Mohon tunggu...
Wanda Ardika
Wanda Ardika Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - UIN Walisongo Semarang/pelajar

senang belajar dan berbagi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mengasah Potensi Anak Usia Dini: Strategi Terbaik dalam Pendidikan

12 Juni 2023   23:33 Diperbarui: 13 Juni 2023   00:29 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

c. Mainan edukatif untuk anak kreatif

Biasanya, saat anak mencapai usia 5-7 tahun, mereka mulai meninggalkan permainan yang melibatkan mainan. Hal ini disebabkan karena jenis permainan dengan mainan cenderung lebih individual atau dilakukan sendirian. Namun, saat memasuki tahap pendidikan anak usia dini (TK), anak cenderung lebih suka bermain bersama teman-temannya (Wulan, 2011: 62).

Dalam mengembangkan kreativitas, terkadang anak dapat bermain menggunakan mainan yang memiliki nilai edukatif yang tinggi. Mainan edukatif anak memainkan peran penting dalam membangun kreativitas mereka. Ketika orang tua membuat mainan edukatif, seperti permainan yang melibatkan bentuk, alam, atau binatang, hal ini efektif dalam merangsang kreativitas anak. Jika mainan-mainan tersebut diberikan kepada anak sejak dini dengan pengawasan orang tua, maka konsep tersebut akan lebih tertanam dalam pikiran anak daripada hanya diberitahukan secara lisan atau secara verbal (Tim Pustaka Familia, 2006: 264).

Permainan edukatif yang dilakukan oleh anak mengalami perubahan, dari sekadar meniru menjadi menciptakan sesuatu yang baru. Contohnya, dalam permainan konstruktif atau membangun. Sebelum masuk sekolah, anak-anak cenderung menggambarkan kembali benda-benda yang sudah pernah mereka lihat sebelumnya. 

Sebagai contoh, mereka merasa senang dan puas ketika berhasil membuat kue dengan lilin berwarna yang serupa dengan kue yang pernah mereka lihat di rumah teman mereka. Anak prasekolah mulai meninggalkan permainan yang terlalu mengandalkan khayalan atau imajinasi, seperti bermain pura-pura atau berbicara sendiri dengan boneka dan mainan lainnya. Namun demikian, imajinasi anak tidak sepenuhnya menghilang. Hanya saja, penggunaan imajinasi mereka berpindah ke kegiatan lain yang tidak membutuhkan mainan. Dengan menggunakan kreativitas mereka, sebagai contoh, anak-anak mulai lebih suka mengekspresikan daya khayal dan imajinasi mereka dengan melamun (Wulan, 2011:63).

B. Pengembangan pola asuh anak yang berbakat

a. Mengenali bakat anak

Sebuah anugerah yang harus disyukuri adalah memiliki seorang anak yang berbakat. Orang tua tidak boleh hanya diam dan tidak berbuat apa-apa. Mereka perlu mengambil langkah-langkah untuk mengembangkan dan merangsang bakat anak mereka. Dengan memberikan rangsangan dan dorongan yang tepat, bakat anak akan berkembang dan membuat mereka meraih prestasi. Namun, menurut Hestianti (dalam Familia, 2003: 15), seringkali orang tua mengalami kesulitan dalam mengetahui bakat sebenarnya pada anak mereka. 

Hal ini bisa dimaklumi karena anak-anak masih sangat muda, sehingga potensi mereka jarang terlihat secara jelas. Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk mengenali anak mereka dengan baik sebagai langkah awal dalam mengidentifikasi bakat dan minat mereka.     

Orang tua seharusnya mencoba berbagai kegiatan yang merangsang untuk benar-benar memastikan bakat dan minat anak mereka. Tentu saja, kegiatan-kegiatan tersebut harus direncanakan dengan baik dan tidak dilakukan secara sembarangan.

Orang tua perlu memperhatikan kondisi anak, baik dari segi fisik maupun mental. Mereka juga sebaiknya menghindari mendorong anak hanya karena pengaruh dari orang lain. Semua ini melibatkan pengamatan dan pemahaman terhadap kecenderungan anak, apakah mereka suka menggambar, menyanyi, membaca, atau tertarik pada olahraga tertentu. Semakin banyak kesempatan yang diberikan kepada anak untuk mencoba berbagai kegiatan, semakin mudah bagi orang tua untuk mengetahui bakat dan minat anak mereka sejak dini (Familia, 2003: 16).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun