Dalam berhitung (penjumlahan dan pengurangan), aku membawakan stik kayu. Misal 9+5=...?
Anak mengambil 9 stik, ditaruh di satu sisi meja. Lalu mengambil 5 stik lagi, ditaruh di sisi kanan. Untuk menjawab soal, murid tinggal melanjutkan hitungan 9 stik, sampai semua stik di sisi kanan habis. "Empat belas!" serunya tanda keberhasilan.
3) Berikan teladan, lalu tantangan
Alih-alih perkataan, teladan terbaik bagi anak adalah tindakan kita. Children see, children do. Begitu juga dalam konteks belajar calistung.
Mulanya aku menulis di bukuku, lalu meminta anak menyalin di bukunya. Lalu aku terapkan metode mengalami tadi.
Potongan kata dalam latar berwarna menjadi hal menarik bagi tipe anak pembelajar visual. Jika anak sudah tertarik biasanya mood-nya bagus, siap untuk belajar.
Tanpa aku beri contoh, anak mengambil satu potong, lalu dengan sedikit dorongan ia mengambil potongan lain membentuk sebuah kata. Satu kata, dua, sampai tidak ada kata yang bisa terbentuk dari perbendaharaan katanya.
***
Begitulah. Di era digital di saat semua anak lekat dengan gadget yang sering justru berbahaya, tetap bisa dipakai metode tradisional dalam kemasan sederhana namun menarik dalam belajar calistung. Gurunya harus terus belajar. --KRAISWAN
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H