Invasi 10 dan Sebuah Kapal
cerpen oleh: Wening Yuniasri
Linda berdiam di kamarnya. Sudah terlalu jamak jika semua orang mengira dia sedang tak melakukan apa-apa, hanya mengetik. Tiba-tiba sebuah interupsi masuk, mengusik. Tiada kernyit lagi di dahinya. Terlalu sering interupsi ini terjadi.
"Eh, Lin, aku punya ide!" seru Wuri dari ambang pintu. Â Baru Linda ingat. Seharusnya pintu itu ditutupnya segera setelah dirinya masuk. Kecerobohan Linda itu membuat Wuri di situ sekarang, menyeringai lebar untuk mendedah-bedah segala kerusuhan di dalam kepalanya yang mendesak keluar.
"Besok ketika Eno kemari, kita biarkan dia tinggal di kamarku. Jadi kamarku harus kosong!" ujarnya lagi masih berseru.
Membiarkan kamarmu---maksudku---'gudang'nya kosong? Terbelalak kedua mata, Linda berseru dalam hati, hampir tak bisa mempercayainya.
Itu bukan kamar, Dear, itu gudang. Lagipula aku tidak mau membantunya barang sedikit pun sampai Eno datang nanti dengan kawan-kawannya yang 10 orang itu, menginvasi kota ini.
Biar saja mereka digelarkan karpet di ruang tamu.
Gugatan di batinnya makin menjadi-jadi.
"Kita tidak bisa membiarkan mereka tidur di ruang tamu, kan? Sekali-sekali mereka perlu juga dibiarkan tidur di ruangan yang lebih mirip dengan sebuah kamar!" lanjut Wuri seolah bisa memindai lintasan pikiran saudarinya.
Aku mulai membenci ini. Dia seharusnya melakukan ini sendiri karena dia yang lebih tahu. Jauh lebih banyak tahu tentang segala kemungkinan di mana saja barang-barangnya 'akan' dipindahkan. Oh, yang benar saja!