Mohon tunggu...
Kraiswan
Kraiswan Mohon Tunggu... Guru - Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

dewantoro8id.wordpress.com • Fall seven times, raise up thousand times.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pesan Ibu untuk Jati Samdeera

25 Desember 2023   00:06 Diperbarui: 25 Desember 2023   00:06 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi ibu dan anak lelaki | foto: parentmap.com

"Ibu Dian, Jati terbukti melakukan penganiayaan pada temannya, seorang perempuan." jelas Bu Rohma, guru BK.

"Temannya dijambak rambutnya sampai kesakitan. Tak cukup di situ, temannya itu dihantam ke tanah sampai berdarah!" lanjut Bu Rohma berapi-api. "Sekolah ini, bahkan semua sekolah di bumi ini tak ada yang mengajarkan kekerasan. Bisa-bisanya Jati berbuat demikian. Apa seperti arti namanya, keras, kaku!"

Ilustrasi ibu dan anak lelaki | foto: parentmap.com
Ilustrasi ibu dan anak lelaki | foto: parentmap.com

Itu berlebihan. Aslinya tidak begitu! Ingin aku membela diri, tapi tidak mau menambah Ibu sedih. "Apa benar kamu melakukan itu, Jati?" tanya ibu. Tapi jangankan menjawab, melihat mata Ibu pun aku tak kuasa. Hampir sejam Bu Guru melaporkan kenakalanku. Tapi aku tak sanggup mengeluarkan suara barang satu kata pun.

Di rumah...

Pandangan mata Ibu mewakili keingintahuan tentang kejadian hari ini. Ibu terpaksa menutup kedai lebih awal gegara undangan Guru BK. Gara-gara aku.

"Aku memang menjambak Nuraini, Bu. Tapi tidak sampai jatuh," ujarku hati-hati. Enggan membuat Ibu makin marah. "Soalnya Nuraini yang gembrot itu suka meledekku. Kalau ejekannya cuma soal pelajaran, aku tak apa. Dia mengejekku anak yatim yang mustahil meraih cita-cita membuat pesawat terbang. Aku tidak terima!"

"Karena jengkel, aku tarik rambut Nuraini ke belakang. Nariknya juga pelan, cuma mau memberi pelajaran. Dia langsung kabur, lalu ciloknya jatuh, mencipratlah ke kakinya. Itu bukan darah, Bu." Aku menceritakan kejadian sesungguhnya. Perkara kaki Nuraini lecet gegara ia jatuh kemarin saat main lompat tali, itu beda urusan.

"Jati Samdeera. Namamu berarti kuat, kokoh seperti jati, dan luas seperti samudra. Kau memang kuat, tapi kekuatanmu bukan untuk menyakiti, apalagi perempuan. Hanya orang lemah yang berani menyakiti perempuan." jelas Ibu.

"Tapi, Bu, Nuraini sudah sangat keterlauan samaku!" belaku. "Dengarkan Ibu. Kau masih ingat pesan ayahmu sebelum ia meninggal? Kau, Jati Samdeera harus menjadi lelaki yang kuat untuk menjaga perempuan paling berharga di bumi ini, Ibu dan adikmu. Itu juga berarti kau tidak boleh menyakiti perempuan. Tidak boleh mempermalukan, jangan merenggut kehormatannya."

"Jadi aku harus bagaimana, Bu?" aku bingung. "Kekuatan terbesar seorang laki-laki adalah memakai kekuatannya untuk menjaga dan melindungi, bukan menyakiti atau bertindak dosa. Besok, kau harus minta maaf pada Nuraini. Lain kali kalau ada temanmu yang berbuat begitu, jangan dilawan. Ingat, Jati adalah pohon yang kokoh. Samudra luasnya tak terbatas. Kau mengerti?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun