Untuk itu, saya mengajak Pak Jokowi untuk belajar Bahasa Indonesia yang baik dan benar, karena,
Ini era global, persaingan tanpa batas
Mendag Lutfi mengutip tulisan yang dirilis sebuah lembaga internasional yang mengungkapkan hancurnya UMKM Indonesia di bidang fesyen muslim, yaitu penjual kerudung/hijab. Bisnis ini sempat berjaya pada 2016-2018 dengan mempekerjakan 3.400 karyawan dengan total gaji yang dibayarkan mencapai US$ 650.000/tahun.
Tahun 2018 ada perusahaan asing yang menyadap seluruh informasi UMKM tersebut, lalu membuat produk serupa di Cina lalu dipasarkan di Indonesia. Hijab yang dijual perusahaan itu hanya Rp 1.900/satuan. Ini jelas mematikan UMKM Indonesia, karena harga jualnya bahkan lebih rendah dari hijab produksi dalam negeri.
Penulis iseng melakukan survei sederhana di e-commerce populer, berapa harga hijab yang dimaksud Mendag Lutfi. Dan benar, memang ada yang harganya Rp 1.900 persis seperti disampaikannya.
Menariknya, hijab lain yang harganya 26x lebih mahal pun ada pembelinya, tidak kalah dengan yang harga murah. Ada harga ada barang, ada tipe banyak merek. Terserah pembeli mau barang yang seperti apa, menyesuaikan kantong.
Meski begitu, menurut Lutfi Indonesia tidak memiliki sejarah melakukan proteksionisme dan tetap terbuka dengan perdagangan global. Buktinya, saat ini pemerintah meneken 25 perjanjian dagang internasional. (kompas.com)
Nah, di sini ambiguitasnya. Punya 25 perjanjian dengan luar negeri, tapi mengampanyekan benci produk luar negeri, lha maunya piye, pak presiden?
Tidak semua bertelinga baik
Tidak ada suara yang sumbang (fales), yang ada telinganya bermasalah, kata pepatah.