Untungnya listrik tidak padam. Karena saya masih inget TV saya besarkan suaranya karena ingin tahu berita terbaru tentang kejadian barusan.Â
Lemas badan saya ketika melihat berita di wilayah Jepang timur, keadaan sudah porak poranda karena setelah gempa hebat yang barusan saya rasakan, ternyata di
sana  sudah banyak bangunan yang hancur lebur. Gempa berkekuatan 9 SR itu membuat gelombang laut setinggi 9 meter!! TSUNAMI!!!
Sambil memeluk anak-anak saya kami melihat berita dimana saudara-saudara kami khususnya di Miyagi, Iwate dan Fukushima yang paling banyak terkena bencana ini. Ya allah makin deras tangis saya melihat rumah-rumah yang terseret tsunami yang mungkin saja didalamnya masih banyak orang-orang yang ada di dalamnya. Ketiga kota itu sudah sangat parah kerusakaannya dan terlihat seperti kota yang tidak bernyawa karena banyak bangunan dan manusia terseret oleh tsunami.Â
Kembali saya ingat dengan suami saya. Bagaimana ya keadaannya. Anak-anak saya beri makan mie rebus dengan menggunakan kompor gas portable yang biasa untuk nabe/kemah. Syukurlah saya selalu menyimpan tabung gas sebagai cadangan.Â
Saat itu terasa sekali suasana malam begitu hening. Anak-anak sudah tertidur dengan kaki yang dijulurkan ke dalam kotatsu, meja penghangat. Sama sekali saya tidak terserang rasa ngantuk walau jarum jam sudah menunjukkan pukul 12 malam. Ya, saya harus menunggu suami pulang.
Ketika jarum jam menunjukkan pukul 1 dini hari, terdengar pintu rumah terbuka, dan suara suami mencari saya.Â
Ya Allah terima kasih satu lagi doa saya terkabul, suami pulang dengan selamat.Â
Buru-buru saya peluk pinggangnya, bingung mau bicara apa hanya menitikkan airmata.Â
Kowakatta desyou, gomen ne, kata suami saya. Saya bingung, kok dia minta maaf, untuk apa?
Kami pun duduk dengan tenang dan saling bercerita tentang gempa hebat yang baru saja terjadi.Â