"Maaf."
"M, iya."
Kaki May bergeser secara otomatis, lebih dekat dengan kaki rak. Buku-buku dalam pelukan petugas itu dia bagi-bagi menurut blok yang sesuai. Sekarang giliran langkahnya terhenti di bagian kanan tempat May berjongkok: novel sejarah. Begitulah May mengetahui sesuatu tentang merapikan buku. Dia melakukannya dengan rapi dan cepat.
Jadi, apakah hanya orang ini yang akan menemukan tempat-tempat terpencil dengan sangat teliti? Apakah ini dia-nya yang tercekatan? Ataukah ini dia-nya yang tergesit di sekitar sini? Perkara membaca Dodo yang tidak ada bukunya saja, May sudah zoning out ke mana-mana.
May sangat sibuk dengan pikirannya pada tempat tenang itu. Seketika teringat bapaknya. Mengerjakan pekerjaan beres-beres, bukan hanya pekerjaan perempuan! Tunggu. Mereka di sini beres-beres karena jobdesk mereka termasuk ini, kan? Lalu menjadi perempuan di rumah, apakah rincian pekerjaan yang dipekerjakan dengan gaji yang manusiawi, atau bukan pekerjaan. Siapa yang menggaji? Pikirannya berisik lagi.
*
"Ini alpukatnya."
Sore mulai berangsur petang ketika May sampai di Rumah Seruni. Bapak sedang berjongkok dengan kaus singlet dan sarungnya di samping rumah, memunguti daun nangka yang tunai disapunya. Udara yang mengalir ke dalam rumah jadi lebih segar.
Nay, kakak perempuannya, menerima kantung kain berisi dua buah alpukat mentega yang kulitnya semburat ungu kecoklatan, tanda segera matang.
"Jadi ke perpustakaan?"
"Iya, itu buktinya," jawab May menunjuk alpukat di tangan Nay, "sesuai pesanan, kan? Beli dua buah alpukat dalam perjalanan dari perpustakaan ..."