Mohon tunggu...
Yogi Setiawan
Yogi Setiawan Mohon Tunggu... Freelancer - Aku adalah

Pemuda yang penuh semangat, senang berbagi dan pantang menyerah. Mulai menulis karena sadar akan ingatan yang terbatas. Terus menulis karena sadar saya bukan anak raja, peterpan ataupun dewa 19.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Novelius (3)

19 Maret 2016   00:16 Diperbarui: 19 Maret 2016   16:28 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="[Tantangan 100 Hari Menulis Novel] Novelius: Tulisan Pertama"][/caption]You don’t find time to write. You make time. –Nora roberts-

 

Wow sial sekarang sudah jam 10 malam. Dan gue belum menuliskan apa-apa.  Apa yang harus gue lakukan.

Gue berpikir sejenak. Seduh kopi mungkin bisa memberikan ide. Kebetulan diatas kulkas masih ada kopi sachet hitam bergambar kapal. Gue ambil dari  dan gue tatap gambar itu dengan seksama.

Mengapa ya, kopi bergambar kapal ini bisa sukses merajai kopi Indonesia? Emm.. apa karena nenek moyang kita seorang pelaut. Gemar mengarung luas samudra. Menerjang ombak tiada takut menempuh badai sudah biasa. Ok sip, kapal ini bisa jadi ide awal gue.

 

Judul: Nanti Aja Belakangan Kalau Sudah Selesai.

 

Angin bertiup, mesin kapal motor dinyalakan. Ombak berdebur di tepi pelabuhan. Matahari baru saja menunjukkan dirinya . Aku akan pergi menuju Pulau Rambut. Pulau yang dahulunya bernama Middbur. Pulau yang kaya akan burung. Ya, aku akan meneliti burung-burung. Penelitian untuk menyelesaikan studi sarjanaku.

Disebelahku banyak orang-orang naik kapal yang ingin berlibur ke Pulau Untung Jawa. Pulau yang dulunya bernama Amiterdam ini memang tak jauh dari Pulau Rambut. Banyak anak-anak kecil berenang di tepi pantai yang airnya sudah mirip seperti sayur lodeh. Ada pula beberapa wahana air seperti banana boat yang menjadi andalan wisata ai di pulau itu.

Pulau Rambut sendiri tidak ramai seperti Pulau Untung Jawa. Pemerintah menetapkan Pulau Rambut sebagai kawasan konservasi sejak 1937. Pulau yang berfungsi untuk pendidikan, penelitian, serta wisata alam terbatas.

 

“Pak ayo kita berangkat,” kata ABK kepada Nahkoda.

“OK” jawab nahkoda.

Gas diinjak. Kapal mulai bergerak.

 “Pak... Tunggu... masih ada penumpang satu lagi.. Tunggu..” ada suara teriakan perempuan dari pelabuhan.

 “Pak Tunggu, masih ada satu penumpang yang tertinggal!” kataku.

Kapal berhenti. Namun kapal sudah sedikit meninggalkan pelabuhan, kurang lebih 2-3 meter.

“Pak tolong mundurkan kapalnya.” pinta saya kepada nahkoda.

“Maaf mas, kapal ini kapal tua, tidak bisa mundur.”

Aku segera menuju ke pinggir kapal.

“Mba, bisa lompat ke kapal ini?.”

“Hah! Lompat.”

“Iya mbak lompat. Sini tasnya lempar ke saya dulu.”

Wanita itu berpikir sejenak. Kemudian  melemparkan tasnya dan saya tangkap dengan sempurna.

“Sekarang embaknya lompat.”

Wajahnya sedikit kaku. Mungkin dia sedang berpikir bagaimana caranya lompat.

“Saya tak berani mas, masnya saja yang lompat kesini.”

Lah bagaimana bisa, dia yang mau naik kapal. Malah aku yang harus lompat ke luar kapal.

“Lompat saja mba, tak apa, saya jaga.” Kalau mba kecebur, saya akan biarin, hihihi.

“Jagain ya mas.” pinta mba itu kepadaku.

Perempuan itu mengambil langkah mundur. Kemudian berlari dan melompat. Buk. Perempuan itu berhasil melompat dan tubuhnyamendarat dengan sempurna di badanku. Tepatnya diatas badanku.

Kapal bergoyang, namun berhasil menyeimbangkan dirinya kembali. Orang-orang sekitar memberikan tepukan. Bagaikan adapangeran yang berhasil menyelematkan seorang putri. Kami saling menatap sekilas. Matanya yang kecoklatan memberikankehangatan.

“Ah, maap, mas gak kenapa-napa kan?” sambil mendirikan badannya dan menarik tanganku membantu berdiri.

“Iya saya gak kenapa-napa.” sambil mengusap punggung.

“Kalau boleh tahu apakah mba masih jomblo?”

 

Ah jangan seperti itu. Gue harus buat karakter cowok yang cool. Jangan agresif.

 

“Mba gak kenapa-napa kan?”

“Iya mas gak papa. Makasih ya mas, pertolongannya. Kalau boleh tahu mas mau kemana?”

“Mau ke pulau rambut.”

“Sama dong mas.”

Kok bisa sama ya. Beruntung sekali diriku bisa punya tujuan tempat yang sama dengan perempuan cantik.  Apakah ini putri yang dikirimkan oleh Tuhan untuk menemani hari-hari penelitianku di pulau rambut. Kemudian kami disana akan saling kenal, saling dekat dan...

 

Ah kenapa cerita ini terbawa suasana diri gue. Tadi siang gue baru ketemu bidadari di perpustakaan. Sekarang di cerita yang gue buat kenapa muncul bidadari juga ....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun