***
Saya memperhatikan anak kecil itu terus berjalan mengikuti papanya. Ketika papanya sibuk mempersiapkan peralatan tata suara, anak tak kalah sibuknya memegang dan memainkan beberapa barang yang ada. Papanya pun beberapa kali mengajaknya berbicara dan memeluknya. Mereka berdua begitu dekat dan akrab. Sebuah keakaraban anak laki-laki dan papanya. Usia anak itu kira-kira 5 tahun.
“Mamamu di mana? Kamu punya adik atau tidak?” begitu tanyaku setelah mengenal namanya.
Anak itu nampak terdiam. Tiba-tiba keceriaannya lenyap. Ketika papanya lewat, ia segera mendekati dan memeluk papanya.
Saya kembali mengulang pertanyaan itu,” Mamamu di mana? Punya adik atau tidak?” Mendengar pertanyaan itu, sang anak mendengok dan mengarahkan pandangan pada papanya.
Sang papa pun menjawab lirih,” Adiknya sudah ke surga, dibawa oleh mamanya tujuh bulan yang lalu.” Suaranya nampak tergetar, mata nyaris berkaca-kaca. Saya pun terdiam sedih, tak mampu bicara.
Ada saatnya cinta hanya bertahan sementara waktu saja. Bukan karena tak ingin mencinta, tetapi karena kepergian selama-lamanya yang tak pernah terduga.
***
Kita tidak pernah bisa mengulang masa lalu. Kita juga tak bisa menebak masa depan. Kita hanya bisa mencintai seseorang pada hari ini, dan berharap bisa mengulanginya pada esok hari, sampai perpisahan terjadi.
Saat terbaik untuk mencintai bukanlah nanti, tapi hari ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H