Mengutip siaran pers dari laman Kejasaan, satelit yang disewa tidak dapat berfungsi dan spesifikasi tidak sama, sehingga indikasi kerugian keuangan negara yang ditemukan berdasarkan hasil diskusi dengan auditor, diperkirakan uang yang sudah keluar sekitar Rp500.000.000.000 (lima ratus miliar rupiah) yang berasal dari pembayaran sewa Satelit Arthemis dari Perusahaan Avant Communication Limited sekitar Rp41.000.000.000 (empat puluh satu miliar rupiah), biaya konsultan senilai Rp18.500.000.000 (delapan belas miliar lima ratus juta rupiah), dan biaya arbitrase NAVAYO senilai Rp4.700.000.000 (empat miliar tujuh ratus juta rupiah).
"Selain itu, ada pula putusan arbitrase yang harus dilakukan pembayaran sekitar US$ 20 juta, dan inilah yang masih disebutkan sebagai potensi karena masih berlangsung dan melihat bahwa timbulnya kerugian atau potensi sebagaimana tadi disampaikan dalam persidangan arbitrase karena memang ada kejahatan yang dalam kualifikasinya masuk dalam kualifikasi tindak pidana korupsi," ujar Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus.
Selanjutnya, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus mengatakan bahwa beberapa waktu yang lalu telah dilakukan ekspose dan telah disepakati bahwa alat bukti sudah cukup untuk dilakukan penyidikan sehingga telah diterbitkan Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: PRINT-08/F.2/Fd.2/01/2022 tanggal 14 Januari 2022.
Lantas, seperti apa duduk perkaranya hingga permasalahan satelit ini diduga berujung korupsi?
Kisruh slot orbit 123 bujur timur berawal saat Satelit Garuda-1 milik pemerintah Indonesia keluar orbit. Satelit Garuda-1 melintas ke luar orbit setelah mengudara selama 15 tahun hingga 2015. Kemenkominfo melaporkan satelit tersebut keluar orbit karena kebocoran bahan bakar.Â
Pemerintah pun merespons cepat untuk menjaga kepemilikan slot satelit itu. Langkah tersebut mengacu pada aturan International Telecommunication Union bahwa negara yang mendapat slot diberi tenggat waktu 3 tahun untuk mengisi slot. Apabila tidak diisi, hak pengelolaan slot orbit akan gugur dan dapat digunakan negara lain.Â
Pada 4 Desember 2015, Presiden Joko Widodo memimpin langsung rapat terbatas khusus untuk membahas penyelamatan slot orbit 123 bujur timur. Kala itu, Jokowi menekankan bahwa satelit tersebut penting bagi Indonesia dalam berbagai hal. "Dan juga membantu komunikasi maritim, membantu vessel monitoring system, membantu komunikasi pertahanan dan keamanan, membantu komunikasi dalam bencana untuk SAR misalnya," kata Jokowi dalam Pengantar Rapat Terbatas mengenai Tindak Lanjut Penyelamatan Slot Orbit Satelit Geo 123 BT, Jumat 4 Desember 2015.
Jokowi mengaku kegunaan besar ini membuat pemerintah harus mengambil sikap untuk segera mengisi slot itu, tetapi Jokowi memberi catatan sebelum rencana itu dilakukan. "Saya ingin lebih detail lagi masalah anggaran, masalah biaya, sehingga apa yang sudah kita putuskan ini segera bisa ditindaklanjuti lagi," kata Jokowi kala itu.Â
Rudiantara selaku Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo) saat itu, mengakui bahwa slot satelit tersebut penting mulai dari untuk monitoring bencana, eksplorasi hingga sistem aplikasi. Oleh karena itu pemerintah sepakat untuk melanjutkan program itu. Kemhan ternyata mengajukan permohonan untuk mengisi slot orbit 123 lewat proyek Satelit Komunikasi Pertahanan (Satkomhan).
Kemhan berinisiatif dengan menyewa satelit Artemis yang merupakan floater (satelit sementara pengisi orbit) milik Avanti Communication Limited pada 6 Desember 2015. Padahal, Kominfo baru menerbitkan persetujuan penggunaan slot pada 29 Januari 2016.
Kemudian, Kemhan mengembalikan hak pengelolaan slot orbit 123 kepada Kominfo pada 25 Juni 2018. Saat itu, Inspektur Jenderal Kemhan Thamrin Marzuki menolak berkomentar soal pengembalian pengelolaan satelit ini. Ia hanya mengarahkan media agar bertanya ke kominfo soal pengembalian slot.Â