Mohon tunggu...
Kris Wantoro Sumbayak
Kris Wantoro Sumbayak Mohon Tunggu... Guru - Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

dewantoro8id.wordpress.com • Fall seven times, raise up thousand times.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pesan Ibu untuk Jati Samdeera

25 Desember 2023   00:06 Diperbarui: 25 Desember 2023   00:06 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi ibu dan anak lelaki | foto: parentmap.com

"Jati, kau bisa kerja di sini dibawa siapa? Pake orang dalem, ya?", tanya Bude.

***

Namaku Jati Samdeera. Konon, orang tuaku memberiku nama ini supaya aku tumbuh jadi sekuat pohon jati dan punya jiwa seluas samudra (bahasa kuno: Samdeera).

Di dunia ini, hidup memang penuh ketidakadilan. Hanya orang kaya, anak konglomerat, anak pejabat, dan anak presiden yang punya previles untuk mengakses segala hal. Kecuali pakai orang dalam (ordal).

Komentar Budeku itu satu buktinya. Dipikir aku tak kompeten untuk kerja di sini sehingga harus pakai ordal? Dikira cuma anak pejabat yang bisa meraih semua yang diimpikan?

***

Aku adalah anak lelaki yang dilahirkan dengan banyak hambatan. Satu-satunya kelebihanku adalah harus berjuang sesulit apa pun hidup ini. Seperti kayu jati: kokoh, tangguh, dan tahan uji. Rayap mental. Tortor tak sudi.

Aku punya adik perempuan, namanya Arum Jagad. (Nampaknya ayahku hobi pelajaran IPA, semua nama anaknya berfrasa alam.) Ayah ibuku ingin adikku menyebarkan keharuman ke seluruh jagat/ semesta.

Aku tidak pintar. Juga tidak tertib-tertib amat. Sama seperti anak-anak kampung pada umumnya, aku tak paham apa pun yang guru ucapkan. Macam omongan para politikus di tipi-tipi itu. Membingungkan. Apalagi kalau pelajaran Matimatika. Kupastikan aku tak pernah absen... sakit perut.

Tiap jam pelajaran Matimatika aku di toilet. Begitu ganti pelajaran, perutku langsung sembuh. Ajaib. 

Suatu hari, di ruang BK...

"Ibu Dian, Jati terbukti melakukan penganiayaan pada temannya, seorang perempuan." jelas Bu Rohma, guru BK.

"Temannya dijambak rambutnya sampai kesakitan. Tak cukup di situ, temannya itu dihantam ke tanah sampai berdarah!" lanjut Bu Rohma berapi-api. "Sekolah ini, bahkan semua sekolah di bumi ini tak ada yang mengajarkan kekerasan. Bisa-bisanya Jati berbuat demikian. Apa seperti arti namanya, keras, kaku!"

Itu berlebihan. Aslinya tidak begitu! Ingin aku membela diri, tapi tidak mau menambah Ibu sedih. "Apa benar kamu melakukan itu, Jati?" tanya ibu. Tapi jangankan menjawab, melihat mata Ibu pun aku tak kuasa. Hampir sejam Bu Guru melaporkan kenakalanku. Tapi aku tak sanggup mengeluarkan suara barang satu kata pun.

Di rumah...

Pandangan mata Ibu mewakili keingintahuan tentang kejadian hari ini. Ibu terpaksa menutup kedai lebih awal gegara undangan Guru BK. Gara-gara aku.

"Aku memang menjambak Nuraini, Bu. Tapi tidak sampai jatuh," ujarku hati-hati. Enggan membuat Ibu makin marah. "Soalnya Nuraini yang gembrot itu suka meledekku. Kalau ejekannya cuma soal pelajaran, aku tak apa. Dia mengejekku anak yatim yang mustahil meraih cita-cita membuat pesawat terbang. Aku tidak terima!"

"Karena jengkel, aku tarik rambut Nuraini ke belakang. Nariknya juga pelan, cuma mau memberi pelajaran. Dia langsung kabur, lalu ciloknya jatuh, mencipratlah ke kakinya. Itu bukan darah, Bu." Aku menceritakan kejadian sesungguhnya. Perkara kaki Nuraini lecet gegara ia jatuh kemarin saat main lompat tali, itu beda urusan.

"Jati Samdeera. Namamu berarti kuat, kokoh seperti jati, dan luas seperti samudra. Kau memang kuat, tapi kekuatanmu bukan untuk menyakiti, apalagi perempuan. Hanya orang lemah yang berani menyakiti perempuan." jelas Ibu.

"Tapi, Bu, Nuraini sudah sangat keterlauan samaku!" belaku. "Dengarkan Ibu. Kau masih ingat pesan ayahmu sebelum ia meninggal? Kau, Jati Samdeera harus menjadi lelaki yang kuat untuk menjaga perempuan paling berharga di bumi ini, Ibu dan adikmu. Itu juga berarti kau tidak boleh menyakiti perempuan. Tidak boleh mempermalukan, jangan merenggut kehormatannya."

"Jadi aku harus bagaimana, Bu?" aku bingung. "Kekuatan terbesar seorang laki-laki adalah memakai kekuatannya untuk menjaga dan melindungi, bukan menyakiti atau bertindak dosa. Besok, kau harus minta maaf pada Nuraini. Lain kali kalau ada temanmu yang berbuat begitu, jangan dilawan. Ingat, Jati adalah pohon yang kokoh. Samudra luasnya tak terbatas. Kau mengerti?"

"Baik, Bu, aku mengerti." Aku peluk Ibu, sangat erat.

***

Impianku telah tercapai. Aku bisa membuat pesawat bagi bangsa ini. Sehingga pulau-pulau yang terpisah luasnya samudra bisa terhubung. Orang akan lebih mudah bepergian dengan pesawat. Orang sakit bisa segera diobati di rumah sakit dengan naik pesawat.

Aku dipercaya posisi yang penting di perusahaan ini. Bisa dikatakan orang nomor dua setelah bosku. Hanya kursi direktur dan istrinya yang jadi kelebihan bosku. Semua urusan perusahaan ini berjalan dalam tanganku.

"Jati, kau tahu dunia ini butuh orang-orang hebat agar bisa maju seperti perusahaan ini." istri bosku tetiba membuka percakapan. "Kamu itu sudah pintar, gagah, tampan pula. Suamiku takkan sesukses sekarang tanpa bantuanmu. Dan ia sangat sibuk ke luar negeri."

"Mari tidurlah dengan aku", goda istri bosku. Aku tak habis pikir. Apa yang salah dengan istri bosku. Apakah aku mau dijebak?

Godaan itu dilakukan berulang kali, sampai sulit dibedakan betulan menggoda atau cuma bercanda. Aku sering ditugaskan bekerja di rumah bosku. Aku di sini untuk fokus bekerja. Di sinilah aku bisa mewujudkan mimpi, membuat pesawat terbang.

Sampai suatu hari di siang bolong...

Tidak ada seorang pun di rumah, kecuali istri bosku. Ke mana para pegawai dan pelayan? Aneh sekali. Tetiba istri bosku masuk ruanganku, dan menutup pintu. "Jati, apakah aku kurang cantik buatmu...?" goda istri bosku.

Tanpa ba-bi-bu, ia mendekatkan tubuhnya padaku. Dibukanya bajunya, sontak kelihatan sepasang buah dadanya.

Aku harus bagaimana...?

"Ibu, jangan lakukan hal ini. Bapak mempercayakan perusahaan dan rumah ini kepada saya. Kecuali engkau, karena engkaulah istrinya." Percuma aku menjelaskan, ia tetap memaksa.

Maka, satu-satunya jalan adalah lari! Aku ingat pesan ibu, tidak boleh menyakiti perempuan atau melakukan dosa. Namaku Jati. Aku kuat, dan harus memakai kekuatanku untuk melindungi perempuan. TAMAT. --KRAISWAN 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun