Paham, dan siap menanggung resiko
Inilah alasan Kemendikbud(ristek) meregulasikan orang tua di posisi terakhir dalam mengambil keputusan. Orang tualah yang akan menanggung dampak langsung atas keputusan yang diambil.
Jika anak tetap di rumah, makin besar kemungkinan anak menjadi stres, pemalu, minder dan tak menutup kemungkinan anti sosial. Jika anak ke sekolah, padahal belum divaksin, bisa tertular dan menularkan virus. Kalau begini, maju kena, mundur kesenggol. Mau bagaimana?
Harus paham dan siap menanggung resiko. Baik di rumah atau PTM terbatas sama-sama beresiko. Harus dianalisis, pilihan mana yang resikonya paling kecil. Harus disimak tak hanya aspek fisik, tapi juga emosional anak.
Kalau aku pribadi, sejalan dengan istri. Anak tidak bisa terus-terusan melar 'di penjara' (Betul, 3 semester belajar daring, beberapa murid, khususnya cowok badannya cepat melar, hihi). Anak juga harus punya kemampuan beradaptasi dengan lingkungan luar. Dia harus tahu mekanisme agar tetap sehat-selamat di tengah pandemi yang berkepanjangan ini.
Wahai orang tua, apakah anak dalam kondisi fit dan tahan banting? Sanggupkah mengantar jemput? Apakah anak bisa menjaga protokol kesehatan setelah dari luar rumah? Apakah orang tua bisa memantau dan mengevaluasi saat anak di rumah? Jika minimal dua jawaban "Ya", boleh PTM.
Kalau ayah-bunda, setuju PTM atau tetap belajar daring? --KRAISWAN
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H