Tentunya, reshuffle kabinet juga harus didefiniskan sebagai 'buying time' kesabaran publik yang ingin melihat performa pemerintah menjadi lebih baik. Reshuffle seyogyanya diberlakukan kepada mereka yang tidak perform dan bukan karena tekanan.
Sangat mudah untuk menjadi tidak sabar dengan Indonesia. Ketidaksabaran terhadap Indonesia sebagian merupakan konsekuensi dari potensinya yang luar biasa.Â
Sumber dayanya yang melimpah, mulai dari mineral, pertanian hingga minyak, dapat menjadikan Indonesia sebagai pemasok premium bagi ekonomi Asia yang berkembang pesat, memegang janji besar sebagai pasar domestik yang dinamis. Namun, untuk mewujudkan potensi ini, diperlukan reformasi yang berani, dan para pembaharu harus menavigasi jalannya politik maupun sosial.Â
Di samping ideologi dan ekonomi, struktur pemerintahan Indonesia yang sekarang telah terdevolusi, dengan kekuasaan yang tersebar di banyak yurisdiksi, dengan sendirinya menghambat kepemimpinan dari atas ke bawah.Â
Jokowi, dalam karir politiknya yang singkat sebagai walikota daerah dan kemudian gubernur Jakarta, telah menjadi penerima manfaat dari devolusi ini. Saat ini, ia harus memanfaatkannya dengan cara yang berbeda. Â
Jika Jokowi berhasil mendorong reformasi ekonomi yang mendalam di masa jabatan keduanya seperti yang dijanjikan, maka cara dia membentuk kabinetnya suatu hari nanti akan terlihat menginspirasi dan berani. Namun, jika dia gagal memenuhi janji reformasinya, penunjukan kabinet yang sama ini akan dinilai sebagai upaya sia-sia untuk menenangkan oposisi.
Jokowi telah mengambil beberapa risiko dalam membentuk kabinetnya. Jadi apa hambatan utama yang menghambat Indonesia? Tersangka yang biasa dikenal. Infrastruktur, regulasi, dan birokrasi semuanya menghalangi lingkungan bisnis.Â
Subsidi mendistorsi sinyal harga dan perlu dikurangi, jika tidak dihilangkan. Investasi asing perlu lebih disambut.Â
Pekerjaan tidak tetap di sektor informal harus diatur untuk menciptakan lebih banyak pekerjaan di sektor formal, dan itu membutuhkan pendidikan berkualitas lebih tinggi dan lulusan yang lebih terampil.Â
Peraturan pasar tenaga kerja, dengan biaya pemecatan yang tinggi, merupakan penghalang bagi penciptaan lapangan kerja dan perlu diubah.Â
Kepastian kebijakan yang lebih besar pada gilirannya akan mendorong investasi sektor swasta di bidang infrastruktur, terutama dalam kemitraan dengan pemerintah.Â