Mohon tunggu...
Weedy Koshino
Weedy Koshino Mohon Tunggu... Lainnya - Weedy Koshino

Konnichiwa! Ibu 2 anak yang hidup di Jepang. Ingin membagi pengalaman selama hidup di Jepang. Penulis Buku Unbelievable Japan 1,2,3 dan Amazing Japan. Yoroshiku Onegaishimasu.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Kisah Pilu Ketika Jepang di Goyang Gempa 6 Tahun yang Lalu

13 Maret 2017   12:10 Diperbarui: 14 Maret 2017   00:02 1450
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kami pun berhamburan menuju taman kecil yang sudah sangat sesak penuh dengan orang-orang yang mengungsi. 

Saya hanya bisa memandangi telpon genggam saya yang saat itu tidak bisa terpakai. Bagaimana keadaan suami saya, bagaimana keadaan bapak ibu mertua saya, bagaimana keadaan sahabat-sahabat saya, Risa san dan Yuko san yang anak-anaknya masih belum sekolah, apakah mereka sudah mengungsi karena tidak saya lihat satu pun keberadaan  mereka. 

Dalam keadaan yang serba panik dan bingung, Anisa menangis kencang. Pas saya check keadaannya ternyata dia eek dan tidak betah ingin segera diganti diapernya. Waduh dalam kondisi begini bingung juga harus bagaimana. Tapi saat itu anehnya saya berlari menaiki tangga apartemen sambil menggendong si bungsu menuju lantai 12 rumah saya. Ya, saya segera bersihkan diapernya di kamar mandi. Segera saya ambil tas ransel saya isi beberapa diaper bersih, dompet, paspor untuk saya bawa ke luar. 

Saya sudah pasrah melihat rumah yang berantakan, air toilet yang tumpah membasahi lantai, pajangan gelas dan foto-foto yang berjatuhan. Saya harus kembali keluar dan menunggu Hiro! 

Sebelum menuruni tangga saya ingat dengan sahabat saya Yuko san yang tinggal di lantai 16. Saya bell rumahnya tidak ada satupun yang keluar, ah mungkin dia sudah mengungsi kebawah, pikir saya. Bergegas saya menuruni tangga ke lantai 9, ke rumah sahabat saya satunya bernama Risa san. Ketika saya bel rumahnya, terdengar sahutan dari dalam rumah. Setelah dibuka pintunya, justru dia yang bingung, ada gempa ya? katanya tenang. Waduhh buru-buru saya tarik tangannya dan segera menyuruhnya gendong Syo kun, anak laki-laki satu-satunya. Dan dia kaget karena di semua penjuru sudah penuh dengan orang-orang dan semua terlihat bingung. 

Melihat dia begitu tenang, saya tanya apakah dia tahu ada gempa hebat berusan, dan ketika saya bilang begitu bersamaan dengan getaran gempa-gempa susulan kembali datang berturut turut. Kami pun saling berpegangan tangan, kemudian ia bercerita kalau saat itu ia sedang tidur siang bersama anaknya. Dan ketika terasa ada goyangan, dia merasa pastilah gempa biasa yang memang kerap kali datang di Jepang. Dia pun menangis sambil makin keras memegang tangan saya mengucapkan arigatou. Makin deras airmatanya ketika khawatir tentang suaminya, ya sama seperti saya dan istri-istri yang lain mungkin, kita semua khawatir keselamatan suami-suami kita yang sedang bekerja. Dan saya yakin sekali, sebaliknya di sana pun para bapak-bapak itu pastlah lebih khawatir akan keselamatan keluarganya. 

Tak lama, saya lihat ibu-ibu teman sekolah TK berhamburan menyambut bis sekolah yang datang ke apartemen kami. Saya pun berlari menitipkan si bungsu dengan Risa san dan segera menjemput Hiro dan memeluknya. Alhamdulillah, terima kasih Tuhan Hiro selamat dan kini sudah dalam pelukan saya. 

Selama beberapa jam kami menunggu di pelataran apartemen. Dan setelah dirasa gempa susulan sedikit berkurang, saya memutuskan untuk kembali ke rumah dan mulai menyiapkan segala keperluan darurat untuk nanti saya bawa kalau kami memang harus mengungsi. Risa san sepertinya masih trauma dan terlihat ketakutan ketika kami berpisah. Dan saya berjanji setelah semua persiapan selesai saya akan pergi ke rumahnya untuk bersama sama melihat berita di TV dan menunggu suami-suami kita pulang. 

Kemudian bel rumah Risa san pun berbunyi. Saya kaget ternyata ibu dan bapak mertua yang sudah berumur 70 tahun begitu khawatir dan ingin mengecek keadaan kami di sini dengan segera mengendarai mobil takut dan was-was akan keselamatan cucu-cucunya. Melihat rasa sayang mereka, saya peluk okaasan,sambil mengucapkan rasa terima kasih dan mohon maaf karena seharusnya saya yang mengecek keadaan mereka karena sudah sangat sepuh. 

Setelah memastikan keadaan sudah tidak apa-apa mereka pun kembali ke rumah. 

Saya mulai merapikan rumah. Gas dan elevator masih tidak bisa digunakan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun