Mohon tunggu...
Warkasa1919
Warkasa1919 Mohon Tunggu... Freelancer - Pejalan

Kata orang, setiap cerita pasti ada akhirnya. Namun dalam cerita hidupku, akhir cerita adalah awal mula kehidupanku yang baru.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

2019 Pilih Pemimpin

25 Mei 2018   19:17 Diperbarui: 11 November 2018   19:09 876
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kata orang. Dunia ini hanyalah  panggung sandiwara, dimana masing-masing dari kita sebenarnya sudah memiliki jalan cerita hidupnya sendiri-sendiri.

Makanya nasib setiap orang itu berbeda-beda pula. Walaupun mungkin berasal dari garis keturunan dan  keluarga yang sama.

Menurutku, dunia ini bagai jalanan panjang yang memiliki banyak simpang, dan di setiap simpang-nya  menyimpan banyak cerita.

Entahlah..

Karena kata orang. Jika benar menurut kita, tapi masih salah menurut orang lain, berarti  kita  belum benar, begitupun sebaliknya.

Tapi jika benar menurut kita, juga benar menurut orang lain, berarti itu benar adanya. Karena kata orang, kebenaran yang hakiki itu tidak terbantahkan oleh apa dan siapapun. https://warkasa1919.wordpress.com/2016/03/03/kata-orang/

Satu

Sore itu, ketika sedang melintas di suatu jalan, aku di sapa oleh seorang bapak tua, aku berhenti, ternyata bapak tua itu hanya sekedar bertanya apakah  aku memiliki rokok. Setelah ku bilang ada, dia berkata,  kalau boleh ia ingin meminta  sebatang saja.

Kulihat kaki tuanya itu mengenakan sendal jepit yang sudah putus sebelah, dan disambung lagi dengan menggunakan tali seadanya. 

Kaki kanan-nya mengenakan sendal jepit berwarna merah, sedangkan kaki kirinya mengenakan sandal jepit berwarna biru.

Pakaian warna coklat yang di kenakannya, sedikit lebih kumal dari pakaian yang kukenakan saat ini. 

Penampilanku memang lumayan kumal, karena memang sudah beberapa hari ini aku belum menggantinya. 

Aku duduk di sebelahnya. Kuputuskan  untuk memberi-nya beberapa batang rokok. Sambil merokok dipinggir jalan, kami mengobrol tentang banyak hal.

Menurut pak tua ini, katanya dunia sudah sangat tua, makanya jangan heran kalau zaman jahiliah yang dulu pernah ada, saat ini kembali  di ulang di masa kini, tapi dengan pemeran dan tokoh-tokoh yang  berbeda.

Setelah kupikir--pikir, ada benarnya juga, sebab dari beberapa berita yang kulihat di layar Televisi, aku seperti di tunjukan, bahwa memang begitu jahil dan nakalnya anak-anak manusia saat ini, lihat saja berita - berita di Media. 

Ada seorang anak yang meniduri ibu kandungnya sendiri. Sehingga sang ibu melahirkan bayi yang kelak tidak tahu harus memanggil apa pada orang yang sudah meng-hamili ibunya itu.

Beberapa perkawinan  sejenis mulai di legalkan di beberapa tempat yang juga turut di saksikan dan di restui oleh pemuka agama disitu.

Belum hilang berita tentang maraknya perkawinan sejenis antar anak manusia. Media online kembali memberitakan tentang kisah seorang wanita yang memutuskan untuk menikahi anjing kesayangan-nya. Lengkap dengan upacara pernikahan yang di sahkan salah seorang pemuka agama serta di saksikan oleh beberapa anak manusia lainnya, persis seperti pernikahan sepasang  anak manusia pada umumnya.

Jika melihat berita-berita yang ada di layar televisi saat ini, sepertinya kembali mengingatkan ku pada kisah para nabi di zaman dahulu, dan sepertinya  memang benar kata bapak tua di samping-ku ini. jika tradisi  yang ada saat ini hanyalah pengulangan dari tradisi-tradisi yang dulu pernah ada.

Semua jenis kenakalan yang pernah dilakukan oleh anak manusia  mulai dari zaman nabi yang pertama, hingga nabi yang terakhir di turunkan, sepertinya kembali di ulang di masa  kini. 

Sayangnya para nabi saat ini sudah tidak ada.

Zaman sekarang yang seharusnya jadi tuntunan malah di jadikan tontonan, sedangkan yang seharusnya menjadi tontonan malah di jadikan tuntunan. 

Belasan tahun  yang lalu, moral dan mental generasi penerus di negeri ini sudah mulai di rusak melalui tontonan oleh para pendusta yang berkedok agama.

Ibu-ibu rumah tangga yang seharusnya menjadi seorang guru yang baik untuk mengajarkan sopan santun dan tata krama pada anak-anaknya, saat ini malah terlihat  asik dan  terlena dengan segala jenis sinetron yang kebanyakan hanya menjual angan-angan  kosong semata.

Beberapa cerita sinetron, diantaranya bahkan mengajarkan bagaimana cara berselingkuh di belakang pasangan-nya, tak lupa mengajarkan, bagaimana cara merebut  harta dan kekuasaan dengan  cara menikam saudaranya dari belakang.

Kemana perginya para tokoh agama yang kata orang  sebagai penerus para utusan itu? 

Setidaknya jika saat ini mereka ada, mungkin mereka bisa sedikit mengingatkan pada saudara-saudaranya.

Kemana perginya para pemimpin, yang di setiap musim pemilihan selalu hadir, membawa janji-janji untuk men-sejahterakan kehidupan rakyat yang dipimpinnya? 

Ataukah mereka semua saat ini sudah  lupa di karenakan kecintaan nya akan sejumlah harta?

Apa memang benar kata bapak tua disampingku ini, bahwa sudah lama sekali, di negeri ini tidak memiliki seorang pemimpin?  

Apa benar kata bapak tua disampingku ini? 

Katanya, pemimpin dan sebagian  besar rakyat  yang ada di negeri  ini sedang tertidur pulas. 

Jadi siapa sebenarnya mereka-mereka yang selama ini selalu tampil mengatas namakan rakyat? 

Membujuk dan memaksa rakyat dengan memakai topeng  Suku, Ras dan Agama untuk mencapai tujuannya. 

Apa benar kata bapak tua disampingku ini, bahwa di negeri ini yang berlaku adalah hukum rimba?  

Jika benar. Lalu dimana para manusia nya berada?

Apakah di negeri ini memang sudah sangat sedikit yang masih memiliki sifat manusia? 

Sehingga tidak  lagi memerlukan hukum dan peraturan yang di peruntukan bagi  para manusia. 

Dua

Selesai meminum air putih di dalam botol yang selalu dia bawa kemana-mana. Pak tua ini kembali berkata ;

" Buka matamu dan lihatlah.. Sesungguhnya alam yang terbentang luas ini adalah bacaan bagi orang-orang yang mau menggunakan akal dan fikiran-nya. 

Maka bacalah dengan nama Tuhanmu yang maha pengasih lagi maha penyayang. 

Karena sesungguhnya Tuhan mengajarkan-mu  dengan perantara kalam."

Ku coba mencerna  semua kata-kata bapak tua di sampingku ini sambil mengisap sebatang rokok yang baru selesai kubakar, kutarik dalam-dalam lalu kuhembuskan asapnya pelan-pelan.

Di ujung sana. Tepatnya diseberang jalan, kulihat seorang ibu tua sedang berjalan tertatih-tatih sambil membawa cucunya. 

Sesekali kulihat ia membungkukkan badannya, mengucapkan terima kasih pada beberapa orang yang telah memberikan recehan pada cucunya.

Sambil berjalan  bocah kecil itu tak bosan-bosannya menengadahkan tangan meminta belas kasihan pada setiap orang-orang  yang di jumpainya.

Bapak tua itu kembali bercerita. 

Untuk sekedar menyambung hidupnya, ia memang bekerja mengumpulkan botol-botol plastik  bekas. Biasanya  setelah dipilah-pilah  dia akan menjualnya kepada penadah barang rongsokan  yang tinggal tidak jauh dari kediamannya. 

Menurutnya, walau dalam menjalani pekerjaan nya  itu terkadang  ia harus merasakan sehari makan dan sehari puasa. Namun ia sangat  bersyukur pada Tuhan, yang hingga hari ini masih memberinya umur, kesehatan dan kekuatan  untuk menjalani hari-harinya.

Menurutnya, memang tidak mudah untuk tetap menjaga hatinya.  Agar tidak tergoda untuk mengambil barang milik orang lain yang bukan menjadi haknya.

Jujur aku tidak menyangka, masih ada orang yang mempunyai prinsip hidup seperti bapak tua ini, di negeri yang kata orang adalah negeri tempat para bedebah berada.

Dimana sebagian  orang sudah tidak lagi mau memperdulikan nasib orang lain, di negeri yang sebagian orang-orangnya mempunyai  prinsip asalkan perutnya kenyang, perduli setan dengan orang lain yang akan mati kelaparan  di depan-nya, ternyata masih ada orang seperti ini kujumpai di pinggir jalan.

Aku seperti baru menemukan sebutir mutiara diantara tumpukan sampah, siapa sangka aku akan  mendengar kata-kata bijak penuh hikmah  dari mulut sahabat tuaku ini yang katanya berprofesi sebagai pemulung. 

Menurutku, pekerjaan-nya sebagai seorang pemulung bukanlah pekerjaan yang hina. 

Bahkan menurutku lebih mulia dari pada pekerjaan para koruptor yang sering memakan uang rakyatnya. 

Para koruptor  yang  terkadang harus memakai topeng  agama untuk menutupi wajah-wajah aslinya.

Kulirik wajah tua disampingku ini. Begitu teduh dan tenang sekali, ku taksir usianya sekitar 75 atau bahkan mungkin 85 tahun lebih. 

Di usianya yang sudah tidak muda lagi, kulihat dia masih kuat berjalan. Sambil mengambil botol-botol plastik bekas yang berserakan di pinggir jalan. Kulihat dengan sabar kulihat dia memasukan ke dalam karung yang ada di pundaknya.

