Di jalan sunyi, tempat dimana setan dan manusia tidak lagi mampu menjangkaunya, kubawa rasamu menuju lapis langit yang ketujuh sambil berkata,"Rasamu adalah rasaku dan rasaku adalah rasamu".
Di jalan lurus, tempat dimana manusia dan ciptaan Tuhan lainnya melihat jalan yang tengah kita lalui ini bagaikan rambut yang di belah tujuh. Sambil menggenggam erat tanganku, engkau bertanya,"Kenapa engkau bawa aku ke lapis langit ketujuh? Tempat di mana Surga dan Neraka tidak lagi mampu menjangkau para penghuni di dalamnya?"
"Aku membawamu ketempat ini, karena aku ingin selamanya bersamamu di tempat itu. Dan inilah akhir dari perjalanan kita yang sesungguhnya. Sebab Dunia-mu, Dunia-ku dan Dunia yang selama ini ada di dalam pikiran anak-anak manusia yang saat ini masih berada di dunia, itu hanyalah tempat persinggahan sementara. Karena sesungguhnya, Engkau dan Aku adalah dua insan yang tercipta, jauh sebelum Tuhan menciptakan dunia dan seisinya. Engkau dan Aku tidak memerlukan janji Surga dan ancaman Neraka untuk belajar mengenal-Nya. Karena tempat kembali Engkau dan Aku bukanlah Surga apalagi Neraka. Tapi, tempat kembali kita yang sesungguhnya adalah di alam keabadian cinta bersama-Nya."
Catatan: Cerita ini hanya fiksi belaka, jika ada kesamaan Foto, nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H