Proyek satelit Kementerian Pertahanan pada tahun 2015 silam kini menjadi perhatian publik. Pemerintah sedang berusaha mendalami penyelidikan penandatanganan Kementerian Pertahanan atas sewa satelit, peran kalangan swasta dan militer dalam pengadaan satelit tahun 2015-2018 yang diperkirakan merugikan negara Rp 815 miliar.
Selama beberapa tahun terakhir, Indonesia menghadapi sederet tuntutan hukum atas kegagalannya membayar beberapa operator satelit. Pengadaan ini sejatinya sebagai misi menyelamatkan Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur dari pihak asing karena slot orbit ini strategis untuk kepentingan pertahanan keamanan.
Kemenko Polhukam, pada 13 Januari 2022, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md mengatakan pemerintah telah mengalami kerugian hingga ratusan miliar dalam perkara satelit di Kementerian Pertahanan. Menurut dia, kerugian dari dugaan pelanggaran hukum di proyek satelit untuk slot orbit 123 Bujur Timur yang terjadi sejak 2015 berpotensi bertambah.Â
Kerugian terjadi karena PT Avanti Communication Limited, perusahaan yang menyewakan satelit pengisi sementara (floater), menggugat Indonesia di Pengadilan Arbitrase Inggris. Avanti yang dikontrak Kemenhan pada 2015 menuding kementerian tidak membayar sewa satelit sesuai dengan nilai kontrak yang telah ditandatangani.
"Sehingga pada 9 Juli 2019 pengadilan arbitrase di Inggris menjatuhkan putusan yang berakibat negara membayar dan mengeluarkan pembayaran untuk sewa satelit Artemis ditambah dengan biaya arbitrase dan limit sebesar Rp 515 miliar," kata Mahfud dalam konferensi pers, Kamis, 13 Januari 2022.
Saat itu, Jaksa Agung ST Burhanuddin mendampingi Mahfud MD, mengungkapkan, Presiden Joko Widodo pernah memberikan arahan agar slot orbit 123 derajat Bujur Timur diselamatkan tanpa melanggar aturan. Mahfud mengatakan, ketika arahan itu keluar pada 4 Desember 2015, ternyata Kementerian Pertahanan (Kemenhan) menjalin kontrak lebih dulu dengan perusahaan terkait.Â
"Dalam kasus Satelit Slot Orbit 123 BT di Kemhan, "benar" Presiden memberi arahan agar Slot Orbit tersebut diselamatkan, tentu tanpa melanggar aturan. Arahan itu disampaikan tgl 4/12/15, tapi kontrak dengan perusahaan sudah dilakukan lebih dulu, tanggal 1/12/15. Maaf, di postingan twitter saya tadi tertulis arahan Presiden tanggal 1/12/15. Yang benar adalah 4/12/2015," ujar Mahfud dikutip dari akun Instagram-nya, @mohmahfudmd, tiga hari lalu.Â
"Pada tanggal 13/10/17, ada lagi surat tentang arahan Presiden agar Menko Polhukam menyelesaikan masalah yang saat itu muncul. Intinya, tetap diupayakan penyelamatan agar Indonesia tak kehilangan Slot Orbit. adi yang dilakukan Menko Polhukam sekarang ini adalah bagian dari upaya untuk menyelamatkan Slot Orbit yang tersandera oleh kontrak yang bermasalah. Harus berjuang keras untuk menyelamatkan Slot Orbit itu, sebab International Telecommunications Union (ITU) memberi perpanjangan penggunaan slot sampai November 2024, tapi dengan meminta 36 bulan sebelum itu semua kontrak dan spesifikasi teknisnya sudah jelas. Padahal sampai sekarang (sudah tinggal 34 bulan) belum ada syarat itu. Kita berharap Menkominfo dan Menhan bisa mengatasi masalah ini.," tulis Mahfud dikutip dari akun Instagram-nya, @mohmahfudmd, tiga hari lalu.
Kejaksaan, Jumat 14 Januari 2022 sekitar pukul 16:00 WIB, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus menerangkan bahwa penyelidikan Dugaan Tindak Pidana Korupsi Proyek Pengadaan Satelit Slot Orbit 123 Bujur Timur (BT) pada Kementerian Pertahanan Tahun 2015 s/d 2021 telah ditingkatkan ke tahap penyidikan, dimana sebelumnya pihaknya telah melakukan kegiatan penyelidikan terhadap kasus ini selama 1 (satu) minggu dan sudah memeriksa beberapa pihak baik dari pihak swasta atau rekanan pelaksana maupun dari beberapa orang di Kementerian Pertahanan sebanyak 11 (sebelas) orang.Â
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus menambahkan, kasus ini berawal dari tahun 2015 s/d 2021 dimana Kementerian Pertahanan Republik Indonesia melaksanakan Proyek Pengadaan Satelit Slot Orbit 123 Bujur Timur (BT). Ini merupakan bagian dari Program Satkomhan (Satelit Komunikasi Pertahanan) di Kementerian Pertahanan Republik Indonesia antara lain pengadaan satelit Satkomhan MSS (Mobile Satelit Sevice) dan Ground Segment beserta pendukungnya.
"Namun yang menjadi masalah adalah dalam proses tersebut, kita menemukan perbuatan melawan hukum yaitu ketika proyek ini dilaksanakan, tidak direncanakan dengan baik, bahkan saat kontrak dilakukan, anggaran belum tersedia dalam DIPA Kementerian Pertahanan Tahun 2015. Kemudian, dalam prosesnya pun, ini juga ada penyewaan satelit dari Avanti Communication Limited yang seharusnya saat itu kita tidak perlu melakukan penyewaan tersebut, karena di ketentuannya saat satelit yang lama tidak berfungsi masih ada waktu 3 (tiga) tahun dapat digunakan. Tetapi dilakukan penyewaan jadi kita melihat ada perbuatan melawan hukum," ujar Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus.
Mengutip siaran pers dari laman Kejasaan, satelit yang disewa tidak dapat berfungsi dan spesifikasi tidak sama, sehingga indikasi kerugian keuangan negara yang ditemukan berdasarkan hasil diskusi dengan auditor, diperkirakan uang yang sudah keluar sekitar Rp500.000.000.000 (lima ratus miliar rupiah) yang berasal dari pembayaran sewa Satelit Arthemis dari Perusahaan Avant Communication Limited sekitar Rp41.000.000.000 (empat puluh satu miliar rupiah), biaya konsultan senilai Rp18.500.000.000 (delapan belas miliar lima ratus juta rupiah), dan biaya arbitrase NAVAYO senilai Rp4.700.000.000 (empat miliar tujuh ratus juta rupiah).
"Selain itu, ada pula putusan arbitrase yang harus dilakukan pembayaran sekitar US$ 20 juta, dan inilah yang masih disebutkan sebagai potensi karena masih berlangsung dan melihat bahwa timbulnya kerugian atau potensi sebagaimana tadi disampaikan dalam persidangan arbitrase karena memang ada kejahatan yang dalam kualifikasinya masuk dalam kualifikasi tindak pidana korupsi," ujar Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus.
Selanjutnya, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus mengatakan bahwa beberapa waktu yang lalu telah dilakukan ekspose dan telah disepakati bahwa alat bukti sudah cukup untuk dilakukan penyidikan sehingga telah diterbitkan Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: PRINT-08/F.2/Fd.2/01/2022 tanggal 14 Januari 2022.
Lantas, seperti apa duduk perkaranya hingga permasalahan satelit ini diduga berujung korupsi?
Kisruh slot orbit 123 bujur timur berawal saat Satelit Garuda-1 milik pemerintah Indonesia keluar orbit. Satelit Garuda-1 melintas ke luar orbit setelah mengudara selama 15 tahun hingga 2015. Kemenkominfo melaporkan satelit tersebut keluar orbit karena kebocoran bahan bakar.Â
Pemerintah pun merespons cepat untuk menjaga kepemilikan slot satelit itu. Langkah tersebut mengacu pada aturan International Telecommunication Union bahwa negara yang mendapat slot diberi tenggat waktu 3 tahun untuk mengisi slot. Apabila tidak diisi, hak pengelolaan slot orbit akan gugur dan dapat digunakan negara lain.Â
Pada 4 Desember 2015, Presiden Joko Widodo memimpin langsung rapat terbatas khusus untuk membahas penyelamatan slot orbit 123 bujur timur. Kala itu, Jokowi menekankan bahwa satelit tersebut penting bagi Indonesia dalam berbagai hal. "Dan juga membantu komunikasi maritim, membantu vessel monitoring system, membantu komunikasi pertahanan dan keamanan, membantu komunikasi dalam bencana untuk SAR misalnya," kata Jokowi dalam Pengantar Rapat Terbatas mengenai Tindak Lanjut Penyelamatan Slot Orbit Satelit Geo 123 BT, Jumat 4 Desember 2015.
Jokowi mengaku kegunaan besar ini membuat pemerintah harus mengambil sikap untuk segera mengisi slot itu, tetapi Jokowi memberi catatan sebelum rencana itu dilakukan. "Saya ingin lebih detail lagi masalah anggaran, masalah biaya, sehingga apa yang sudah kita putuskan ini segera bisa ditindaklanjuti lagi," kata Jokowi kala itu.Â
Rudiantara selaku Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo) saat itu, mengakui bahwa slot satelit tersebut penting mulai dari untuk monitoring bencana, eksplorasi hingga sistem aplikasi. Oleh karena itu pemerintah sepakat untuk melanjutkan program itu. Kemhan ternyata mengajukan permohonan untuk mengisi slot orbit 123 lewat proyek Satelit Komunikasi Pertahanan (Satkomhan).
Kemhan berinisiatif dengan menyewa satelit Artemis yang merupakan floater (satelit sementara pengisi orbit) milik Avanti Communication Limited pada 6 Desember 2015. Padahal, Kominfo baru menerbitkan persetujuan penggunaan slot pada 29 Januari 2016.
Kemudian, Kemhan mengembalikan hak pengelolaan slot orbit 123 kepada Kominfo pada 25 Juni 2018. Saat itu, Inspektur Jenderal Kemhan Thamrin Marzuki menolak berkomentar soal pengembalian pengelolaan satelit ini. Ia hanya mengarahkan media agar bertanya ke kominfo soal pengembalian slot.Â
Saat ditelusuri, Kementerian Pertahanan ternyata menunggak uang sewa satelit sebesar 16,7 juta dolar AS atau setahun setelah penyewaan satelit. Kala itu, satelit Avanti disewa dengan nilai kontrak 30 juta dolar AS sementara pemerintah baru membayar 13,2 juta dolar AS.Â
Direktur Jenderal Kekuatan Pertahanan (Ditjen Kuathan) Kemhan Bambang Hartawan pun berupaya menyelesaikan masalah anggaran saat itu. Kemhan sudah berupaya menegosiasi dengan Kemenkeu untuk pencairan anggaran, tapi Avanti ingin agar pembayaran segera dilaksanakan.Â
"Saat ini kami harus menyelesaikan administrasi, harus normal. Kan jadi nggak ketemu. Kami bicarakan terus dengan kementerian lain. Proses di Indonesia kan lama. Nego dengan Kemenkeu, tapi sana sudah nggak tahan. Bagaimana belum bayar, belum bayar," kata Bambang kala itu.
Ia menambahkan, Kemhan akan membayar seluruh tagihan yang tersisa. Hanya saja masih butuh waktu untuk menyelesaikan masalah yang menghambat pencairan dana.Â
Kominfo lantas melakukan tender untuk mengisi slot tersebut. Pemerintah akhirnya menetapkan PT Dini Nusa Kusuma sebagai pemenang lelang, tetapi perusahaan tersebut tidak mampu menyelesaikan residu masalah pengadaan Satkomhan. Internal Kemhan pun tercatat berupaya menyelesaikan masalah satelit ini.Â
Dinukil dari laman resmi Kemhan, Irjen Kemhan Letjen Ida Bagus Purwalaksana menggelar rapat koordinasi pengawasan internal dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) di Itjen Kemhan, Jakarta, Senin (27/9/2021). Kala itu, Ida sempat menyinggung soal audit proyek Satkomhan orbit 123 bujur timur tersebut.
"Kemhan pada Desember 2015 telah menandatangani Kontrak Pengadaan Satelit dengan Airbus yang berisi tentang Pengadaan Satelit Mss (Mobile Satellite Service), Ground Segment beserta dukungannya, untuk menyelamatkan slot orbit 123 Bujur Timur, sebagai Program Satelit Komunikasi Nasional. Karenanya, kepada satuan kerja (satker) yang menjadi obyek audit, saya harapkan dapat membantu tim dengan memberikan dokumen yang diperlukan," ujar Ida kala itu.
Menteri Pertahanan periode 2014-2019 Ryamizard Ryacudu akhirnya angkat bicara bahwa ada ancaman kedaulatan terhadap negara apabila slot orbit 123 derajat Bujur Timur tak segera diselamatkan kendati secara normatif ada beberapa yang tidak sesuai. Karena itu, Presiden Joko Widodo pun mengeluarkan diskresi atau perintah kepadanya untuk menyelamatkan slot orbit yang berada di atas Sulawesi itu.Â
"Pertama karena ada diskresi dan kedua, ada ancaman kedaulatan kalau itu tidak dilakukan," ujar Ryamizard dikutip dari Kompas.id, Senin 17 Januari 2022. Ryamizard mengakui bahwa Kementerian Pertahanan (Kemenhan) saat memanfaatkan slot orbit pada 2015 belum mempunyai anggaran.
Pengoperasian satelit secara signifikan diakui dapat memperkuat sistem komunikasi Indonesia terutama pada masa pascapandemi, ketika sebagian besar masyarakat bekerja dan belajar dari rumah. Sebagai negara kepulauan, negara sangat membutuhkan koneksi internet yang stabil dan kuat.
Namun, kita tidak boleh melupakan perkara slot GSO 123BT yang kosong akibat kegagalan pengadaan satelit pertahanan, yang menyebabkan pemerintah kehilangan dana setelah gagal mengamankan investasi untuk membayar Airbus sebagai produsen satelit. . Selain itu, pemerintah gagal membayar kontrak sewa satelit Avanti Communications, dan harus membayar denda yang berat setelah kalah dalam kasus arbitrase.
Pemerintah kemudian menunjuk PT Dini Nusa Kusama (DNK) untuk mengisi orbit, namun perusahaan tersebut juga gagal mengamankan dana yang diperlukan untuk membangun dan meluncurkan satelit tersebut.
Slot GSO 146E bukannya tanpa masalah. Kembali pada tahun 2019, selama dalam sidang International Telecommunication Union (ITU) di World Radiocommunication Conference (WRC) 2019, pemerintah Indonesia berhasil mengamankan perpanjangan tenggat waktu untuk mengisi slot GSO 123BT dan 146E masing-masing hingga 2024 dan 2023.
Posisi orbit lain yang harus kita waspadai adalah slot GSO 113BT yang seharusnya diisi oleh Satelit NUSANTARA-2, yang mengalami kegagalan peluncuran tahun lalu. Sejak itu, ITU telah menyetujui perpanjangan batas waktu peluncuran hingga 2024 untuk mengisi posisi orbit, dan pemerintah telah mengalihkan konsesi dari Indosat ke Telkom.
Terlepas dari proyek satelit SATRIA-1 yang mengisi slot GSO 146BT, kita perlu mengantisipasi hilangnya slot GSO 123BT, posisi orbit yang strategis untuk satelit komunikasi. Selain itu, yang terakhir ini juga ideal untuk tujuan pertahanan dan keamanan -- bayangkan jika negara lain mendapatkan slot yang mencakup nusantara 24/7. Dengan meningkatnya ketegangan di Laut Cina Selatan, urgensi slot GSO 123BT menjadi jelas.
Pada akhirnya, pemerintah harus tetap waspada, karena bisa kehilangan tiga slot GSO, Palapa C1-B (113 BT), Garuda-2 (123 BT) dan PSN-146E (146 BT). Tidak mudah untuk mendapatkannya, delegasi Indonesia harus melalui pembahasan yang panjang dan perundingan yang alot pada tingkat sub working group, working group, dan committee di sidang tersebut. Jika Indonesia gagal meluncurkan satelit tepat waktu. Khusus untuk slot GSO 123E, Kemhan dapat berperan melalui anggarannya yang besar untuk memodernisasi kemampuan pertahanan Indonesia di luar angkasa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H