Entah kenapa aku teringat kata-kata sahabatku dulu ;

" Jangan melihat siapa yang berbicara, tapi lihat dan dengarkan apa yang di bicarakannya. Dan jangan pula tidak mengacuhkan apalagi mencelanya. 

Mungkin saja ada satu atau dua kalimatnya yang merupakan pesan Tuhan untukmu."

Tiga

Ku berdiri tegak  diantara benar dan salah, diantara keramaian kota, pikiranku melayang jauh. 

Teringat  pada seorang wanita yang saat ini entah sedang berada dimana. Seorang wanita yang kukenal dengan segala keterbatasan-nya, mencoba  untuk terus berjalan.

Walau sesekali harus tersungkur jatuh, namun tekatnya yang begitu kuat membuatnya berusaha untuk bangkit dan tetap berdiri. Karena yang dia tau, dia harus terus berjalan, melawan semua rasa sakit dan takut yang terkadang datang menghampiri. 

Dia terus berjalan membelah rimba raya yang saat ini telah berganti nama menjadi kota.

Matahari yang akan  tenggelam itu terlihat begitu Indah sekali. aku seperti  tak  ingin  cepat-cepat berlalu  dari  tempat ini. Biarlah ku tunggu barang sejenak, sampai matahari benar-benar tak terlihat lagi ;

Tuhan, aku mencintainya...

Tapi entahlah, Bibir ini begitu gagu untuk mengutarakannya. 

Aku malu, seperti rasa maluku padamu. Aku yang hina ini tak kuasa untuk memintanya padamu.. 

Engkau adalah pemilik hati  dan rasa cinta ini. Aku yang lemah ini hanya mampu pasrah dan berharap. 

Semoga suatu saat, engkau berkenan untuk menyatukan dua hati yang terpisah oleh jarak dan waktu ini di dalam suatu ikatan suci yang engkau ridhoi.

Tuhan..

Aku tahu engkau melihatku. Mendengar semua ucapanku, aku takut sekali.. 

Aku takut engkau akan mengambil dan menjauhkan-nya dariku, karena aku tau akan sifatmu. 

Engkau yang maha pencemburu, tidak akan pernah mengizinkan aku untuk memikirkan dan mencintai ciptaan mu melebihi engkau..

Malam datang, lampu-lampu kota terlihat begitu indah. Ku pandang langit yang cerah, Bintang-bintang seperti tersenyum dan seakan mengucapkan selamat malam padaku.

Diantara bintang kulihat cahaya bulan bersinar terang, indah sekali, mengingatkan ku  pada seorang wanita yang pernah berbisik di telingaku.

"Jika suatu saat engkau merindukan ku.. 

Lihatlah! Di balik cahaya bulan itu ada  wajahku, wajah yang akan selalu tersenyum  mengiringi setiap langkahmu.."

Empat

Sayup-sayup aku seperti  mendengar suara bapak tua yang mengobrol denganku sore tadi ;

" Apa yang engkau tunggu? Langkahkan kakimu, sampai kapan engkau akan berdiri  disitu.

Lihatlah, siang yang perlahan telah meninggalkanmu, dan lihatlah  malam yang  telah datang menghampirimu. 

Apa yang engkau fikirkan..? 

Apakah engkau  berfikir  sang malam tidak  akan pergi meninggalkanmu?

Kenapa engkau diam? apa engkau takut  di tinggal  sang malam yang selama ini  begitu setia menemani hari-harimu?  

Engkau  masih bimbang?  

Hati kecilmu berkata, benarkah sang  fajar  akan menepati janjinya untuk  datang menjemputku? 

Jangan. Janganlah, engkau begitu...

Yakinlah. Sesungguhnya sesudah kesulitan  ada kemudahan.

Maka  bersabarlah, jadikan sholat dan sabar sebagai penolongmu. 

Sesungguhnya, di dalam pergantian siang dan malam  ada bacaan bagi orang-orang yang mau menggunakan akal dan fikirannya.

Lihatlah sang waktu yang terus berjalan. Kejar dia. Katakan padanya, tunjukan padaku dimana masa depan. aku ingin pergi kesana untuk menjumpai kekasihku.

Yah..kekasihku, Karena  aku tau, dia ada disana menungguku. "

Ku tersentak! Akuberpaling ke belakang. Tapi yang  kulihat hanyalah  jalanan  hitam yang ujungnya entah dimana. 

Di kejauhan kulihat  bapak tua terus berjalan. Begitu samar diantara trotoar yang di terangi  lampu-lampu kota,

" Ehm..pak  tua...Terimakasih untuk waktu dan obrolan nya sore tadi. Selamat jalan dan semoga Tuhan memberkatimu..Aamien.."

Waktu terkadang lambat bagi mereka yang menunggu, terlalu cepat bagi mereka yang takut, terlalu panjang bagi mereka yang gundah, dan terlalu pendek bagi mereka yang bahagia. Tapi bagi yang selalu mengasihi, waktu adalah keabadian.  Henry Van Dyke, Pujangga AS.

Selesai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun