi wisata ini masih lama waktunya, komite ini sepakat bertemu setiap bulan sekali untuk mendiskusikan semua elemen yang terkait pelaksanaan studi wisata dan akan bertemu seminggu sekali sebulan sebelum pelaksanaan program tersebut. Di awal pertemuan komite, Pak Atap menanyakan kepada murid-murid anggota komite tersebut, sejauh ini, pengetahuan dan keterampilan apa saja yang telah mereka pelajari selama di Kelas 9? Pak Atap juga menjelaskan bahwa sebenarnya tujuan dari kegiatan studi wisata tersebut salah satunya adalah untuk membantu mereka memperdalam pengetahuan dan memperkuat berbagai keterampilan yang telah mereka pelajari tersebut.

Pak Atap lalu menanyakan kepada murid-murid, apa lagi sebenarnya keuntungan dari kegiatan studi wisata ini untuk mereka. Setelah menjelaskan tujuan kegiatan studi wisata, Pak Atap lalu menanyakan destinasi seperti apa yang menarik buat mereka, yang dapat membantu murid mencapai tujuan yang diharapkan dari studi wisata tersebut. Pak Atap menjelaskan kriteria destinasi wisata yang aman dan memungkinkan untuk dikunjungi dan juga menjelaskan tentang kemungkinan keterbatasan anggaran, agar murid-murid lebih mindful saat memilih destinasi ini. Murid-murid anggota komite ini kemudian memutuskan melakukan riset dan juga meminta pendapat teman-teman kelasnya. Melalui proses ini, Pak Atap jadi mengetahui tentang apa yang disukai oleh murid-murid kelas 9 ini. Setelah diberi waktu melakukan riset, perwakilan murid ini menyortir 3 pilihan destinasi yang menurut kelas mereka sesuai dengan kriteria. Secara bersama-sama. anggota komite lalu mendiskusikan pilihan-pilihan destinasi ini. Mereka menggunakan checklist yang mengacu pada kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Destinasi yang memenuhi semua kriteria pun akhirnya yang dipilih. Murid perwakilan komite ini kemudian membawa destinasi pilihan ini kepada kepala sekolah. Kepala sekolah lalu meminta komite untuk mempresentasikan ide ini kepada para orang tua Kelas 9.

Setelah mendapatkan persetujuan dan masukan dari para orang tua, Komite Studi Wisata inipun lalu mulai melakukan persiapan secara matang. Murid-murid dalam komite ini memberikan gagasan tentang apa saja kegiatan yang akan menarik untuk dilakukan, siapa yang akan memimpin kegiatan, apa yang akan dilakukan saat perjalanan, dsb. Guru-guru dalam komite memberikan pandangan dan perspektif tentang keamanan, risiko, tantangan yang mungkin akan dihadapi, atau memberikan saran saat murid merasa bahwa sebuah ide kelihatannya sulit untuk diwujudkan. Proses diskusi tentang studi wisata ini menjadi sangat kolaboratif. Setelah pelaksanaan Studi Wisata, sebelum komite ini dibubarkan, komite ini juga bertemu lagi untuk kemudian melakukan refleksi terhadap pelaksanaannya dan memberikan saran perbaikan. Saran perbaikan ini akan menjadi dasar untuk diskusi awal oleh komite Studi Wisata yang baru di tahun ajaran yang akan datang.

Jawaban:

1. Jenis kegiatan atau program yang dideskripsikan pada situasi 3 ini adalah kegiatan kokurikuler.

2. Identifikasi "suara murid":

- Pak Atap dan dengan dukungan kepala sekolah membuat komite ad hoc yang disebut dengan Komite Studi Wisata Kelas 9, yang anggotanya adalah perwakilan guru dan murid.  Pak Atap lalu mengajak 2 orang perwakilan guru dan 6 orang perwakilan murid dari masing-masing Kelas untuk menjadi anggota komite studi wisata tersebut (ada 3 kelas IX di SMP Matahari dan masing-masing kelas diwakili 2 orang).

- Komite ini sepakat bertemu setiap bulan sekali untuk mendiskusikan semua elemen yang terkait pelaksanaan studi wisata dan akan bertemu seminggu sekali sebulan sebelum pelaksanaan program tersebut;

- Di awal pertemuan komite, Pak Atap menanyakan kepada murid-murid anggota komite tersebut, sejauh ini, pengetahuan dan keterampilan apa saja yang telah mereka pelajari selama di Kelas 9? Pak Atap juga menjelaskan bahwa sebenarnya tujuan dari kegiatan studi wisata tersebut salah satunya adalah untuk membantu mereka memperdalam pengetahuan dan memperkuat berbagai keterampilan yang telah mereka pelajari tersebut;

- Pak Atap lalu menanyakan kepada murid-murid, apa lagi sebenarnya keuntungan dari kegiatan studi wisata ini untuk mereka;

- Murid-murid dalam komite ini memberikan gagasan tentang apa saja kegiatan yang akan menarik untuk dilakukan, siapa yang akan memimpin kegiatan, apa yang akan dilakukan saat perjalanan, dsb.;

- Terjadi proses diskusi tentang studi wisata yang sangat kolaboratif diantara tim Komite Studi Wisata.

 Identifikasi "pilihan murid":

- Murid-murid anggota komite ini melakukan riset dan juga meminta pendapat teman-teman kelasnya;

- Melalui proses tersebut, Pak Atap jadi mengetahui tentang apa yang disukai oleh murid-murid kelas 9 ini;

- Setelah diberi waktu melakukan riset, perwakilan murid ini menyortir 3 pilihan destinasi yang menurut kelas mereka sesuai dengan kriteria. Secara bersama-sama. anggota komite lalu mendiskusikan pilihan-pilihan destinasi ini. Mereka menggunakan checklist yang mengacu pada kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Destinasi yang memenuhi semua kriteria pun akhirnya yang dipilih;

- Murid-murid dalam komite ini memberikan gagasan tentang apa saja kegiatan yang akan menarik untuk dilakukan, siapa yang akan memimpin kegiatan, apa yang akan dilakukan saat perjalanan, dsb;

Identifikasi "kepemilikan murid":

- Murid-murid dalam komite ini memberikan gagasan tentang apa saja kegiatan yang akan menarik untuk dilakukan, siapa yang akan memimpin kegiatan, apa yang akan dilakukan saat perjalanan, dsb.;

- Murid perwakilan komite membawa destinasi pilihan yang telah disepakati kepada kepala sekolah. Kepala sekolah lalu meminta komite untuk mempresentasikan ide ini kepada para orang tua Kelas 9;

- Komite Studi Wisata melakukan persiapan secara matang;

- Komite Studi Wisata bertemu lagi untuk kemudian melakukan refleksi terhadap pelaksanaannya dan memberikan saran perbaikan. Saran perbaikan ini akan menjadi dasar untuk diskusi awal oleh komite Studi Wisata yang baru di tahun ajaran yang akan datang.

Penjelasan:

Proses diskusi tentang studi wisata terlihat sangat kolaboratif. Guru-guru dalam komite memberikan pandangan dan perspektif tentang keamanan, risiko, tantangan yang mungkin akan dihadapi, atau memberikan saran saat murid merasa bahwa sebuah ide kelihatannya sulit untuk diwujudkan. Suara murid tampak nyata ketika memberikan pandangan, perhatian, gagasan melalui partisipasi aktif mereka dalam tim Komite Studi Wisata. Mereka juga berkontribusi pada proses pengambilan keputusan dan secara kolektif mempengaruhi hasil studi wisata mereka. Suara murid tersebut memberikan kesempatan bagi murid untuk berkolaborasi dan membuat keputusan dengan orang dewasa (orang tua, dewan guru, kepala sekolah). Murid diberikan kebebasan dalam menentukan destinasi wisatanya melalui proses diskusi dengan semuanya dan murid memberikan gagasan tentang apa saja kegiatan yang akan menarik untuk dilakukan, siapa yang akan memimpin kegiatan, apa yang akan dilakukan saat perjalanan, dsb. Tak kalah penting dan sangat menarik adalah adanya proses evaluasi diakhir kegiatan dan didapatkan saran perbaikan yang dapat menjadi dasar untuk diskusi awal oleh komite Studi Wisata yang baru di tahun ajaran yang akan datang.

3. Dimensi Profil Pelajar Pancasila yang dikembangkan adalah Bernalar Kritis, Bergotong Royong dan Berkebhinekaan Global.

Situasi 4

Dalam masa pandemi ini, Pak Bahri, seorang kepala sekolah SMA merasa galau karena sudah selama 1 tahun ajaran, semua kegiatan ekstrakurikuler di sekolahnya harus dihentikan. Ia merasa murid-muridnya masih perlu melakukan berbagai kegiatan yang dapat mengasah minat dan bakatnya, meskipun di masa pandemi. Namun ia bingung, dengan segala keterbatasan di masa pandemi ini, kira-kira kegiatan apa yang menarik minat murid dan masih memungkinkan untuk dapat dilakukan secara daring. Ia kemudian mengajak murid-murid yang menjadi anggota OSIS untuk bertemu secara daring. Setelah menanyakan kabar, perasaan, dan umpan balik mereka tentang kegiatan pembelajaran daring yang selama ini dilakukan, barulah Pak Bahri kemudian menyampaikan kegalauannya. Ia tanyakan apakah murid-murid merasakan kegalauan yang sama dengannya.

Dari pertemuan tersebut, ia mengetahui ternyata murid-murid juga merasakan kegalauan yang sama. Ia lalu menanyakan apakah anak-anak memiliki saran atau gagasan, bagaimana mereka dapat tetap mengadakan kegiatan ekstrakurikuler, walaupun secara daring, dan apa saja kegiatan-kegiatan yang sekiranya menarik minat murid-murid. Ternyata, murid-murid memiliki banyak sekali gagasan yang luar biasa tentang ragam aktivitas yang dapat dilakukan. Namun, ada beberapa kegiatan yang disarankan yang sepertinya sulit untuk dilakukan, karena Pak Bahri merasa bahwa tidak ada guru yang memiliki keahlian untuk dapat mengajarkan kegiatan tersebut. Pak Bahri pun menyampaikan kesulitan tersebut kepada para anggota OSIS. Ternyata, murid-murid malah memberikan ide untuk meminta agar murid saja yang mengajar kegiatan ekstrakurikuler tersebut. Mereka rupanya mengetahui ada salah satu teman mereka yang "ahli' melakukan hal tersebut. Mereka mengatakan, guru cukup mensupervisi kegiatannya saja, tetapi murid yang memang memiliki keahlian tersebutlah yang akan mengajarkan teknik-tekniknya. Mereka juga bahkan mengajukan diri untuk membantu membujuk anak tersebut agar bersedia menjadi 'guru' untuk kegiatan ekstrakurikuler tersebut. Akhirnya, atas kesepakatan bersama, mereka memutuskan untuk melakukan beberapa kegiatan ekstrakurikuler.

Ada kegiatan yang diajar oleh guru, dan untuk beberapa kegiatan yang tidak dapat diajarkan oleh guru, diajarkan oleh murid-murid dengan supervisi guru. Mereka lalu mendiskusikan jadwal, sumberdaya yang diperlukan, dan pengorganisasiannya. Dibantu oleh OSIS akhirnya kegiatan tersebut dipromosikan dan ternyata, animo murid untuk terlibat dalam kegiatan ekstrakurikuler tersebut sangat besar. Pak Bahri pun merasa senang.

Jawaban:

1. Jenis kegiatan atau program yang dideskripsikan pada situasi 4 ini adalah kegiatan ekstrakurikuler.

2. Identifikasi "suara murid":

- Pak Bahri mengajak murid-murid yang menjadi anggota OSIS untuk bertemu secara daring. Setelah menanyakan kabar, perasaan, dan umpan balik mereka tentang kegiatan pembelajaran daring yang selama ini dilakukan, Pak Bahri kemudian menyampaikan kegalauannya. Pak Bahri bertanya apakah murid-murid merasakan kegalauan yang sama dengannya.

- Pak Bahri menanyakan apakah anak-anak memiliki saran atau gagasan, bagaimana mereka dapat tetap mengadakan kegiatan ekstrakurikuler, walaupun secara daring, dan apa saja kegiatan-kegiatan yang sekiranya menarik minat murid-murid;

- Murid-murid memiliki banyak sekali gagasan yang luar biasa tentang ragam aktivitas yang dapat dilakukan.

Identifikasi "pilihan murid":

- Ada beberapa kegiatan yang disarankan yang sepertinya sulit untuk dilakukan, dan Pak Bahri menyampaikan kesulitan tersebut kepada para anggota OSIS. Ternyata, murid-murid malah memberikan ide untuk meminta agar murid saja yang mengajar kegiatan ekstrakurikuler tersebut;

- Mereka mengetahui ada salah satu teman mereka yang "ahli" melakukan hal tersebut. Mereka mengatakan, guru cukup mensupervisi kegiatannya saja, tetapi murid yang memang memiliki keahlian tersebutlah yang akan mengajarkan teknik-tekniknya;

- Mereka lalu mendiskusikan jadwal, sumberdaya yang diperlukan, dan pengorganisasiannya.

 Identifikasi "kepemilikan murid":

- Murid mengajukan diri untuk membantu membujuk teman mereka agar bersedia menjadi 'guru' untuk kegiatan ekstrakurikuler. Akhirnya, atas kesepakatan bersama, mereka memutuskan untuk melakukan beberapa kegiatan ekstrakurikuler;

- Ada kegiatan yang diajar oleh guru, dan untuk beberapa kegiatan yang tidak dapat diajarkan oleh guru, diajarkan oleh murid-murid dengan supervisi guru;

- Dibantu oleh OSIS, kegiatan tersebut dipromosikan dan ternyata, animo murid untuk terlibat dalam kegiatan ekstrakurikuler tersebut sangat besar.

Penjelasan:

Komunikasi Pak Bahri sangat baik dengan murid-muridnya, meskipun dilakukan secara daring. Pak Bahri  menanyakan kabar, perasaan, dan umpan balik mereka tentang kegiatan pembelajaran daring yang selama ini dilakukan dan kemudian Pak Bahri menyampaikan kegalauannya. Ternyata murid-murid juga merasakan hal yang sama dengan Pak Bahri. Pak Bahri telah memberdayakan murid dan akhirnya memiliki kekuatan untuk mempengaruhi perubahan. Murid berkolaborasi dan belajar membuat keputusan. Suara murid telah ditumbuhkan melalui proses diskusi, memberikan pendapat dan juga memberikan ruang ekpresi untuk menjadi kreatif (misalnya murid memberikan ide untuk meminta agar murid saja yang mengajar kegiatan ekstrakurikuler tersebut). Murid juga telah diberikan pilihan sehingga mendorong keterlibatan dan membuat pengalaman belajar. Murid juga sudah terhubung (baik secara fisik, kognitif dan emosional) dengan apa yang telah mereka lakukan, terbukti dengan mereka terlibat aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler, dan animo murid untuk terlibat dalam kegiatan ekstrakurikuler tersebut sangat besar.

3. Dimensi Profil Pelajar Pancasila yang dikembangkan adalah Kreatif, Bernalar Kritis, Bergotong Royong dan Mandiri.

Situasi 5

Dalam satu kesempatan, sebuah SMK menjalankan pembelajaran terintegrasi berbasis proyek. Mata pelajaran normatif yang terkait adalah Bahasa Indonesia (BI), Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) sebagai mata pelajaran adaptif, dan mata pelajaran Teknologi Pakan Ternak (TPK) sebagai mata pelajaran produktif. Guru pelajaran TPK menantang murid untuk mengidentifikasi potensi pakan ternak organik dari lingkungan dan masyarakat sekitar berikut permasalahannya, kemudian menawarkan solusi untuk mengembangkannya. Tawaran solusi akan dipaparkan melalui presentasi yang secara teknis akan dinilai oleh Guru TIK dan secara konten bahasa akan dinilai oleh Guru BI.

Dalam perjalanan, para murid terlebih dahulu memutuskan untuk menciptakan pakan ternak organik bagi peternakan ayam negri (broiler) di sekolahnya. Selama ini pakan yang digunakan adalah pakan jadi yang dibeli oleh sekolah. Para murid kemudian mencari, dan menguji coba berbagai sumber pakan organik di sekitar lingkungan mereka dan mengolahnya menjadi pakan ayam broiler. Akhirnya, mereka pun menemukan sumber pakan yang paling cocok dan ekonomis untuk skala produksi kala itu adalah cacing sutra yang diternak cukup banyak oleh masyarakat di sekitar sekolah. Setelah beberapa uji coba, mereka juga menemukan bahwa daging ayam broiler yang mengkonsumsi pakan dengan bahan utama cacing sutra memiliki massa daging lebih banyak dibanding yang mengkonsumsi pakan ternak biasa.

Sekolah melihat hal ini dan menghubungkan para murid dengan media TV lokal untuk membagikan apa yang mereka lakukan. Tak dikira, hal tersebut dianggap menarik oleh sebuah waralaba ayam goreng internasional yang beroperasi di kabupaten mereka dan memutuskan untuk menguji dan akhirnya menyatakan bahwa produk daging ayam broiler murid-murid ini layak untuk digunakan. Para murid pun diminta untuk memasok sebagian daging ayam untuk franchise tersebut. Selain memproduksi sendiri daging ayam broiler di sekolah, para murid juga mengajak masyarakat peternak broiler di sekitar sekolah untuk menggunakan pakan buatan mereka sehingga menghasilkan volume daging yang cukup untuk memasok daging ayam ke waralaba tersebut.

Jawaban:

1. Jenis kegiatan atau program yang dideskripsikan pada situasi 5 ini adalah kegiatan intrakurikuler dan kokurikuler.

2. Identifikasi "suara murid":

- Murid-murid diajak berdiskusi tentang potensi pakan ternak organik dan menawarkan solusi untuk mengembangkannya;

  Identifikasi "pilihan murid":

- Guru pelajaran TPK meminta murid untuk mengidentifikasi potensi pakan ternak organik dari lingkungan dan masyarakat sekitar berikut permasalahannya, kemudian menawarkan solusi untuk mengembangkannya;

- Tawaran solusi akan dipaparkan melalui presentasi yang secara teknis akan dinilai oleh Guru TIK dan secara konten bahasa akan dinilai oleh Guru BI;

- Para murid terlebih dahulu memutuskan untuk menciptakan pakan ternak organik bagi peternakan ayam negri (broiler) di sekolahnya. Selama ini pakan yang digunakan adalah pakan jadi yang dibeli oleh sekolah. Para murid kemudian mencari, dan menguji coba berbagai sumber pakan organik di sekitar lingkungan mereka dan mengolahnya menjadi pakan ayam broiler.

  Identifikasi "kepemilikan murid":

- Murid menemukan sumber pakan yang paling cocok dan ekonomis untuk skala produksi, yaitu cacing sutra yang diternak cukup banyak oleh masyarakat di sekitar sekolah;

- Setelah beberapa uji coba, mereka juga menemukan bahwa daging ayam broiler yang mengkonsumsi pakan dengan bahan utama cacing sutra memiliki massa daging lebih banyak dibanding yang mengkonsumsi pakan ternak biasa;

- Para murid diminta untuk memasok sebagian daging ayam untuk franchise tersebut;

- Selain memproduksi sendiri daging ayam broiler di sekolah, para murid juga mengajak masyarakat peternak broiler di sekitar sekolah untuk menggunakan pakan buatan mereka sehingga menghasilkan volume daging yang cukup untuk memasok daging ayam ke waralaba tersebut.

Penjelasan:

Luar biasa apa yang telah dilakukan oleh murid-murid SMK tersebut, mereka telah memiliki suara dan pilihan yang sangat penting sehingga murid mempunyai rasa "memiliki" proses pembelajaran mereka sendiri. Proses pembelajaran di SMK tersebut telah diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang dan memotivasi murid untuk berpartisipasi aktif menciptakan produk daging ayam broiler dan pakan buatan. Sekolah telah memberikan ruang bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai dengan minat dan bakat murid.

3. Dimensi Profil Pelajar Pancasila yang dikembangkan adalah Beriman, Bertakwa kepada Tuhan YME dan Berakhlak Mulia, Kreatif, Bernalar Kritis, Bergotong Royong, dan Mandiri.

Situasi 6

Pak Tegas adalah seorang guru di sebuah SMK. Sebagai seorang guru di jurusan Teknik Komputer Jaringan (TKJ) ia kerap didatangi murid-muridnya untuk berdiskusi baik tentang pelajaran ataupun hal lainnya. Suatu hari, tercetus ide dari murid-murid untuk membuat sebuah wadah kegiatan bagi murid-murid TKJ. Murid-murid tersebut mengusulkan satu program ekstrakurikuler yang bisa menampung keterampilan dan keahlian mereka dalam teknik komputer dan jaringan. Berbasis keterampilan dan keahlian mereka di jurusan teknik komputer dan jaringan, akhirnya disepakati nama program ekstrakurikuler itu dengan nama ITS (Information Technology Student). Dengan bantuan pertanyaan-pertanyaan pemandu dari Pak Tegas, murid-murid lalu mematangkan gagasan tersebut. Mereka mendiskusikan aspek-aspek apa, mengapa, bagaimana, siapa dari program tersebut secara lebih rinci. Setelah cukup matang, Pak Tegas lalu mengajak murid-muridnya untuk mempresentasikan ide mereka ini kepada Wakasek. Murid-murid ini pun lalu mempersiapkan presentasi ini. Ketika mendengarkan presentasi dari murid, Wakasek sangat mendukung.

Namun, di pertemuan tersebut Wakasek juga menyampaikan bahwa anggaran sekolah hanya memungkinkan sebagian kecil saja dari ide murid tersebut yang dapat dijalankan. Wakasek meminta murid-murid untuk mendiskusikan kembali kira-kira apa solusi yang bisa dilakukan. Setelah melakukan modifikasi ide beberapa kali, akhirnya berjalanlah program tersebut. Mengingat terbatasnya anggaran, murid-murid memutuskan untuk menyediakan jasa service komputer di tahun pertama pelaksanaan dengan peralatan seadanya yang tersedia di sekolah. Dari kegiatan itu, murid-murid kemudian dapat mengumpulkan uang kas yang kemudian menjadi modal untuk membeli perangkat-perangkat lain yang diperlukan. Di tahun-tahun awal, Pak Tegas memberikan pendampingan langsung kepada murid-muridnya ini. Pada tahun kedua, Pak Tegas hanya mensupervisi dan mengawasi kegiatan. Pembimbingan dilakukan bukan lagi dari guru kepada murid, tapi dari murid kepada murid. Murid tingkat dua akan membimbing murid tingkat 1. Program ini pun berlanjut menjadi semakin berkembang. Banyak ide-ide murid yang kemudian semakin banyak dapat diwujudkan dalam program ini.

Jawaban:

1. Jenis kegiatan atau program yang dideskripsikan pada situasi 6 ini adalah kegiatan ekstrakurikuler.

2. Identifikasi "suara murid":

- Murid-murid mengeluarkan ide untuk membuat sebuah wadah kegiatan bagi murid-murid TKJ. Murid-murid tersebut mengusulkan satu program ekstrakurikuler yang bisa menampung keterampilan dan keahlian mereka dalam teknik komputer dan jaringan;

- Wakasek meminta murid-murid untuk mendiskusikan kembali kira-kira apa solusi yang bisa dilakukan;

- Banyak ide-ide murid yang kemudian semakin banyak dapat diwujudkan dalam program ini.

Identifikasi "pilihan murid":

- Mereka mendiskusikan aspek-aspek apa, mengapa, bagaimana, siapa dari program tersebut secara lebih rinci. Setelah cukup matang, Pak Tegas lalu mengajak murid-muridnya untuk mempresentasikan ide mereka ini kepada Wakasek;

Identifikasi "kepemilikan murid":

- Berbasis keterampilan dan keahlian mereka di jurusan teknik komputer dan jaringan, akhirnya disepakati nama program ekstrakurikuler itu dengan nama ITS (Information Technology Student).

- Murid-murid mempersiapkan presentasi dan ketika mendengarkan presentasi dari murid, Wakasek sangat mendukung;

- Setelah melakukan modifikasi ide beberapa kali, akhirnya berjalanlah program tersebut;

- Mengingat terbatasnya anggaran, murid-murid memutuskan untuk menyediakan jasa service komputer di tahun pertama pelaksanaan dengan peralatan seadanya yang tersedia di sekolah. Dari kegiatan itu, murid-murid kemudian dapat mengumpulkan uang kas yang kemudian menjadi modal untuk membeli perangkat-perangkat lain yang diperlukan;

- Pembimbingan dilakukan oleh Pak Tegas bukan lagi dari guru kepada murid, tapi dari murid kepada murid. Murid tingkat dua akan membimbing murid tingkat 1. Program ini pun berlanjut menjadi semakin berkembang.

Penjelasan:

Pak Tegas telah memberdayakan murid dan akhirnya memiliki kekuatan untuk mempengaruhi perubahan. Murid berkolaborasi dan belajar membuat keputusan. Suara murid telah ditumbuhkan melalui proses diskusi, memberikan pendapat dan juga memberikan ruang ekpresi untuk menjadi kreatif (misalnya murid-murid memutuskan untuk menyediakan jasa service komputer di tahun pertama pelaksanaan dengan peralatan seadanya yang tersedia di sekolah) Luar biasa, dari kegiatan itu, murid-murid kemudian dapat mengumpulkan uang kas yang kemudian menjadi modal untuk membeli perangkat-perangkat lain yang diperlukan. Murid juga telah diberikan pilihan sehingga mendorong keterlibatan dan membuat pengalaman belajar. Murid juga sudah terhubung (baik secara fisik, kognitif dan emosional) dengan apa yang telah mereka lakukan, terbukti dengan mereka terlibat aktif dalam program ekstrakurikuler ITS (Information Technology Student). Sekolah telah mendorong suara, pilihan dan kepemilikan murid dalam program ekskul ini, sehingga murid tingkat dua akhirnya dapat membimbing murid tingkat 1 dan program tersebut berlanjut menjadi semakin berkembang. Banyak ide-ide murid yang kemudian semakin banyak dapat diwujudkan dalam program tersebut. Sangat menginspirasi.

3. Dimensi Profil Pelajar Pancasila yang dikembangkan adalah Beriman, Bertakwa kepada Tuhan YME dan Berakhlak Mulia, Kreatif, Bernalar Kritis, Bergotong Royong, Mandiri dan Berkebhinekaan Global.

Semoga bermanfaat.

Salam Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan!!!

                                  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun